Fariq Atlas Renandra seorang pria yang berprofesi sebagai mandor bangunan sekaligus arsitektur yang sudah memiliki jam terbang kemana-mana. Bertemu dengan seorang dokter muda bernama Rachel Diandra yang memiliki paras cantik rupawan. Keduanya dijodohkan oleh orangtuanya masing-masing, mengingat Fariq dan Rachel sama-sama sendiri.
Pernikahan mereka berjalan seperti yang diharapkan oleh orang tua mereka. Walaupun ada saja tantangan yang mereka hadapi. Mulai dari mantan Fariq hingga saudara tiri Rachel yang mencoba menghancurkan hubungan itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naga Rahsyafi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Delapan Belas
Beberapa menit sudah berlalu, Fariq duduk sambil menatap Rachel. Dia masih mencoba untuk menyadarkan dirinya yang sedang menahan kantuknya.
"Sekarang Mas mandi. Bentar lagi Mama pasti keluar dari kamar. Kita makan pagi bareng." Rachel pun ikut duduk
"Mau peluk dulu."
"Nanti kita telat, Mas. Rachel ada jadwal hari ini."
Fariq membelakangi Rachel, wanita itu masih menunggu apa yang akan dilakukan oleh suaminya.
"Mas."
Rachel melihat jika Fariq mulai turun dari atas ranjang, langkah pria itu mulai menjauh hampir dekat dengan kamar mandi. Tiba-tiba Rachel mengernyitkan dahinya ketika Fariq menoleh kearahnya.
"Kenapa lagi hm? Mandi terus Mas."
"Kok nggak dipanggil?" tanya Fariq.
"Hahaha ..." Rachel tertawa terbahak-bahak, baru satu hari menjadi istri. Dia sudah melihat kelakuan manja dari suaminya.
"Ya udah sini ..."
[] [] []
Fariq Atlas Renandra sedang bekerja di sebuah proyek pembangunan hotel milik mertuanya. Dia pun baru tau jika ayah dari istrinya adalah seorang pria yang sering memberinya sebuah pekerjaan.
Laki-laki itu baru saja turun dari atas gedung yang sedang dibangun. Beberapa orang dibawah sana sudah menunggu kehadirannya.
"Pa," ucap Fariq ketika melihat sang mertua datang.
"Gimana, Ariq? Lancar?"
"Seperti yang Papa lihat. Hotel Papa udah rampung."
"Kerja yang bagus, Nak." Ryan menepuk pundak pria itu.
"Tumben Papa datang ke sini?"
"Jadi begini, berhubung kamu ternyata menantu Papa. Papa akan serahkan sepenuhnya tentang hotel ini sama kamu."
"Maksudnya Papa gimana? Ariq nggak paham. Ini 'kan memang pekerjaan Ariq."
"Untuk ke depannya. Papa nggak akan datang ke sini lagi. Kamu urus semuanya, Papa percayakan sama kamu."
"Tapi 'kan Ariq di sini cuma-"
"Jangan membantah!"
"Iya, Pa."
"Nanti untuk urusan gaji karyawan. Itu urusan Papa."
Fariq ditinggalkan oleh mertuanya dan juga rombongan pria itu. Mereka melihat-lihat bangunan yang sudah hampir rampung tersebut. Sedangkan Fariq kembali melakukan aktivitasnya seperti biasa.
Tidak sampai satu jam lamanya, Ryan kembali menghampiri menantunya untuk berpamitan pulang. Laki-laki paruh baya itu sudah yakin menyerahkan tentang hotel tersebut kepada suami dari anak kandungnya. Bahkan ia berencana jika hotel tersebut akan ia jadikan sebagai hadiah pernikahan untuk Rachel.
Tidak sampai setengah jam Ryan pergi dari tempat itu. Fariq yang tengah sibuk mengobrol dengan para pekerja tiba-tiba diganggu oleh suara ponsel yang dari tadi berdering.
"Angkat dulu, Pak. Siapa tau dari istri," goda salah satu pekerja.
Fariq hanya melemparkan senyuman manisnya. "Baiklah, kalian bisa bekerja kembali."
Laki-laki itu menghindari orang-orang tersebut untuk menjawab telepon dari seseorang. Benar saja, senyum Fariq terukir jelas ketika melihat nickname yang ada di layar ponselnya.
"Istri Terbaikku," ucapnya tanpa sadar.
"Assalamualaikum, istriku." Fariq memberikan salam setelah menjawab telepon itu.
"Waalaikumsalam, Mas," jawab seorang wanita.
"Kenapa hm? Istriku perlu apa?"
"Mas mau dibawain apa. Rachel mau ke tempat kerja Mas."
"Bawain, hehehe ..."
"Ha!" Rachel yang sedang fokus menyetir malah kebingungan sendiri. "Kok ketawa sih."
"Bawain Mas susu, sayang."
"Jangan aneh-aneh deh. Bentar lagi Rachel sampai. Mas tungguin ya."
Sambungan telpon pun terputus, Rachel kembali fokus menyetir mobilnya. Sebelum datang ke tempat kerja suaminya, lebih dulu wanita itu membelikan makanan kepada Fariq.
[] [] []
Fariq Atlas Renandra sedang menunggu istrinya datang. Saat ini ia duduk dibangunan hotel bagian bawah yang sudah selesai. Cuaca masih sama seperti hari-hari sebelumnya, terasa panas menyengat hingga ke kulit.
Pandangan Fariq tertuju pada seorang wanita berpakaian rapi layaknya seorang dokter. Dia tersenyum sumringah ketika melihat istrinya mulai mendekat kearahnya.
"Mas, Ariq."
"Kenapa parkirnya jauh?" tanya pria itu.
"Nggak apa-apa. Banyak debu di sini."
Fariq segera menarik tangan wanita itu. "Ayo!"
"Ayo, kemana?"
Bukannya menjawab, Fariq malah tersenyum simpul membuat Rachel menatap aneh kearah suaminya.
"Tadi 'kan kamu nawarin sesuatu sama Mas. Jangan bilang lupa."
"Enggak, ini makanannya." Rachel memperlihatkan bungkusan yang dia bawa untuk diberikan kepada suaminya.
"Bukan makanan Rachel."
"Terus apa?"
Fariq mendekat kepada wanita itu dan mengusap pelan bibir istrinya.
"Mas ... Jangan dulu, tempat umum ini."
"Kan sama istri sendiri." Fariq masih membela dirinya.
"Jangan, banyak pekerja di sini."
Fariq pun menghembuskan napasnya dengan perlahan. "Ya udah ... Sekarang kita makan." Ucap lelaki itu pasrah.
[] [] []
Vina baru saja pulang dari rumah sakit setelah ia melakukan tugasnya sebagai seorang dokter pada tempat itu. Dia tidak langsung pulang ke rumah orangtuanya, melainkan pergi ke suatu tempat, butik milik mamanya. Karena ia yakin wanita itu masih disana pada jam seperti ini.
"Mami ..."
Terdengar suara orang dari luar, Ratna tau itu adalah suara anaknya. Namun ia masih sibuk membereskan baju-baju yang ada di butiknya. Setelah bekerja di rumah sakit, Vina ingin lebih banyak mengobrol dengan ibunya, karena itulah dia datang menemui wanita itu.
"Mami lagi ngapain?" tanyanya.
"Kamu yang ngapain? Datang ke sini langsung peluk!"
"Eummm ... Vina mau ngobrol sama Mami."
"Ngobrol apa hm?" tanya Ratna.
"Mami tau nggak." Vina melepaskan pelukannya pada tubuh wanita itu. "Vina lagi suka sama cowok."
Sejenak Ratna menoleh kearah anaknya. "Bagus dong. Kenalin sama Mami, Papa. Siapa tau cocok."
"Kayaknya dia itu baik banget deh, Mi."
"Lho, kamu belum ketemu sama dia?" tanya Ratna.
"Udah, Mi ... Dari cara dia memperlakukan orang, pasti dia baik banget. Vina bisa lihat itu kok."
"Kalau kamu suka, ajak dia ke rumah. Biar Mami lihat orangnya."
"Tapi dia udah punya pasangan." Kembali Ratna menoleh kearah Vina. "Pacarnya Rachel." Ungkap Vina.
Ratna langsung berubah mimik muka. "Jangan Vina. Mami nggak mau berurusan sama mereka lagi."
"Ini kan urusan Vina, Mi."
"Sama aja ... Kamu jangan aneh-aneh. Malah suka sama pasangan Rachel. Nanti yang ada menambah masalah lagi."
Baik Vina maupun ibunya, mereka sama sekali tidak mengetahui bahwa Rachel sudah menikah. Ryan tidak memberitahu karena baginya tidak akan penting untuk anak dan istrinya.
"Tapi, Mi. Vina suka lihat dia waktu pertama kali Vina lihat-"
"Cukup Vina! Rachel itu Kakak kamu. Kamu nggak boleh gitu. Kamu harus hargai dia."
"Enggak. Dia bukan Kakak, Vina. Kita beda ibu."
"Sama aja ... Dia lebih dulu lahir dari pada kamu. Dan kamu harus ingat, kalian itu satu Ayah."
"Mami nggak asik, ah. Padahal anaknya lagi jatuh cinta. Tapi-"
"Vina ... Cukup Mami yang melakukan itu sama Indi. Kamu jangan lagi." ucap Ratna memberikan peringatan kepada anak perempuannya.
"Gini ya, Mami ... Mami nikah sama Papa karena cinta 'kan?" tanya Vina. "Terus apa yang salah sama Vina."
"Vina ... Mami sama Papa kamu sama-sama mencintai. Karena itu kami nikah walaupun waktu itu Mami tau Papa kamu punya istri," ungkap Ratna. "Dan kamu? Memangnya kamu sama pria itu saling mencintai?"
Vina mengangguk cepat. "Iya."
"Mami nggak percaya sama kamu."
Vina mengeluarkan ponselnya. "Itu lihat ... Nomor cowok itu ada sama Vina. Masak Mami nggak percaya."
Vina mendapatkan nomor Fariq sewaktu di rumah sakit Rachel mendadak keluar dari ruangan itu. Karena itulah dia berkesempatan untuk mengambil nomor kekasih saudaranya.
"Vina ... Mami ingetin kamu. Jangan ganggu Rachel. Mami nggak mau kamu ribut sama dia. Cukup Mami aja yang bertengkar sama Ibunya. Kamu jangan!"
"Tapi Vina suka sama pria itu, Mi ... Pokoknya Vina harus dapatin dia."
"Vina ... Jangan sayang, Mami mau kamu tetap akrab sama Rachel. Dia itu baik, nggak pernah satu kata jelek yang Rachel omongin ke Mami."
"Itu menurut Mami. Tapi kalau di depan Vina, dia selalu jelek-jelekin Mami," ungkap Vina.
"Dia ngomongin Mami karena ulah kamu juga 'kan?" tanya Ratna.
Sejenak Vina pun terdiam.
"Udah, ah. Mami nggak asik."
Vina berlalu pergi, wanita itu kesal karena ibunya tidak pernah mendukungnya dalam hal merebut milik Rachel.