Seorang kakak yang terpaksa menerima warisan istri dan juga anak yang ada dalam kandungan demi memenuhi permintaan terakhir sang Adik.
Akankah Amar Javin Asadel mampu menjalankan wasiat terakhir sang Adik dengan baik, atau justru Amar akan memperlakukan istri mendiang Adiknya dengan buruk?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noor Hidayati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dalam Bahaya
Dengan tetesan air mata Mahira keluar dari kamar Amar. Kali ini hatinya benar-benar merasa sangat sakit dengan apa yang Amar katakan. Kehadirannya di pesta pernikahan menemani Amar yang Ia kira akan menjadi awal baik pernikahan mereka, justru semakin memperburuk hubungan mereka berdua.
Setelah merasakan sesak didalam dada mengingat apa yang sudah Ia katakan kepada Mahira, Amar bergegas keluar. Hatinya semakin merasa pilu ketika melihat Mahira yang terpincang sambil memegangi gaunnya yang menyapu lantai.
Dengan cepat Amar melangkah mengejar Mahira dan langsung membopong tubuh Mahira ke pundaknya hanya dengan satu tangannya.
"Kak Amar!" Mahira yang terkejut memukul-mukul punggung Amar minta di turunkan, akan tetapi Amar
tak peduli mau sekuat apapun Mahira memberontak.
Begitu sampai kamar, Amar menurunkan Mahira dari pundaknya. melangkah ke lemari dan mengambilkan pakaian ganti untuknya.
"Ganti pakaian mu!" seru Amar memerintah.
Dengan wajah cemberut Mahira mengambil pakaian itu dan melangkah meninggalkan Amar untuk duduk di ranjangnya.
Mahira tidak mengganti pakaiannya seperti yang Amar perintahkan dan hanya duduk diam tanpa mau menatap Amar yang masih berdiri menatapnya.
"Apa kamu akan tidur dengan gaun seperti itu?" tanya Amar mendekati Mahira.
"Apa pedulimu!?" saut Mahira balik menentang.
"Apa kau ingin aku memaksa mu untuk menggantikan pakaian mu!?"
"Coba saja kalau kak Amar berani!" tegas Mahira seakan tak memiliki rasa takut dan hormat lagi pada Amar.
Mendengar apa yang Mahira katakan, Amar semakin merasa kesal. Ia hanya ingin Mahira mengganti pakaiannya supaya Ia bisa tidur dengan nyaman tapi Mahira tidak mau mendengarkannya.
Akhirnya dengan kekesalan dihatinya Amar keluar meninggalkan kamar Mahira sambil membanting pintu dengan begitu kencangnya. Amar kembali ke kamar dengan hati yang gundah gulana.
Melihat foto Amir terpajang di dinding, Amar melangkah mendekati foto itu dan mengadukan apa yang terjadi diantara mereka.
"Kamu sudah lihat itu, begitu kah wanita yang kamu bilang sangat baik? Tidak ada wanita baik yang menentang suaminya!" tegas Amar bertanya dan menjawab sendiri di hadapan foto yang tidak bisa bicara itu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Seperti rutinitas pagi hari setelah mandi, bersiap dan sarapan, Amar berpamitan terlebih dahulu kepada baby Emir sebelum berangkat kerja. Akan tetapi tidak seperti biasanya, kali ini baby Emir hanya ditemani Mbak Lia baby sitternya.
"Kemana Mahira?" batin Amar melihat ke lantai atas mencari-cari dimana Mahira.
"Apa dia masih marah padaku?" batin Amar lagi.
"Dadah Ayah..."
Ucapan Mbak Lia yang mewakili baby Emir mengagetkan Amar yang kemudian masuk ke mobil dan meninggalkan rumah dengan perasaan resah karena belum melihat Mahira. Tapi karena berbagai macam alasan, Amar tetap pergi dan memilih untuk bekerja.
Didalam kamar, Mahira yang sebelumnya masih tidur tiba-tiba membuka mata karena merasa ada seseorang yang masuk ke kamarnya. Mahira bangkit melihat setiap sudut kamar namun tak melihat apapun.
"Apa aku hanya bermimpi, atau ini hanya perasaan ku saja?" batin Mahira menenangkan diri sendiri. Namun bulu kuduknya berdiri, hatinya benar-benar merasa resah seakan ada sesuatu yang akan terjadi.
Dengan menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskan perlahan Mahira bangkit dari ranjang dan melangkah ke kamar mandi. Baru saja Mahira masuk dan menutup pintunya, Mahira dikejutkan oleh pria yang ada di pesta pernikahan tengah bersembunyi dibalik pintu.
"Aaaa....emm!" pria itu langsung membungkam mulut Mahira yang mencoba berteriak. Kemudian menarik Mahira dan mendekapnya dari belakang tanpa sedikitpun melepaskan bekapan tangannya di mulut Mahira.
"Eummm..." hanya kata itu yang keluar dari celah mulut Mahira yang di bekap rapat. Rasa sakit di kakinya yang belum sembuh, serta tenaganya yang lemah tak cukup kuat untuk melawan tenaga pria itu yang kini menyeretnya keluar dari kamar mandi.
Pria itu menyeret Mahira ke lemari, mencari-cari sesuatu untuk mengikat mulut Mahira.
Setelah mengacak-acak seluruh lemari, akhirnya pria itu menemukan kaos kaki dan langsung menyimpulkan ke mulut Mahira. Kemudian pria itu menarik Mahira ke ranjang, dan mengikat kedua tangan Mahira ke ujung ranjang mengenakan Syal milik Mahira yang pria itu ambil didalam lemari.
Kini setelah melihat Mahira berbaring tak berdaya, Pria itu tertawa buas dan mulai merangkak naik ke atas tubuh Mahira.
"Mmmm.... mmmm..." Mahira dengan sisa kemampuannya memalingkan wajahnya kesana-kemari menghindari pria itu yang mulai menciumi wajahnya.
Bersambung...