apa jadinya kalau seorang istri dari CEO ternama selalu dipandang sebelah mata di mata keluarga sang suami.
kekerasan Verbal sekaligus kekerasan fisik pun kerap dialami oleh seorang istri bernama Anindyta steviona. memiliki paras cantik ternyata tak membuat dirinya di hargai oleh keluarga suaminya.
sedangkan sang suami yang bernama Adriel ramon hanya mampu melihat tanpa membela sang istri.
hingga suatu hari Anin mengalami hal yang membuat kesabaran nya habis.
akan kah Anin dapat membuat keluarga suaminya itu menerima balasan dendam darinya. semua jawaban itu terkuak dari novel ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifa Riris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Anin berjalan masuk kedalam rumah. Akan tetapi langkah kakinya terhenti oleh panggilan ibu dan adik kandungnya.
"Anin!"
Merasa namanya di panggil. Anin langsung menghentikan langkah kakinya sembari berbalik ke sumber suara.
"Kalian? Ngapain kalian kesini?"
Plakk
Pukulan cukup keras mendarat begitu saja di pipi mulus Anin.
Belum sempat Anin menanyakan perlakuan ibunya itu, kini tamparan untuk kedua kalinya kembali mendarat begitu saja.
Plakk
"Dasar anak kurang ajar, tega kamu ngusir kami dari rumah itu ha?" Ucap Ibu Anin.
Sedangkan Arin hanya diam sambil menatap sinis kearah Anin.
Keributan di luar rumah itu, membuat mama mertua sekaligus Nita adik ipar Anin keluar dari rumah.
Bertepatan itu mobil Ariel juga telah terparkir.
Plakk
Plakk
Tamparan cukup keras, berkali-kali melayang begitu saja di pipi mulus Anin.
Anehnya gadis itu diam tak melawan tamparan yang ibu kandungnya itu berikan.
"Cukup!" Sentak Adriel.
Mendengar suara sang menanti itu pun membuat ibu Anin menghentikan aksi brutal nya pada anak perempuan nya itu.
Adriel pun berjalan kearah Anin berada.
Mata pria itu seakan menatap darah segar yang telah keluar dari sudut bibir Anin.
Perlahan Adriel hendak mengusap darah itu, akan tetapi langsung di hempas begitu saja oleh Anin.
"Jangan sentuh aku!" Sentak Anin.
Dengan tegas Anin berkata. "Apa kalian algojo? Kenapa kalian semua sangat mudah menampar ku?"
"Mbak Anin! Dia ibuk kandung kamu loh mbak. Yang ngelahirin kamu." Sahut Arin.
"Terus? Dengan dia yang ngelahirin aku, dia bisa mukul aku sepuasnya. Aku diem, karna aku ingin lihat. Apa dia masih layak di panggil seorang ibu?"
Tatapan masih dengan penuh amarah, tangan ibu Anin hendak melayang kembali. Akan tetapi, di halau oleh Adriel dengan memasang badan agar Anin tak terkena pukulan lagi.
Melihat perilaku Adriel, membuat Anin tertegun.
"Jangan pukul istri saya lagi." Ucap Adriel.
Mama nya yang seakan tak suka Adriel membela Anin. Langsung menyentak Adriel dengan lontaran kata. "Adriel! Itu urusan keluarga mereka, jangan ikut campur. Lebih baik kita masuk aja, ayok!"
"Dia istri aku ma."
"Mama nggak peduli." Serka mamanya.
"Udah lah kak, nggak usah ikut campur urusan orang miskin. Ayok masuk." Sahut Nita.
Serasa bingung, siapa yang harus ia dengarkan sekarang. Adriel terlihat mulai mengundurkan dirinya untuk melindungi Anin.
Seketika tawa remeh Anin berikan. "Hampir saja aku tertipu." Ucapnya. Kini tatapan Anin berarah tajam kearah Adriel. "Pergi kamu dari sini, mamamu bener. Ini bukan urusan kamu."
"Anin aku.... "
Belum sempat Adriel berbicara. Mamanya langsung menyelak begitu saja. "Adriel! Ayok." Sentak mamanya.
Dengan berat hati Adriel pun masuk kedalam rumah. Meski pandangan matanya masih terarah pada Anin, akan tetapi Adriel memilih mengikuti ucapan mamanya.
Setelah kepergian Adriel dan keluarganya.
Kini ibunya dan Arin kembali meluruskan urusannya pada Anin.
"Sekarang kamu jelasin, apa maksud dari penyitaan rumah itu ha?" Ucap Ibunya.
Dengan santai bahkan tanpa ada rasa ketakutan. Anin pun menjawab. "Bukannya aku sudah bilang ke kalian waktu itu?"
"Jangan berlagak kamu Anin."
"Siapa yang berlagak buk? Bukannya kalian sendiri yang ingin lepas hubungan dari aku?"
Tak ingin kalah bicara dengan anak nya sendiri. Ibunya tetap bersih kekeh, agar terlihat benar. Dan Anin yang salah. "Lalu? Kamu ingin ambil semua yang kamu berikan ke kami, gitu Iyah?"
Tawa simpul Anin berikan. "Apa ibuk dan Arin tetep bisa tinggal di rumah itu setelah membuang aku?"
Arin mengikuti nada bicara Anin yang tetap tenang. "Mbak Anin, meski seberapa kita pengen mbak pergi dari hidup kita. Mbak Anin tetap keluarga bagi kita, dan nggak seharusnya mbak ngelakuin hal ini sama keluarga mbak sendiri."
"Kenapa harus aku? Kamu sehat kan? Kamu nggak pengen kerja? Atau kamu pengen duduk santai di rumah bagus, terus nunggu aku yang ngasih uang, biayain hidup kamu. Terus kamu dan ibuk seneng-seneng ke luar negeri. Yang padahal aku aja nggak pernah berlibur ke luar negeri. " Sahut Anin.
"Mbak iri sama aku?" Tanya Arin.
Ibunya pun ikut menyauti ucapan putri bungsunya itu. "Tentu dia iri, persis kayak anak yang nggak tau diri. Hatinya itu busuk, penuh kedengkian sama adiknya sendiri."
Anin merasa berkali-kali lipat tak ada rasa kekeluargaan dengan keluarga nya itu.
"Aku nggak ingin lagi debat dengan kalian, sekarang aku minta kalian pergi dari sini." Ujar Anin.
Ibunya langsung tersenyum remeh. "Memang nya ini rumah kamu? Kamu memang menantu orang kaya. Tapi kamu sadar nggak, kalau kamu itu nggak pernah mereka anggap."
"Em, aku tau. Dan sangat tau. Maka dari itu aku ingin kalian dan mereka menanggung semua apa yang kalian lakukan dengan ku." Tukas Anin.
"Udah lah mbak nggak usah berlagak seperti itu. Mendingan mbak Anin balikin rumah itu, dan jalanin tanggung jawab mbak kayak biasanya." Ujar Arin.
Serasa tak ada ujungnya berdebat dengan keluarganya itu. Anin langsung mengusap wajahnya dengan kasar. Kepalanya terasa sakit berdebat dengan keluarganya sendiri.
Entah mengapa? Perut Anin tiba-tiba terasa kram. Sangking sakitnya. Hingga membuat Anin ingin memuntah tanpa alasan.
Pandangan Anin pun langsung ia arahkan kearah lain. Dan....
"Huek..."
Melihat itu ibu sekaligus adiknya tak membantu, malah menatap penuh keheranan.
"Buk, dia kenapa?" Bisik Arin.
Dengan ketus dan lantang ibunya menjawab. "Itu karma karna sikap nya yang durhaka sama keluarganya sendiri."
Dengan nafas yang masih tersengal. Anin menatap lemah kearah ibu dan adik nya. "Kalian pergi sekarang, aku nggak mau lihat muka kalian lagi disini."
"Udah sakit, masih aja berlaku kasar sama orang tua." Sahut ibunya.
Perut Anin benar-benar sangat sakit, tapi tetap ia tahan agar mampu untuk menghadapi keluarganya itu. "Aku bilang pergi! Apa perlu aku panggilin satpam buat ngusir kalian?"
"Balikin rumah itu dulu mbak?"
Serasa muak dengan ucapan rumah, rumah dan rumah. Dengan rasa sakit yang kini ia rasakan dalam perutnya. Anin pun berteriak memanggil satpam di rumahnya. "Pak satpam!!!!" Teriak Anin.
"Anin, kamu bener-bener mau ngusir kami?" Tanya ibunya.
"Menurut kalian?"
Tak lama kedua satpam pun datang.
"Iyah buk ada apa?"
"Kalian usir mereka, dan ingat? Jangan biarin mereka masuk kerumah ini lagi."
"Baik buk."
"Lepasin!"
"Lepasin!"
"Dadar anak biadab, sialan, nggak tau diri."
Suara ibu dan adik kandungnya, bahkan cemooh yang mereka lontarkan tak di hiraukan oleh Anin.
Kini Anin memilih masuk kedalam rumah dengan tangan yang masih memegang perut nya.
Ketika hendak menaiki tangga tiba-tiba Adriel datang di sampingnya, dan bertanya. "Kamu kenapa? Perut kamu sakit?"
"Bukan urusan kamu, minggir!" Sentak Anin.
Ketika langkah Anin hendak melangkah menaiki tangga, suara Jessica terdengar di telinganya.
"Mas Adriel!"
Bersambung.
bingung ihhh liat si othor
apa karena bacanya malam2 😂
turut berdukacita sedalam - dalam nya yaa Thor 😔🙏🙏🙏
semoga Othor dan keluarga yg ditinggalkan diberikan keluasan dalam sabar dan keikhlasan menerima takdir dr yg Maha Kuasa 🙏🙏😢
terimakasih juga masih menyempatkan untuk up 🙏🙏🙏🙏
nexxxttt 💞