Aruna, namanya. Gadis biasa yatim-piatu yang tidak tau darimana asal usulnya, gadis biasa yang baru memulai hidup sendiri setelah keluar dari panti asuhan di usianya yang menginjak 16 tahun hingga kini usianya sudah 18 tahun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sandri Ratuloly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
tiga
Sudah satu minggu berlalu sejak kejadian tau dirinya tengah berbadan dua, sejak itu pula Aruna menjadi agak pendiam-Aruna emang pendiam sih kepribadiannya, maksudnya. Perempuan itu tidak seperti biasanyalp. Aruna yang sekarang adalah Aruna yang banyak diamnya, banyak melamun, Aruna juga terlihat selalu termenung memikirkan hal berat.
Hal itu tentu saja tidak lepas dari pandangan Rara, teman baik sekaligus sahabat satu-satu di milikinya. Setelah lonceng istirahat pertama berbunyi nyaring, Rara mencolek bahu Aruna yang duduk sebangku dengannya yang membuat Aruna yang tengah melamun sontak tersadar dan menoleh. Mengangkat sebelah alisnya sebagai gestur bertanya.
"Lo kenapa sih? Seminggu ini gua perhatiin keliatan murung terus." tanya Rara langsung, sudah tidak bisa menahan segala pertanyaan atas keanehan Aruna beberapa hari ini.
Aruna menghembuskan nafasnya, kelihatan seperti memikul banyak beban. Kemudian dia melirik pada Rara yang masih menatapnya, menunggu jawabannya.
"Gapapa, aku cuman kecapean kerja sama kepikiran buat ujian nanti. " alibinya.
Rara terkekeh, yang kepikiran soal ujian bukan cuman Aruna aja, dia juga dan pastinya teman-teman sekelas lainnya. Tapi Aruna tampak seperti memikirkan hal berat lainnya hingga seminggu ini terlihat sering melamun.
"Otak lo kan udah pintar, encer. Masalah ujian nanti gak usah di bebani banget lah, di bawah santai aja. Gua yang kapasitas otaknya cuman separuh aja bodoamatan banget, yang penting lulus, amanlah. "
Lalu, hanya helaan nafas yang kembali Aruna keluarkan yang mana membuat Rara jadi lelah sendiri melihatnya. "Kayak capek banget lo, Na. Helaan nafas lo keliatan kayak banyak beban banget yang di pikirin."
"Ya emang banyak beban banget aku pikul sekarang, Ra– gak tau deh, emang akhir-akhir ini aku lagi capek banget. Tugas sekolah lagi numpuk banget harus di kerjain, belum lagi di cafe beberapa hari ini lagi rame banget. Duh, gila capek banget aku. " keluhnya, menyender setengah badannya disamping tembok tempat duduknya.
Lagi, hanya kekehan Rara menanggapi. "Jangan terlalu di pikirin, mending sekarang kita ke kantin aja, hari ini gua teraktir lo deh, terserah mau pesan apa aja. " Rara berdiri dan di ikuti Aruna, lumayan juga dapat teraktiran.
Tadi pagi di kos Aruna belum sarapan. Eh, bukannya belum sih, Aruna tadi udah sempat makan bubur ayam di kelas tadi sebelum bel masuk bunyi. Tapi, baru juga tiga suapan bubur ayam masuk kedalam mulutnya, lagi-lagi mentahan kembali dirasakannya membuat bubur ayam yang tampak begitu menggiurkan itu, tidak bisa di nikmatinya dengan baik.
Mungkin tengah mengidam atau apa, tiba-tiba saja Aruna menginginkan gado-gado yang dijual ibu kantin dengan ditemani es jeruk. Ah, membayangkannya saja sudah membuat liur Aruna seperti ingin menetes keluar.
"Gua kadang iri deh sama Tama dan Alana." celetuk Rara tiba-tiba saat keduanya telah tiba di kantin, sudah duduk manis di salah satu meja kosong yang letaknya di bagian pojok dekat halaman samping sekolah.
Sontak Aruna ikut menoleh dimana tatapan Rara tertuju, menatap dua insan yang tengah menikmati makan dengan Tama yang tengah menyuapi Alana makan, tangan laki-laki itu sesekali bahkan mengelus lembut rambut panjang Alana dengan sayang. Yang mana membuat Aruna merasakan sesak di dadanya.
Ah, Aruna iri tentu saja. Rara saja yang notabenenya tidak memiliki perasaan apa-apa saja merasa iri dihatinya, apalagi dengan Aruna yang sudah jelas menaruh rasa pada Tama.
Siapa sih yang gak iri sama dua sepasang kekasih itu? Kisah percintaan keduanya begitu didambakan oleh pasangan mudah lainnya, didukung seantero sekolah. Tama yang tampan dan multitalenta yang bersanding dengan Alana yang cantik dan pintar kebanggaan sekolah, mereka memang cocok di lihat dari segi manapun.
"N-na, sorry. Gua gak bermaksud tadi bilang begitu, gua cuman greget aja lihat mereka terlalu manis." ujar Rara tidak enak, dia tau bahwa teman satu-satunya itu memiliki rasa lebih pada Tama.
"Gapapa, kamu santai aja kok. " Aruna tersenyum tipis, menunjukkan bahwa dirinya baik-baik saja, padahal hatinya menjerit sakit.
Lalu setelahnya, Aruna tiba-tiba saja terdiam saat matanya tak sengaja bertemu pandang dengan mata Tama, keduanya cukup lama bersi tatap hingga akhirnya Tama lebih dahulu mengalihkan pandangan. Dan Aruna hanya menghembuskan nafas lagi dan lagi untuk hari ini.
••••••
Aruna memasuki kamar kos-nya dengan bahu yang turun lusuh, lagi dan lagi hembusan nafas dia keluarkan. Kakinya melangkah pelas menuju kasur, duduk termenung mengingat pada kejadian yang membuat dirinya hamil darah daging Tama.
–Flashback–
Udah pernah Aruna cerita kan kalau hari sabtu malam minggu cafe bakal rame banget dan akan tutup pada pukul 12 malam. Nah, malam itu Aruna yang biasanya yang bakal pulang diantar sama Arjun, tapi malam itu dia pulang sendirian. Arjun tadi mendadak harus balik karena dapat panggilan dari tetangga sebelah rumahnya kalau mamanya masuk rumah sakit karena jatuh terpeleset di kamar mandi yang licin.
Karena Arjun anak tunggal dan bapaknya udah lama terpanggil sang kuasa. Arjun buru-buru pergi menghampiri mamanya yang udah di bawah di rumah sakit, Arjun panik seriusan. Di dunia ini dia cuman punya mama satu-satunya. Sanak keluarga? Jangan ditanya, Arjun malas jawabnya.
Kinan-teman sekerja Aruna sebenarnya udah nawarin nebengan sama Aruna. Tapi ditolak, karena Aruna tau jalur ke kos-nya sama rumah Kinan itu beda jalan. Gak mau ngerepotin dan juga kos-nya gak jauh-jauh banget jaraknya sama cafe, ya dia tolak. Kasian sama Kinan udah capek kerja ngegantiin jadi chef dadakan di cafe tadi.
Capeknya double, apalagi Kinan besoknya buka cafe dari jam sepuluh. Belum lagi beberes dan lainnya.
Aruna gak mau ngerepotin.
Dan karena itulah kejadian yang tidak diinginkan dan diharapkan Aruna tiba-tiba terjadi, gang kecil dan minim pencahayaan itu saat Aruna lewatin, tangannya tiba-tiba saja ada yang tarik kencang. Aruna yang ketakutan langsung saja ingin berteriak namun mulutnya terlebih dahulu di bungkam dengan sangat kuat.
Aruna bisa mencium bahwa orang yang membungkam mulutnya ini tengah mabok, Aruna memberontak membuat orang dibelakang tubuhnya berdecak kesal.
"Diam, si*lan! "
Suara itu, Aruna kenal. Matanya membelalak saat kepalanya menoleh ke belakang, Tama- laki-laki itulah pelakunya.
Aruna semakin memberontak, yang mana itu membuat Tama yang tengah mabuk berat sangat kesal, laki-laki itu mencekik kuat leher Aruna. Membuat tubuh Aruna melemas seketika, lehernya sakit, pasokan pernapasan nya terhenti.
"Makanya diam kalau gak mau mati kehabisan nafas. " sentak Tama di depan muka Aruna, matanya yang memerah karena mabuk menatap tajam Aruna yang tengah memejamkan matanya ketakutan.
Tama mengedarkan pandangannya pada penjuru gang sempit, mencari tempat untuk menuntaskan keresahannya. Tama diberikan obat perangsang pada minuman alkoholnya hingga kini dirinya tampak begitu uring-uringan.
Daren, si*lan! Laki-laki sialan itu yang mencampurkan minumannya dengan obat perangsang, membuatnya kini tampak begitu kesetanan, butuh terpuaskan.
Melihat Aruna yang sudah tidak memberontak. Tama dengan rakus mencium kasar bibir tipis itu dengan penuh nafsu. Tama sadar, sangat-sangat sadar malah, namun nafsu menguasai membuatnya menjadi manusia tak bermoral, memperkosa perempuan dengan kasar seperti binatang buas yang menemukan mangsanya.
Menarik Aruna ke sudut tembok dengan masih terus mencium kasar Aruna. Dan hal selanjutnya sudah kalian bayangkan sendiri bagaimana terjadi selanjutnya. Raungan kesakitan Aruna di malam itu tidak membuat Tama kasian dan memberhentikan aksi bejatnya.
-Flashback end-
•
•
•