NovelToon NovelToon
Kehidupan Ke Dua

Kehidupan Ke Dua

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Reinkarnasi / Akademi Sihir / Dunia Lain
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: NAYTHAN

— Lanna Xevellyn, gadis berusia 17 tahun itu harus mengalami kecelakaan maut yang membuat nyawanya melayang ketika menolong seorang anak kecil di jalanan.

Tetapi apakah memang Lanna benar-benar sudah tewas atau ternyata gadis itu masih hidup? Atau bagaimana tentang dirinya yang ternyata menjalani kehidupan keduanya untuk menggantikan peran orang lain yang sudah mati?

Ya, itulah yang di rasakan oleh Lanna. Gadis itu terbangun di dalam tubuh milik orang lain di semesta lain. Di mulai dari tubuh barunya itu, Lanna menjalani babak baru kehidupan keduanya dengan alur kehidupan berbeda yang tidak pernah terpikirkan sekalipun olehnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NAYTHAN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

CHAPTER 21 :

Xavier berdiri di bawah pancuran air. Matanya terpejam merasakan air yang mengalir membasahi seluruh tubuhnya.

"Seharusnya kau tidak memilihku, seharusnya tidak! Kau membuat hidupku jadi tambah lebih sulit, kau tahu?"

Kalimat yang masih terngiang-ngiang di kepalanya. Xavier terus-terusan merasa bersalah dalam diamnya, dia tidak bermaksud untuk menambah kesulitan hidup Lanna selama ini. Belakangan ini pikirannya juga kacau. Tentang Lanna di tambah Ttheo Tinson yang tiba-tiba muncul kembali. Daripada memikirkan dirinya sendiri dia lebih memikirkan bagaimana dengan Lanna ketika Ttheo benar-benar melakukan huru-hara nantinya. Bisa di katakan, jika Lanna kenapa-napa Xavier akan merasa bersalah lebih dari yang dia bayangkan. Karena dirinya menjadi penyebab Lanna berada di dunianya sekarang, karena keegoisannya.

Untuk pertama kalinya Xavier merasa khawatir terhadap seorang gadis. Cuma Lanna cuma gadis itu saja. Tiba-tiba pikirannya teringat pada Ttheo yang menyukai Serena semasa dulunya. Tapi Serena yang sekarang bukan lagi Serena tetapi Lanna, jadi Ttheo sama saja menyukai Lanna karena fisik Serena itu sendiri masih sama. Selang beberapa detik kemudian, dia tersadar. Membuang napas berat nan panjang, Xavier membuka matanya kembali, menyeka air yang mengalir pada wajahnya lalu menyisir rambutnya ke belakang.

Kenapa jadi ke sana pikiranmu, Xavier? Batinnya.

Xavier memakai handuknya yang hanya menutupi bagian bawahnya saja serta bertelanjang dada keluar dari kamar mandi. Ttheo menyukai Serena atau Lanna entah apalah, itu tidak penting baginya. Seharusnya memang begitu. Dan malam ini, dia tahu guru Han mengajak Lanna berjalan-jalan di tengah kota sebab guru Han memberi tahunya sesaat sebelum guru Han mendatangi gedung asrama Lanna.

...----------------...

Guru Han mengajak Lanna untuk makan di salah satu kedai mie favoritnya. Kedai mie yang tempatnya tidak terlalu besar, sudah beroperasi sejak dulu dari guru Han masih kecil dan satu-satunya yang mempertahankan suasana tradisional di tempat kedai mie tersebut hingga sekarang. Bahkan sang pemilik yang juga sekaligus turun tangan memasakan setiap sajian mienya pun sangat hapal dengan guru Han. Seorang pria yang sudah berumur, beruban serta keriput itu menyapa langsung guru Han dan Lanna baru yang saja mendaratkan bokongnya.

Guru Han memesan dua mangkok mie dan di kedai tersebut memang hanya memiliki satu jenis menu saja dan itulah yang menjadikan kedai mie di tempat tersebut nampak unik namun juga melegenda. Kemudian tidak lama, mie yang mereka pesan pun datang. Lanna menatap hidangan mie di hadapannya. Mie dengan sajian toping yang seperti mie kuah pada umumnya saja.

Slruup... Slruup...

"Memang rasanya selalu enak. Tidak pernah berubah, rasa yang selalu konsisten, yo!" puji guru Han.

Lanna menatap guru Han yang yang terlihat begitu nikmat menyantap hidangan mie tersebut. Lalu mengamati ke sekitarnya, orang-orang juga memberikan reaksi yang sama seperti guru Han. Apa iya memang seenak itu? Lanna juga jadi penasaran akhirnya. Padahal mienya juga terlihat biasa saja.

"Selamat makan," ucap Lanna.

Slruuup...

"Wah, ini enak!" Puji Lanna juga, matanya pun nampak berbinar-binar menatap guru Han. "Guru, ini enak sekali. Kenapa guru tidak mengajakku ke sini dari kemarin? Ini enak!" Lanna kembali menyantap mie teresebut.

"Yo, sudah ku duga akan cocok dengan lidahmu," sahut guru Han tersenyum melihat Lanna yang begitu lahap. Bersyukur jika Lanna menyukainya. "Biasanya aku akan mengajak Xavier kemari. Hanya Xavier. Serena tidak suka mie,"

Mendengar nama Xavier di sebutkan mendadak Lanna tersedak hingga terbatuk-batuk. Guru Han segera memberikannya segelas air dan Lanna menenggaknya perlahan.

"Begitu," kata Lanna agak kikuk, masih berdehem bermaksud melegakan tenggorokannya yang masih agak serak.

"Aku tahu kau mengalami kesulitan selama ini dan untuk latihan yang tadi kau tidak mendapatkan bola kristal, itu tidak mengapa," ucap guru Han langsung pada intinya.

Lanna meletakan sumpitnya, pandangannya yang menunduk perlahan-lahan menatap guru Han yang tengah tersenyum padanya. Senyuman yang belum pernah Lanna lihat sebelumnya.

"Iya, aku sangat kesulitan. Aku juga sebenarnya malu tadi," ungkap Lanna.

"Xavier banyak bercerita. Dia selama ini selalu merasa bersalah padamu karena dia kau jadi tambah sulit. Karena Xavier tahu latar belakang kehidupanmu semasa dulu. Anak lelaki itu dapat memahami perasaan sulitmu karena dia juga pernah mengalami kepahitan dalam hidup,"

Lanna menundukkan pandangannya.

"Aku tidak merasa malu tentang kau yang tidak mendapatkan bola kristal. Itu hanya hal kecil. Memang tidak mudah menjadi orang lain. Kau hebat Lanna, kau dapat bertahan hingga hari ini. Aku sebagai guru kalian berdua, meminta maaf jika kau memang kesulitan menjalankannya. Terimakasih. Tetapi jika memang pada akhirnya kau sudah tidak kuat lagi, kau boleh memutuskan sebuah keputusan,"

Lanna menatap guru Han, seolah tidak percaya dengan apa yang di katakan guru Han padanya. "Apa maksudnya guru?"

"Sebuah pilihan, kau boleh membuat sebuah pilihan. Pilihan pertama, Kau boleh berhenti menjadi penyihir muda dan menjalankan kehidupanmu sebagai manusia biasa. Pilihan kedua, kau tetap bertahan dan menjalankan kehidupanmu sebagai penyihir muda,"

Gadis itu hanya bisa diam seraya mencerna pilihan yang di buat oleh guru Han. Jujur, untuk saat ini dia malah merasa bingung ingin memilih pilihan apa untuk sebuah keputusan apa yang akan di layangkannya. Jika sekarang, ini terlalu mendadak.

"Guru, aku butuh waktu untuk memutuskan. Beri aku waktu sebentar untuk memikirkannya dan ketika sudah, aku akan membicarakannya pada guru nanti," tawar Lanna, bernegosiasi.

"Baiklah, aku tidak memaksa. Semua ada pada keputusanmu nantinya dan kau sudah besar, aku yakin kau akan memilih keputusan tetap untuk dirimu sendiri,"

Dan Lanna pun mengangguk paham di lanjutkan dengan mereka yang kembali menyantap mie.

"Kau ingin meminta tambahan kuah?" Tanya guru Han.

Lanna menggeleng seraya tersenyum. "Tidak guru, ini sudah cukup terimakasih,"

...----------------...

Lanna masuk ke dalam gedung asrama milik Xavier, berjalan di koridor asrama yang sudah sangat sepi dan gelap. Satu tangannya membawa mie yang sudah di bungkus untuk anak lelaki itu.

"Eum, guru? Tolong pesankan satu untuk Xavier,"

Dia berhenti, berdiri di tengah-tengah koridor tepatnya di depan pintu kamarnya Xavier. Mencangkolkannya pada kenop pintu dan pergi begitu saja tanpa berniat menyapa Xavier terlebih dahulu.

Tepat setelah beberapa menit Lanna meninggalkan tempat itu, tidak lama kemudian Xavier keluar dan melihat sebungkus mie yang menggantung di kenop pintu kamarnya. Dia tahu dari bentuk bungkusannya saja pasti dari kedai mie favorit guru Han, tetapi mungkinkah itu guru Han yang memberikannya? Tadinya Xavier ingin keluar sebentar ada perlu tetapi akhirnya tidak jadi. Dia memutuskan untuk masuk lagi ke dalam kamarnya sembari membawa mie tersebut.

Ponselnya berbunyi menandakan pesan masuk. Xavier menaruh mie itu di atas meja belajarnya lalu beralih mengambil ponsel yang tergelatak di atas ranjang tempat tidurnya.

"Untukmu,"

Isi pesan dari Lanna yang terlihat singkat, jelas dan padat sekaligus dingin. Meskipun begitu, Xavier tetap mengucapakan kata terimakasih kepada Lanna walaupun dia tahu gadis itu tidak akan membalasnya.

...----------------...

Keesokannya, mereka berdua, Lanna dan Xavier berlatih lagi seperti biasa. Xavier di dampingi asisten Rosie sementara Lanna berlatih bersama guru Han. Telekinesisnya memang belum sempurna tetapi meski begitu kekuatan penyembuhnya sudah mulai sinkron pada Lanna. Itu terlihat ketika tubuh Lanna mengalami beberapa luka di bagian area tertentu tubuhnya dan tidak lama kemudian lukanya memulih dalam hitungan detik. Xavier, sudah pasti memperhatikan dan tanpa sepengetahuan Lanna lelaki itu tersenyum bangga untuknya. Walaupun ya, hubungan mereka masih dingin, Lanna belum juga berbicara kepadanya.

Dan malam besoknya, sekolah kembali mengadakan latihan gabungan antar kelas dan mereka harus mengumpulkan bola kristal seperti biasanya. Lanna berdiri di sebelah Xavier menatap lurus ke depan mendengar arahan dari sang pengajar walaupun terdengar agak membosankan baginya. Dia juga menatap tajam ke arah Lilly yang balas menatapnya juga dengan tatapan sinis di sertai senyuman remeh dan angkuh.

Setelah sang pengajar selesai menjelaskan di depan, semua murid-murid pun mulai bergerak menuju hutan. Lanna, gadis itu tidak lagi peduli dengan murid-murid di sekitarnya. Dia hanya lari dan terus berlari untuk menemukan snomster, mengalahkannya lalu mendapatkan bola kristal.

Xavier berdiri di bawah salah satu pohon, dia kemudian bersiul memanggil salah satu hewan yaitu seekor burung hantu yang terbang datang ke arahnya, bertengger di atas dahan pohon tempatnya berdiri.

"Ada apa kau memanggilku?" Tanya burung hantu itu pada Xavier.

"Tolong kau ikuti gadis yang bernama Lanna Xevellyn untukku, gadis itu menempati tubuhnya Serena Lyra," jawab Xavier.

"Baiklah,"

"Terimakasih,"

Burung hantu itu pun pergi. Terbang mencari keberadaan Lanna. Dan Xavier, lelaki itu mendapatkan penglihatan melalui burung hantu tersebut melalui pikirannya agar jejak Lanna tidak menghilang sekaligus dirinya lebih mudah memantau gadis itu.

Sedangkan Lanna, dia benar-benar fokus mencari keberadaan snomster dan kemudian mendapatkannya satu. Dia hanya mengandalkan sebuah pisau kecil yang terdapat pada holsternya, mengambilnya dari gudang tempat khusus menyimpan senjata. Dan Lanna bergerak lebih banyak menggunakan fisiknya tanpa inti sihir meski harus sangat bersusah payah mengalahkan snomster tersebut. Namun beruntungnya, kekuatan penyembuh dari penyeimbang sihirnya sudah benar-benar bekerja pada tubuhnya. Beberapa kali tubuhnya terhempas karena amukan snomster, membentur bahkan terseret ke atas tanah hingga melukai tubuhnya tetapi Lanna masih tetap berusaha untuk bangkit bersamaan dengan lukanya yang juga memulih. Hingga Lanna akhirnya mengalahkan snomster lebih dari satu, setidaknya 3 bahkan lebih dari itu.

Xavier yang akhirnya menyudahi pencarian bola kristalnya memutuskan untuk melihat Lanna langsung. Menggunakan teleportasinya Xavier bergerak mendatangi Lanna diam-diam, gadis itu sedang bertempur melawan satu snomster. Awalnya Xavier merasa sangat khawatir tetapi ketika Lanna dapat mengalahkan satu snomster yang berukuran cukup besar itu lagi-lagi membuatnya merasa bangga. Xavier seperti melihat asisten Rosie kedua, Lanna terlihat sangat tangguh dengan usaha kerasnya.

Kemudian Xavier kembali mengikuti kemana langkah Lanna pergi dengan gerakannya yang penuh kehati-hatian agar tidak ketahuan. Tepat setelah itu, Lanna tidak sengaja bertemu dengan Lilly, orang yang sangat Lanna tidak sukai itu saat di tengah-tengah perjalanannya mencari keberadaan snomster lainnya. Xavier memperhatikan dari atas dahan pohon.

"Wah, apa ini? Aku menemukan si kutu payah. Ck, sial sekali aku malam ini," celoteh Lilly menatap Lanna remeh sembari bertepuk tangan. Dia juga menatap tas bola kristal milik Lanna yang penampakannya nampak sedikit berisi.

Sambil bersedekap dada, Lilly berjalan menghampiri Lanna. Gadis itu tertawa sinis. Xavier, tentu saja dia merasa geram terhadap Lilly. Dia juga khawatir mental Lanna akan terguncang lagi nantinya.

"Sudahlah, semuanya juga sudah tahu kau sudah sepayah ini. Aku sarankan kau lebih baik keluar dari celestial dan menjalani kehidupanmu sebagai orang biasa saja. Itu sangat cocok denganmu. Kau ini penyihir cacat, kau cacat. Sekarang kau cacat, kau mengerti? Lagipula mana bisa orang payah sepertimu tanpa inti sihir—"

"Katakan hal itu pada asisten Rosie juga," potong Lanna cepat.

"Apa?" Kata Lilly pura-pura tidak mengerti.

"Aku bilang, katakan hal itu pada asisten Rosie juga," Lanna mengulang kalimatnya lagi penuh penekanan.

"Kenapa harus?" Respon Lilly.

"Dan kenapa tidak?" Balas Lanna.

Melihat bagaimana ekspresi wajah Lanna yang datar namun mengintimidasi membuat Lilly merasa sedikit terpojok. Apalagi Lanna menatapnya dengan sikapnya yang nampak tenang membuatnya merasa tidak nyaman, tidak berani menatap Lanna lama-lama.

"Kenapa kau menatapku begitu?"

"Kenapa? Kenapa? Ada yang salah dengan itu?"

"Kau seperti bukan Serena Lyra yang suka meledak ketika ada yang mengganggunya,"

"Oh, ya? Ini masih aku, kok," Lanna menatap Lilly dengan intens dengan senyumannya agak menyeramkan.

Lanna berjalan perlahan ke depan membuat Lilly mau tidak mau berjalan mundur, dia benar-benar merasa terpojok.

"Kalau kau bisa mengatakan hal seperti tadi, seharusnya kau bisa mengatakannya juga pada asisten Rosie. Kau pikir asisten Rosie bagaimana, hm? Oh, merasa si paling sempurna ya, kau? Aku bisa bergerak sejauh ini tanpa adanya inti sihir dan kau bergerak sejauh ini karena mengandalkan inti sihirmu. Dan jika inti sihirmu menghilang, kau yakin kau akan bisa bertahan seperti kami? Terlihat siapa yang akan payah di sini. Jika memang Serena selama ini bersikap sombong, ternyata kau tidak berbeda jauh darinya malahan kau jauh lebih busuk,"

"HEI, KAU—"

Lanna menarik kerah Lilly kencang.

"Dengar, kau tidak perlu berceloteh banyak. Tanpa kau suruh pun aku memang berniat untuk keluar dari sini. Jadi tutup mulutmu, Lilly Swan!" Ucap Lanna dengan menyebut nama gadis itu penuh tekanan.

Lanna menghempaskan kerah Lilly kesal, berjalan menabrak bahu Lilly membuat tubuh gadis itu terhuyung hampir terjatuh. Sedang Lilly tidak bisa berkata apa-apa, wajahnya memerah menahan rasa malu.

...----------------...

Apa maksudnya keluar dari sini? Batin Xavier.

Xavier tidak lagi mengikuti Lanna, dia belok ke arah lain masih melompat dari dahan pohon ke dahan pohon lainnya. Sejak tadi pikirannya hanya berkecamuk mengenai Lanna. Bersamaan dengan itu, bunyi ledakan kembang api di udara terdengar. Pertanda bahwa latihan sudah selesai yang mengharuskan mereka kembali ke sekolah.

Sesampainya di sekolah, Xavier dan Lanna berdiri bersebelahan seperti biasa. Mereka semuanya sudah berkumpul di lapangan membawa bola kristal mereka masing-masing. Dan ketika Lanna maju menaruh tasnya di atas meja, sang pengajar yang membuka tasnya tersenyum kepada Lanna sebab cukup banyak bola kristal yang Lanna bawa kembali ke sekolah. Sempat Lanna melirik tajam ke arah Lilly sekilas ketika kembali ke tempatnya lagi dan gadis berambut keriting itu hanya bisa membuang wajahnya ke arah lain

Setelah semuanya selesai mereka kembali ke asrama masing-masing. Seperti biasa, Lanna lagi-lagi tidak berbicara sama sekali kepada Xavier. Dia masih nampak begitu dingin dan Xavier jadi benar-benar sungkan untuk mengajak Lanna berbicara lebih dulu, dia merasa seperti orang bodoh. Di satu sisi lainnya baru kali ini dia memikirkan hal yang sebenarnya tidak perlu di pikirkan dengan keras. Sikapnya sangat berbeda kepada Serena kala itu, dia sangat tidak peduli tetapi berbeda jika itu Lanna. Xavier baru sadar akan hal itu.

Sempat Xavier ingin menghentikan langkah Lanna namun dia urungkan niat tersebut dan berakhir hanya bisa menatap punggung Lanna dengan langkah gadis itu yang mulai menjauh.

"Baiklah, jika memang kau masih butuh waktu," ucap Xavier.

...****************...

1
Retno Isma
jgn Hiatus ya....
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!