Kisah seorang gadis pembenci geng motor yang tiba-tiba ditolong oleh ketua geng motor terkenal akibat dikejar para preman.
Tak hanya tentang dunia anak jalanan, si gadis tersebut pun selain terjebak friendzone di masa lalu, kini juga tertimbun hubungan HTS (Hanya Teman Saja).
Katanya sih mereka dijodohkan, tetapi entah bagaimana kelanjutannya. Maka dari itu, ikuti terus kisah mereka. Akankah mereka berjodoh atau akan tetap bertahan pada lingkaran HTRS (Hubungan Tanpa Rasa Suka).
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zennatyas21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. Jadi Pemain Film?
Hari berganti dengan cepat, di malam kemudian pukul 20.00 WIB, Salsha bersama Zidan hadir di markas Geoxsa Andaran.
Di hari libur kuliah memang selalu mereka gunakan untuk berkumpul dan bersilaturahmi layaknya seperti keluarga besar.
Markas yang tak hanya muat untuk seratus orang itu didatangi pula oleh para generasi baru Geoxsa Andaran versi junior. Tentunya anak-anak muda yang memiliki jiwa semangat tinggi.
"Si junior gimana? Aman semua 'kan? Gimana sekolahnya hari ini? Banyak PR apa banyak urusan organisasi?" tanya Erlangga, seperti biasa ia menjadi orang paling utama setelah Zidan yang berbicara.
Para junior yang tengah duduk sambil sibuk dengan aktivitas masing-masing pun seketika mendongak, berbalik badan ke arah generasi GEAN pertama.
"Aman, Bang. Untuk saat ini sih kita lagi sibuk-sibuknya bikin film, jadi rencananya kita mau bikin ..." Sebelum salah satu junior bernama Alfian sebagai ketua geng baru melanjutkan ucapannya, ia menatap anggotanya.
"Anu, bikin ... Nih, maaf banget ya, para Abang-abang kita ada rencana bahkan sekarang lagi proses pembuatan film yang dimana kalian para senior yang jadi aktornya. Duh, sebenarnya berat banget, Bang. Jujur, gue agak takut ngomongnya, apalagi tiba-tiba gue main ambil kalian buat jadi aktor di film kita." ucap Alfiansyah Putra.
Senior pun saling menatap satu sama lain. Wajah mereka terpampang santai dan biasa saja.
"Ngapain harus takut, Al? Yaudah, kalo lo ngerasa kita perlu bikin film dan lo milih kita yang jadi aktornya mah gak masalah juga buat gue. Malah bagus buat kesibukan selain kumpul sama sekolah." ujar Zidan.
Semua pun tersenyum begitu mendengarkan ucapan Zidan yang mengizinkan para generasi baru untuk berkreasi lebih banyak selain menjadi anak tongkrongan.
"Kalo bikin adegan sekarang boleh gak, Bang?" tanya Alfian.
Erlangga dengan sahabatnya terkejut tak menyangka.
"Buset, langsung digas gak tuh? Cepet amat, Al?" kata Andi heran.
"Hehe iya, Bang. Soalnya udah semangat banget, apalagi scene Bang Zidan disia-siakan sama Kak Salsha, trus Bang Zidan dikeroyok geng motor brengsek. Terus ..."
"Berarti konsepnya lo bikin gue kenapa-napa biar Salsha khawatir gitu, ya?" sahut Zidan memotong penjelasan Alfian.
Laki-laki berumur belasan tahun tersebut menyengir tanpa berdosa.
"Terus Bang Zidan dipukul pake balok sampe pingsan, dan Kak Salsha langsung khawatir tuh pas Bang Zidan gak sadarkan diri kan. Nah, disitulah Kak Salsha nangis kejer. Kemudian, Kak Salsha telpon Bang Haikal, dikabarin sampe dijemput terus dibawa ke rumah sakit. Adegan di rumah sakit itu Bang Zidan sadar, terus dia lihat Kak Salsha." ujar Alfian.
Salsha, Meisya dan Cindy serta para perempuan lain terkekeh heran sambil mendengarkan.
Sementara Zidan yang duduk di dekat sebelah Salsha tetap santai.
"Bang Zidan bilang ke Kak Salsha, bilangnya tuh kek yang kenapa di sini gitu. Terus bilang gak papa tinggalin aja, jauhin juga gak papa gitu."
"Itu mah gue full drama banget ya, emangnya harus banget gue ngelakuin itu, Al?" tanya Zidan.
"Alfian ini gue rasa lo suka adegan berantem sama sakit dan celaka gitu kan? Bukan gue gimana ke lo ya, cuma cerita lo itu udah bagus, minusnya gue yang gak bisa se-sedih itu buat memerankan karakternya." jawab Salsha angkat bicara.
Alfian menatap Salsha dari kejauhan. "Ya maaf, Kak. Bukan maksud gimana ya, tapi gue sukanya gitu."
"Kalo kata gue mah lo harus belajar ke Salsha dulu, Fi. Karena dia juga penulis, yakali lo suruh dia akting." celetuk Meisya ikut nimbrung.
Erlangga sontak jadi ikut memperhatikan saat Meisya bergabung dalam obrolan tersebut.
"Kata gue mah tanpa mereka akting juga udah suka ribut begitu. Malahan Zidan sampe kecelakaan berapa kali tuh," timpal Erlangga.
Di sela-sela semuanya tertawa, Salsha dengan jailnya tiba-tiba membungkam mulut Zidan yang tengah berdiam menyimak.
Karena itu semua anak-anak jadi memperhatikan ke arah Salsha yang bahkan tidak mendapatkan reaksi apapun dari Zidan.
"Gue baper, suerr." bisik generasi muda yang cewek.
"Meskipun cuma enam detik, tapi Bang Zidan beneran gak marah atau nyingkirin tangan Salsha." sahut generasi baru laki-laki.
Usai tak lagi dibungkam, Zidan menatap Salsha dengan tatapan tulus. Manusia yang di dalam markas itu seketika berteriak salting.
"Aduh! Salting berat guys!"
Sedetik kemudian Salsha mendengus.
"Apaan dah, pada salting sendiri."
"Emang tatapan gue kenapa, Sal?" tanya Zidan pada Salsha.
Perempuan itu justru berpikir sejenak. "Keliatan tulus gitu sih, makanya mereka pada salting."
"Tapi gue kan emang tulus sama lo, gue gak bisa jauh dari lo. Sekalipun lo kadang nyebelin, tapi gue sayang."
Lagi dan lagi, ucapan Zidan kembali membuat anggotanya berteriak meriah akibat sang ketua yang selalu menghibur.
"Parah dah, parah. Jadi ini niatnya mau gimana?" tanya Eza.
Alfian berdiri. "Langsung bikin adegan aja gimana, Bang? Gue udah greget gitu sama bagian paling nyeseknya." katanya sembari tertawa kecil.
Namun, Zidan justru menoleh ke Salsha.
"Gimana? Kamu mau ngelakuin apa gak? Ya hitung-hitung buat bantu mereka berkarya sih." ucap Zidan.
Salsha masih berpikir untuk memutuskan. Tak berselang lama ia menghampiri Zidan. Sampai dirinya pun menatap laki-laki itu.
"Aku mau sih, cuma takutnya nanti kalo misalkan kamu kenapa-napa beneran gimana? Intinya tawuran 'kan? Dikeroyok gitu gak mudah adegannya loh," Dengan mata yang sudah berkaca-kaca, Salsha mengkhawatirkan Zidan.
Sedangkan yang dikhawatirkan malah tersenyum sambil memegang kedua bahu Salsha dengan sangat lembut.
"Kamu penulis juga 'kan? Pastinya semua udah diatur, dari segala gerakan buat berantem itu pasti diatur dulu. Kalo aku harus yang kalah, berarti mereka serang aku sampai babak belur. Tapi ... Itu gak beneran dipukul, paling gak dipukul pelan gitu atau malah gak kena. Aku tau kamu takut sama adegan seperti tawuran seperti ini, tapi kamu yakin sama ya? Kita semuanya aman kok, akan baik-baik aja."
Salsha tiba-tiba langsung berusaha berani saat markas kedatangan Meisya dan Cindy. Ya, memang temannya itu tidak datang bersamanya.
"Ya oke, gak papa kok. Gue paham sama cara buat main kayak gitu, mau dimulai kapan?" tanyanya.
Meisya dengan Cindy berjalan mengarah ke Salsha.
"Hai, Sal. Maaf ya, gue baru bisa dateng jam segini. Jujur, gue tadi lagi banyak kesibukan." ucap Meisya.
Cindy pun mengajak bersalaman dengan Salsha.
"Iya gak papa, Sya."
"Maaf juga ya, Sal. Aku lama ke sini, karena emang lagi banyak sibuknya." ujar Cindy.
Salsha mengangguk paham.
"Iya, gak masalah kok, Cin."
Satu jam setelah pembuatan adegan film karya Alfian serta anak-anak generasi baru, Salsha dijemput oleh Haikal.
Dirinya pun dengan segera menghampiri kakaknya di halaman depan yang luas.
"Kakak kok lama?" Bahasa Salsha dalam memanggil Haikal seketika berbeda.
Hal itu sontak membuat laki-laki berumur 24 tahun mengernyit bingung. "Kamu kenapa? Kok kayak diem gini sih? Ada masalah? Atau ada yang gangguin kamu?"
"Gak papa kok, cuma capek aja. Mungkin sebentar lagi aku mau pulang, Kak." katanya, raut wajahnya sedih.
"Ck, pasti gara-gara Zidan 'kan? Kamu diapain sama dia?!"