Calon suaminya direbut oleh sang kakak kandung. Ayahnya berselingkuh hingga menyebabkan ibunya lumpuh. Kejadian menyakitkan itu membuat Zara tidak lagi percaya pada cinta. Semua pria adalah brengsek di mata gadis itu.
Zara bertekad tidak ingin menjalin hubungan dengan pria mana pun, tetapi sang oma malah meminta gadis itu untuk menikah dengan dosen killernya di kampus.
Awalnya, Zara berpikir cinta tak akan hadir dalam rumah tangga tersebut. Ia seakan membuat pembatas antara dirinya dan sang suami yang mencintainya, bahkan sejak ia remaja. Namun, ketika Alif pergi jauh, barulah Zara sadar bahwa dia tidak sanggup hidup tanpa cinta pria itu.
Akan tetapi, cinta yang baru mekar tersebut kembali dihempas oleh bayang-bayang ketakutan. Ya, ketakutan akan sebuah pengkhianatan ketika sang kakak kembali hadir di tengah rumah tangganya.
Di antara cinta dan trauma, kesetiaan dan perselingkuhan, Zara berjuang untuk bahagia. Bisakah ia menemui akhir cerita seperti harapannya itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon UQies, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE #23
"Aku sangat yakin pria yang menyelamatkanku malam itu memiliki luka di tangan. Pak Naufal sama sekali tidak memiliki luka itu, lalu siapa sebenarnya? Apa memang Pak Alif?"
Pandangan Zara tak pernah lepas dari kedua lengan bawah Naufal yang mulus tanpa bekas luka apa pun. Alisnya berkerut memikirkan teka-teki akan sang penyelamat yang sebenarnya.
"Zara, apa kamu mendengarkanku?" tanya Naufal membuat Zara seketika tersadar dari lamunannya.
"Eh, maaf, Pak. Tadi Bapak bilang apa?" Zara menggaruk kepala yang tidak gatal demi menutupi rasa canggungnya karena tidak menyimak apa yang dikatakan Naufal sebelumnya.
Padahal, sejak tadi Naufal telah mengutarakan berbagai kata-kata puitis untuk menyentuh hati Zara. Namun, siapa sangka, Zara sama sekali tidak mendengarnya, melainkan hanya fokus pada tangan pria itu.
Naufal membuang napas kasar, lalu kembali berbicara, "Begini Zara. Aku ... aku mencintaimu, bahkan sudah sangat lama, sejak kamu menjadi mahasiswa baru di kampus kita. Jadi, maukah kamu menikah denganku?"
Zara yang begitu terkejut mendengar ungkapan hati Naufal refleks terbatuk. Wajahnya memerah hingga membuat Naufal mendekat dan hendak mengusap punggungnya, tetapi Zara dengan cepat menggeser tubuhnya guna menghindari sentuhan pria itu.
"Maaf, Pak. Tapi ...."
"Tapi kampus melarang dosen dan mahasiswa sejurusan memiliki hubungan, 'kan? Tenang saja, kita bisa merahasiakan hubungan kita, lagi pula kamu tidak lama lagi selesai," ujar Naufal cepat, bahkan sebelum Zara menyelesaikan perkataannya.
"Bu-bukan, Pak. Bukan itu maksud saya. Tapi sebenarnya saya ...."
"Kamu kenapa? Kamu belum ingin menjalin hubungan karena masa lalu kamu? Zara, kamu ingat, 'kan? Aku yang menyelamatkanmu ketika kamu terpuruk? Aku tidak seperti laki-laki yang telah menyakitimu, Zara. Justru sebaliknya, aku ingin mengobati luka hatimu.. Aku akan membuktikan padamu jika aku berbeda dengan mereka." Lagi-lagi Naufal memotong perkataan Zara. Rasanya ia sudah tidak tahan memendam perasaannya lebih lama lagi. Hari ini, ia hanya ingin mendengar kata "Ya" dari wanita yang ia cintai.
Zara terdiam sejenak. Memang benar, awalnya ia sangat takut menjalin hubungan dengan pria lagi karena masa lalunya. Namun, setelah menjadi istri Alif, perlahan ia mulai merasa nyaman dengan pria itu. Kini, hatinya pun seolah berkata jika dirinya adalah milik Alif, bukan pria lain.
"Maaf, Pak. Tapi saya sudah memiliki hubungan dengan pria lain. Bahkan ...." Zara mengepalkan tangannya demi menenangkan hati yang tiba-tiba saja berdebar kala mengingat nama dan wajah sang suami.
"Bahkan apa, Zara?" tanya Naufal yang kini tampak kecewa, tetapi juga penasaran.
"Bahkan sepertinya saya juga mencintainya."
Raut wajah Naufal yang tadinya banyak tersenyum dan gugup sekaligus tiba-tiba berubah datar dan tidak suka mendengar jawaban Zara. Pria itu tertunduk sejenak, lalu kembali mengangkat wajahnya, tetapi enggan menatap Zara lagi.
"Baiklah kalau begitu, maaf sudah mengganggumu." Naufal langsung pergi meninggalkan Zara sendiri. Zara hanya bisa menatap kepergian Naufal tanpa keinginan untuk mencegahnya.
"Maaf, Pak. Bapak baru mencintai saya sejak saya mahasiswa baru, tapi suami saya sudah mencintai saya sejak saya berumur 12 tahun," batin Zara, lalu tertunduk menatap ponselnya yang masih saja hening dan gelap segelap hatinya.
Tanpa Zara sadari, ada seorang gadis yang tersenyum usai menyaksikan apa yang terjadi di depan matanya.
.
.
.
Pak Alif kemana sebenarnya? Kenapa bisa urusan di luar kota bisa sampai se-lama itu? Apa mungkin dia punya istri lain di luar sana? Yang bisa melayaninya sungguh-sungguh dan tidak seperti aku?
Sudah lebih dua bulan berlalu. Kian hari terasa semakin lama bagi Zara. Pikirannya bahkan semakin kacau dan uring-uringan karena Alif tak kunjung pulang hingga rentetan pikiran negatif pun muncul dalam benaknya.
Zara sudah mencoba menghubungi Alif, tetapi tak diangkat. Ia pun sudah mengunjungi rumah sakit, klinik, dan laboratorium yang pernah disebutkan Joe kepadanya. Namun, hasilnya tetap nihil. Tak seorang pun yang tahu keberadaannya hingga saat ini.
Memang tidak tahu atau berpura-pura tidak tahu? Entahlah, semakin ia memikirkannya, rasanya ia semakin putus asa.
Apa ini hukuman untuknya karena sering mengabaikan sang suami, atau memang nasibnya yang begitu malang hingga lagi-lagi ia harus merasakan sakitnya ditinggalkan?
"Zar, kamu sebenarnya kenapa, sih? Akhir-akhir ini sering melamun dan nggak banyak bicara?" tanya Ilona penasaran.
"Iya, nih! Kayak orang habis putus cinta aja." Akira ikut bertanya-tanya karena perubahan sikap Zara itu terjadi sejak ia selesai melakukan KKP.
Zara yang sejak tadi membaringkan kepalanya di atas meja dengan berbantalkan lengan langsung mengangkat wajah tak bersemangat.
"Aku mau nanya, jika misalnya kalian memiliki pasangan, tiba-tiba pasangan kalian itu pergi tanpa kabar selama beberapa bulan, apa artinya?" tanya Zara menatap Ilona dan Akira secara bergantian.
Kedua sahabat Zara tak langsung menjawab, mereka justru saling bertatapan dengan dahi berkerut. "Tunggu dulu, pasangan? Kamu punya pasangan, Zar?" tanya Akira penasaran.
Sejenak Zara tampak sedikit gelagapan dengan pertanyaan yang terlontar dari sahabatnya itu. Namun, ia dengan cepat menepis pertanyaan itu dengan berkata, "Tak usah tanyain itu, jawab aja pertanyaanku!"
"Pak Naufal, 'kan?" tebak Ilona dengan mata memicing penasaran.
"Mana mungkin, wong sekarang Pak Naufal kayak dosen killer kalau di depan Zara. Cuek, judes, dingin, pokoknya kayak benci banget sama Zara," celetuk Akira yang menjadi saksi perubahan sikap pria itu di hadapan Zara sejak kembali dari KKP. Semuanya terlihat jelas dari laporan KKP Zara yang tak kunjung mendapatkan ACC. Sebaliknya, Zara selalu diminta untuk merevisi laporan itu.
"Ah, iya bener, juga." Ilona kini mencoba memikirkan jawaban atas pertanyaan dari sahabatnya itu. "Kalau tiba-tiba cowoknya pergi tanpa kabar, berarti kamu sudah di-ghosting ... Auwww," ujar Ilona yang langsung meringis karena mendapat cubitan dari Akira dan bonus tatapan tajam.
"Nggak, Zar. Nggak semuanya gitu, kok. Jangan dengerin Ilona yang sok-sokan paham maksud di-ghosting, padahal merasakan tahap deket sama cowok aja nggak pernah!" Akira kembali melayangkan tatapan sinis pada Ilona ketika gadis itu hendak melayangkan protesnya.
"Jadi gini, jika cowok yang awalnya baik banget sama kamu, tapi tiba-tiba dia pergi tanpa kabar selama berbulan-bulan, bisa jadi ada hal yang dia sembunyikan dari kamu. Mungkin karena tidak ingin kamu takut atau khawatir," lanjut Akira mencoba menjelaskan agar Zara tidak semakin takut dan trauma dengan sebuah hubungan.
Zara terdiam sejenak, lalu kemudian beranjak dari kursinya tanpa berbicara lagi.
"Eh, mau ke mana, Zar?" tanya Ilona.
"Mau ke rumah Oma. Nanti kabarin aja kalau Pak Naufal udah datang, yah!" Zara langsung berlari meninggalkan ruang kelas dan dua sahabatnya pagi itu tanpa menunggu balasan mereka.
.
.
.
"Halo, assalamu 'alaikum, Nak? Bagaimana keadaanmu di Amerika?" ucap Oma Ratna pada seseorang di seberang telepon.
"...."
"Terapimu bagaimana? Kata dokter keadaanmu sekarang bagaimana?" tanya wanita paruh baya itu lagi.
"...."
"Semoga kamu bisa segera sembuh dari penyakit leukimia, yah, Alif ...." ucap Oma Ratna.
Bugh
Oma Ratna yang masih tersambung dalam panggilan itu langsung berbalik ketika mendengar suara benda jatuh ke lantai. Betapa terkejutnya wanita paruh baya itu ketika melihat sang cucu sudah berdiri di ambang pintu dengan wajah memucat, sementara buku-bukunya sudah terjatuh di atas lantai.
"Zar-Zara."
.
.
.
#bersambung#