Pinky, gadis rusuh dan ceplas-ceplos, tergila-gila pada Dev Jaycolin meski cintanya selalu ditolak. Suatu kejadian menghancurkan hati Pinky, membuatnya menyerah dan menjauh.
Tanpa disadari, Dev diam-diam menyukai Pinky, tapi rahasia kelam yang menghubungkan keluarga mereka menjadi penghalang. Pinky juga harus menghadapi perselingkuhan ayahnya dan anak dari hubungan gelap tersebut, membuat hubungannya dengan keluarga semakin rumit.
Akankah cinta mereka bertahan di tengah konflik keluarga dan rahasia yang belum terungkap? Cinta Gadis Rusuh & Konglomerat adalah kisah penuh emosi, perjuangan, dan cinta yang diuji oleh takdir.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Pinky yang masih tidak menyadari keberadaan Dev, terus fokus pada Jos. Wajahnya penuh dengan ambisi, matanya berkilat-kilat memancarkan kebencian yang dalam.
"Besok berita harus tersebar. Selain itu, kau harus buat semuanya berakhir. Aku bergantung padamu!" ucap Pinky dengan nada tegas, memerintah.
Jos, yang sejak tadi mendengarkan dengan saksama, mengangguk kecil. Ia tahu Pinky bukan tipe wanita yang bisa dibantah. "Baiklah, ini termasuk berita besar. Aku tidak menyangka wanita itu adalah pebisnis yang sudah dikenal. Dan tega melakukan hal yang sangat keterlaluan," ujarnya sambil mencatat sesuatu di buku kecilnya.
Pinky tersenyum sinis, bibirnya melengkung dengan kepuasan yang menyeramkan. "Oleh karena itu, aku sangat membutuhkanmu. Dia dan putrinya sangat sombong sekali. Hanya putrinya yang dilecehkan. Menurutku itu masih tidak cukup. Aku ingin induknya tersiksa dan sakit hati. Dan... dengan begitu, papaku itu akan ikut menderita."
Jos menatap Pinky dengan alis yang terangkat. "Kau serius ingin melawan ayahmu? Dia pasti akan mencarimu," tanyanya, nada suaranya setengah tidak percaya.
Pinky mendengus kecil, ekspresi wajahnya menunjukkan bahwa ia tidak peduli. "Dia tidak akan bisa. Aku telah pindah dari rumah lama," jawabnya singkat, seolah itu bukan masalah besar.
Jos mengernyit, merasa heran. "Kenapa bisa begitu cepat?"
"Tentu saja, aku adalah Pinky. Apa yang aku tidak bisa?" jawabnya dengan penuh percaya diri. Ia tertawa kecil, lalu menyilangkan tangannya di dada.
Sementara itu, di meja lain, Dev tengah memotong steak di piringnya. Potongan daging itu hancur karena ia terlalu keras menekannya dengan garpu. Matanya tertuju pada makanannya, tetapi pikirannya melayang jauh, memikirkan gadis yang sejak beberapa waktu belakangan mengganggu benaknya.
"Dev, apa yang kamu lakukan?" tanya Angelina, ibunya, yang memperhatikan tingkah aneh putranya.
Dev terdiam sejenak, lalu berusaha mencari alasan. "Tidak ada, Ma. Belakangan ini gigiku sedikit sulit mengunyah makanan," jawabnya sambil tersenyum tipis, berusaha mengalihkan perhatian Angelina. Namun, hatinya masih fokus pada Pinky yang ia tahu dekat dengan pria itu.
Tidak lama kemudian, Pinky berdiri dari tempat duduknya. Ia hendak pergi, tetapi langkahnya terhenti ketika matanya menangkap sosok Dev di sudut ruangan, tengah menyantap makanannya dengan tatapan kosong.
Mata Pinky berbinar seketika. Sebuah ide jahil melintas di kepalanya. Ia melangkah mendekat, lalu dengan suara lantang yang menggema ke seluruh kafe, ia berseru, "Calon suamiku!"
Seruan Pinky mengejutkan semua orang di sana, termasuk Dev. Lelaki itu langsung tercekik makanannya dan batuk-batuk tanpa henti. Wajahnya merah padam, antara malu dan panik.
"Dev, kalau makan jangan buru-buru!" Angelina yang duduk di hadapannya segera memberikan air minum.
Dev buru-buru meneguk minumannya, mencoba menenangkan diri. Namun, tatapan semua orang yang kini mengarah padanya membuatnya tidak nyaman. Ia melirik Pinky, yang kini tersenyum penuh kemenangan.
Pinky berjalan mendekat dengan percaya diri, langkahnya seolah melambangkan bahwa ia telah memenangkan sesuatu. "Dev, sayang, kau tidak kangen padaku?" tanyanya dengan nada manis, namun cukup keras untuk didengar oleh orang-orang di sekitarnya.
Dev berusaha menahan diri, meski emosinya mulai mendidih. Dengan suara rendah, ia berkata, "Apa kau bisa diam? Pergi dari sini!"
Namun, Pinky tidak peduli. Ia mendekat lebih lagi, tatapannya penuh dengan kepastian bahwa ia tidak akan meninggalkan tempat itu begitu saja. "Kalau aku pergi, kau tidak merindukan aku?" tanyanya dengan nada menggoda, membuat Dev semakin risih.
Dev mencoba menjauhkan dirinya dari gadis itu. Namun, Pinky bergerak lebih cepat. Tanpa ragu, ia melingkarkan kedua tangannya ke leher Dev dari belakang, membuat pria itu tertegun.
Cup.
Semua orang di kafe tersentak ketika Pinky dengan berani mencium pipi Dev. Dev, yang biasanya tenang, kehilangan kendali. Ia segera melepaskan tangan Pinky dengan gerakan kasar, wajahnya memerah, antara malu dan marah. "Apa yang kau lakukan?!" serunya, suaranya penuh dengan emosi.
Angelina, yang duduk di hadapan putranya, terbelalak. Ia tidak percaya apa yang baru saja terjadi. Sebagai seorang ibu, ia merasa terguncang melihat ada gadis yang begitu terang-terangan mengusik putranya di depan matanya. Namun, Pinky tidak tampak terganggu. Baginya, Angelina seolah tidak ada.
"Saat kau marah, kau sangat tampan," ujar Pinky santai, seolah tidak ada yang salah dengan tindakannya. Ia menatap Dev dengan penuh kepercayaan diri. "Apakah kau bisa sedikit saja lembut denganku? Jangan terlalu kasar. Saat di kantormu, kau sangat kasar, dan aku sangat sakit."
Ucapan Pinky yang begitu blak-blakan langsung menarik perhatian seluruh pengunjung di kafe. Semua orang terdiam, bahkan ada yang mulai berbisik-bisik, mencoba mencerna apa yang baru saja mereka dengar.
Angelina terkejut, matanya membesar. "Apa? Kasar dan sakit?" batinnya dengan rasa cemas yang tak terkira. Ia menatap Pinky dengan curiga, lalu beralih pada putranya. "Ya ampun, ternyata putraku telah melakukan itu dengan gadis ini... apakah dia akan mengandung keturunan keluarga kami?" pikir Angelina, semakin bingung.
Dev berusaha menjaga ketenangannya, meski wajahnya kini semakin memerah. "Jangan menggangguku! Cepat pergi!" katanya tegas, berusaha mengakhiri situasi yang memalukan ini.
Pinky tidak menyerah. Ia menatap Dev dengan ekspresi santai,"Setelah menyakitiku, kau ingin mengusirku? Kenapa kau begitu tega? Luka yang kau berikan karena kekasaranmu membuatku hampir tidak bisa berjalan," ucapnya dramatis, suaranya sedikit bergetar, seolah benar-benar terluka.
Ucapan itu membuat seluruh kafe terdiam sejenak, sebelum akhirnya terdengar suara serentak, "Ha...?" Semua pengunjung tampak kaget.
Dev memijit keningnya, merasa frustasi. Ia tahu ucapan Pinky akan disalahartikan, dan ia tidak tahu bagaimana cara mengendalikannya.
Angelina, yang masih duduk diam, merasa semakin bingung. "Dev yang biasanya lembut... ternyata kasar juga?" pikirnya dalam hati, tatapannya tidak lepas dari putranya yang kini menjadi pusat perhatian.
"Keluar dan jangan asal bicara!" ujar Dev dengan nada lebih tinggi, suaranya terdengar penuh dengan tekanan.
Namun, Pinky masih belum menyerah. Dengan nada manja, ia berkata, "Bagaimana kalau kita main di suatu tempat? Dan tolong lebih lembut agar aku nyaman dan menikmatinya!"
Pernyataan itu membuat suasana kafe semakin gaduh. Pengunjung mulai berbisik-bisik lebih keras, beberapa bahkan menatap Dev dengan pandangan penuh prasangka.
Dev memejamkan matanya sejenak, mencoba mengendalikan amarahnya. " Gadis ini....seharusnya aku kirim saja ke afrika!" batinnya.
sebenarnya kamu itu suka ma pinky
awas lho jgn menyesal