"Hanya satu tahun?" tanya Sean.
"Ya. Kurasa itu sudah cukup," jawab Nadia tersenyum tipis.
"Tapi, walaupun ini cuma pernikahan kontrak aku pengen kamu bersikap selayaknya istri buat aku dan aku akan bersikap selayaknya suami buat kamu," kata Sean memberikan kesepakatan membuat Nadia mengerutkan keningnya bingung.
"Maksud kamu?"
"Maksud aku, sebelum kontrak pernikahan ini berakhir kita harus menjalankan peran masing-masing dengan baik karena setidaknya setelah bercerai kita jadi tau gimana rasanya punya istri atau suami sesungguhnya. Mengerti, sayang!"
Loh, kok jadi kayak gini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Araya Noona, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Katanya Bulan Madu
Sejak datang ke kantor Sean sudah sangat sibuk mengurus segala sesuatunya bersama dengan Dominic yang setia menemani sang bos.
"Kamu sudah beli tiketnya?" tanya Sean setelah dia akhirnya bisa duduk di sofa yang berada di samping kiri meja kebesarannya yang dimana meja itu cukup berantakan oleh dokumen yang berserakan di sana.
"Sudah, Pak," jawab Dominic. "Saya juga sudah mengurus alat transportasi serta tempat yang akan Bapak dan istri tempati ketika di sana," lanjutnya.
"Bagus sekali," kata Sean puas. Dominic memang selalu bisa diandalkan.
Sebenarnya jika Nadia tidak melakukan operasi, mereka sudah berangkat seminggu yang lalu namun karena Sean ingin mengajak Nadia ikut bersamanya, dia harus menunggu hingga keadaan wanita itu benar-benar pulih. Untunglah Nadia punya tubuh yang kuat hingga dia bisa pulih dengan cepat. Bahkan wanita itu sudah mulai masuk bekerja di rumah sakit yang dikelola oleh Antoni, ayah mertuanya.
"Anda sudah memberitahu Nona Nadia?" tanya Dominic kemudian mengulurkan dua tiket kapal laut ke arah Sean.
"Saya akan memberitahunya setelah pulang kerja," jawab Sean enteng. "Saya yakin dia pasti bakalan kaget banget."
Dan benar saja tebakan Sean. Nadia benar-benar kaget ketika Sean menunjukkan dua tiket tersebut.
"Bulan madu?" tanya Nadia.
Ya. Bagaimana Nadia tidak kaget kalau Sean mengatakan itu adalah tiket untuk bulan madu mereka.
"Iya," jawab Sean santai. "Kita kan baru aja nikah. Kamu juga pasti butuh healing setelah operasi dan aku juga harus segera membuat kamu hamil jadi bulan madu kayaknya ide yang paling cocok untuk mencapai semua tujuan itu." Sean sengaja tidak memberitahu Nadia jika mereka ke sana juga untuk keperluan pekerjaannya. Biarlah. Tidak penting juga untuk Nadia.
Mereka akan berangkat lebih dulu sebelum para tim dan Dominic menyusul nanti. Karena seperti katanya tadi ini akan menjadi ajang bulan madu untuk mereka.
Ibaratnya sambil menyelam minum air. Hehehe.
"Apa itu perlu sampai kayak gitu ya?" tanya Nadia sedikit tidak enak. Dia merasa jika untuk mencapai tujuan itu mereka tidak perlu melakukan hal sampai seperti ini. Di apartemen itu juga kan bisa.
"Perlu banget dong!" jawab Sean cepat. "Ingat perjanjian kita? Meski pernikahan ini cuma pernikahan kontrak tetap saja kita harus melakukan semua yang seharusnya suami dan istri lakukan pada umumnya," ujarnya.
Entah kenapa Nadia merasa kecewa dengan kata-kata Sean tentang pernikahan kontrak. Ya. Nadia tahu apa yang dikatakan Sean itu adalah fakta. Tapi, tetap saja Nadia merasakan sakit. Dasar payah! Karena semua perhatian Sean selama dia sakit, Nadia jadi terbawa perasaan.
"Oke! Aku setuju," jawab Nadia tidak ingin lagi berdebat.
"Bagus sekali!" kata Sean seakan tidak peduli jika raut wajah Nadia berubah di sana. Kali ini sepertinya sifat peka Sean sedang tidak berfungsi.
Beberapa hari berlalu, segala persiapan telah rampung dan kini saatnya mereka berangkat. Nadia berpikir jika mereka akan pergi ke suatu tempat yang terkenal di mana akan ramai sekali wisatawan namun ternyata saat sampai di sana Nadia justru melihat desa yang cukup terpencil dengan pemandangan yang sangat indah tentunya.
Tidak ada wisatawan atau warga asing. Hanya mereka berdua. Karena sudah dikonfirmasi sejak awal, Sean dan Nadia disambut ramah oleh para penduduk di sana.
Sayangnya Nadia mengalami sedikit masalah. Dia mengalami mabuk laut membuatnya keluar masuk kamar kecil sejak dia tiba.
"Istrinya masih muntah-muntah ya?" tanya salah seorang warga yang datang membawakan Sean dan Nadia makanan. Jujur saja para warga di sana sangat baik pada mereka.
"Iya, Bu," jawab Sean sesopan mungkin.
"Jangan-jangan bukan karna mabuk laut, tapi lagi isi," canda ibu-ibu yang lain membuat yang lain tertawa kecil. Sean ikut tersenyum simpul sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali.
"Yah ... kalo lagi 'isi' pun saya akan sangat bersyukur," kata Sean membuat para ibu-ibu itu semakin heboh.
"Iya. Semoga ya."
"Iya, Bu, makasih ya. Dan makasih juga buat makanannya."
"Iya. Sama-sama. Kalau begitu kami pamit ya. Kalo kalian butuh apa-apa tinggal bilang aja."
"Iya, Bu. Sekali lagi terimakasih," kata Sean dan setelah itu para warga pun berlalu meninggalkan rumah sewa Sean.
Pria itu masuk ke dalam rumah sederhana tersebut lalu meletakkan makanan yang diberikan warga di atas meja kayu berbentuk lingkaran. Dia kemudian menghampiri Nadia yang saat ini tengah duduk di atas lantai beralaskan tikar daun kelapa sambil merebahkan kepalanya di dinding.
"Masih belum mendingan juga?" tanya Sean mulai khawatir. Apalagi wajah Nadia sudah terlihat pucat.
"Udah sih. Tapi masih pusing," jawab Nadia mengusap perutnya dengan mata yang tertutup. Sungguh dia benar-benar merasa sangat lemas sekarang.
"Ya udah kamu istirahat aja dulu. Kalo udah mendingan, baru kita makan sama-sama," kata Sean mengarahkan tangan Nadia ke lehernya tanpa adanya penolakan sedikit pun dan dengan satu kali angkat tubuh Nadia berhasil digendong oleh Sean.
"ASTAGA! SEAN!" Nadia sampai terpekik sembari mengeratkan pelukan tangannya pada Sean. Dia menatap Sean seakan tidak percaya namun pria itu justru menggidikkan bahunya seakan tidak peduli jika jantung Nadia hampir lepas dari tempatnya. Kenapa sih pria itu selalu seenaknya saja?
"Pegang yang erat nanti kamu jatuh," kata Sean. Reflek Nadia mengeratkan pelukannya membuat Sean tertawa senang melihat wajah panik Nadia di sana. Pria itu membawa Nadia ke dalam kamar, membaringkannya di tempat tidur.
"Kamu minum obat anti mual ini dulu baru istirahat," katanya menyodorkan obat serta segelas air pada Nadia.
"Makasih," ujar Nadia mengambil obat tersebut dan langsung meminumnya. Setelahnya dia memposisikan diri untuk tidur. Sean membantu wanita itu dengan menyelimutinya. Maklum udara di sana cukup dingin.
"Ya udah kamu istirahat ya. Aku mau pergi dulu," kata Sean mengusap kepala Nadia.
"Kamu mau kemana?" tanya Nadia.
"Jalan-jalan sebentar." Jawaban yang begitu singkat, padat dan jelas.
Sean menarik napas panjang sebelum melangkahkan kakinya untuk menyusuri desa tersebut. Setiap kali bertemu dengan orang-orang, Sean akan disapa dengan ramah. Tak lupa Sean juga melakukan sedikit wawancara dengan para warga yang ditemuinya. Kamera yang dibawanya juga mengambil banyak sekali gambar.
"Tempat ini memang cocok banget sih sama naskah itu," kata Sean setelah sampai dipuncak bukit dimana dirinya bisa melihat pemandangan desa yang terlihat sangat asri. Sungguh dia merasa sangat beruntung karena menemukan tempat itu.
Sementara itu, Nadia terbangun saat matahari sudah hampir terbenam.
"Loh, Sean belum pulang ya?" gumam Nadia mendapati rumah itu masih dalam keadaan yang sepi. Wanita mencoba berpikir positif mungkin Sean akan kembali sebentar lagi. Namun hingga matahari terbenam pria itu tak kunjung datang membuat Nadia jadi khawatir.
Masalahnya mereka berada di tempat asing. Bagaimana jika Sean tersesat? Astaga, Nadia! Kamu jangan berpikir yang tidak-tidak? Batin Nadia memarahi dirinya sendiri.
Dan Nadia semakin kalut ketika hujan turun dengan derasnya. Tidak. Dia tidak bisa hanya berdiam diri tanpa melakukan apa-apa. Sepertinya Nadia tidak punya pilihan lain, dia harus mencari Sean sekarang.
***