Karin, seorang editor buku yang sibuk, terbangun dalam tubuh Lady Seraphina Ashbourne, seorang karakter antagonis dalam novel percintaan terkenal yang baru saja ia revisi. Dalam cerita asli, Seraphina adalah wanita sombong yang berakhir tragis setelah mencoba merebut perhatian Pangeran Leon dari tokoh utama, Lady Elara.
Berbekal pengetahuannya tentang plot novel, Karin bertekad menghindari takdir suram Seraphina dengan mengubah cara hidupnya. Ia menjauh dari istana, memutuskan untuk tinggal di pinggiran wilayah Ashbourne, dan mencoba menjalani kehidupan sederhana. Namun, perubahan sikapnya justru menarik perhatian banyak pihak:
Pangeran Leon, yang mulai meragukan perasaannya pada Elara, tiba-tiba tertarik dengan sisi "baru" Seraphina.
Duke Cedric Ravenshade, musuh terbesar keluarga Seraphina, yang curiga terhadap perubahan sifatnya, mendekatinya untuk menyelidiki.
Sementara itu, Lady Elara merasa posisinya terancam dan memulai rencana untuk menjatuhkan Seraphina sebelum hal-hal di
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Achaa19, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 5
Bab 5: Labirin Pengkhianatan
Pagi itu, angin dingin berhembus melewati koridor istana, membawa rasa tidak nyaman yang menyelusup ke dalam diri Karin. Ia bangkit lebih awal dari biasanya, mencoba meresapi keputusan-keputusan yang telah ia buat, dan apa yang akan datang setelahnya. Meskipun matanya masih lelah, ia tahu bahwa tak ada waktu untuk beristirahat. Permainan ini jauh dari selesai—dan ia kini terjebak di tengah-tengahnya.
Setelah percakapan malam itu dengan Pangeran Leon, Karin merasakan perubahan dalam dirinya. Ia tidak bisa lagi mengabaikan perasaan yang tumbuh di antara mereka berdua, meskipun itu adalah bahaya yang tidak bisa dibiarkan begitu saja. Sementara itu, Lady Elara, dengan cara yang lebih halus namun pasti, tampaknya mencoba menggiringnya ke jalur yang berbeda. Karin tahu, dengan semakin banyaknya pihak yang terlibat, ia tidak bisa lagi berjalan sendirian.
Saat ia melangkah ke ruang makan untuk sarapan, ia melihat Pangeran Leon sudah berada di sana, sedang berbicara dengan beberapa pejabat tinggi. Namun, matanya langsung tertuju kepada Karin saat dia memasuki ruangan. Senyum tipis muncul di wajahnya, meskipun tatapan mereka mengandung banyak hal yang tak terucapkan.
"Ah, Lady Seraphina," ujar Pangeran Leon, suaranya lembut namun penuh penekanan, "Selamat pagi. Aku harap kau tidur nyenyak."
Karin membalas senyumannya, meskipun hatinya sedikit terombang-ambing. "Selamat pagi, Yang Mulia. Aku tidur cukup baik." Namun, kata-kata itu terasa kosong, karena pikirannya lebih sibuk dengan rencana yang harus mereka susun lebih lanjut.
Sebelum Pangeran Leon bisa melanjutkan pembicaraannya, seseorang mengetuk pintu dengan cepat. "Masuk!" teriaknya, dan pintu terbuka untuk menampilkan seorang pelayan yang tampak cemas.
"Maafkan saya, Yang Mulia, ada surat mendesak untuk Lady Seraphina."
Karin merasa jantungnya berdetak lebih cepat. "Untuk saya?" Ia menerima surat itu dengan tangan yang sedikit gemetar. Surat tersebut ditulis dengan tinta hitam pekat, dan ada segel dengan gambar bunga mawar yang mekar. Ini adalah simbol yang sudah sering ia lihat, namun ia tak pernah tahu siapa yang menggunakannya.
"Surat ini dari siapa?" Karin bertanya, meskipun dia sudah bisa menebak jawabannya.
Pelayan itu ragu sejenak sebelum menjawab. "Dari Lady Elara, Yang Mulia."
"Terima kasih." Karin mengangguk dan segera membuka surat tersebut. Di dalamnya, kata-kata yang tertera sangat sederhana, namun menyimpan makna yang dalam:
"Kau tidak bisa melawan permainan ini seorang diri. Bergabunglah denganku. Aku tahu siapa musuh kita, dan kita harus bekerja sama. Temui aku malam ini di Taman Merah."
Karin meremas surat itu, mencoba menenangkan pikirannya yang bergejolak. Apakah ia harus bertemu dengan Lady Elara? Apa yang dia inginkan kali ini? Setiap pertemuan dengan wanita itu selalu meninggalkan lebih banyak keraguan daripada jawaban. Namun, di sisi lain, ada rasa urgensi yang tak bisa diabaikan. Setiap langkah yang ia ambil semakin mendekatkannya ke dalam lingkaran permainan yang semakin rumit.
Pangeran Leon, yang melihat perubahan ekspresi Karin, menatapnya tajam. "Ada apa, Lady Seraphina? Apakah itu surat dari Lady Elara?"
Karin mengangguk pelan, mencoba menyembunyikan perasaannya. "Ya, itu dari Lady Elara. Dia mengundang saya untuk bertemu malam ini."
Pangeran Leon menatapnya dengan cemas. "Hati-hati dengannya. Lady Elara bukanlah seseorang yang bisa dipercaya begitu saja. Dia memiliki tujuan tersendiri, dan meskipun dia mungkin menawarkan bantuan, dia juga bisa menjadi ancaman yang lebih besar."
Karin menatapnya sejenak, kemudian menunduk untuk meremas surat itu lebih erat. "Aku tahu. Tapi aku harus menemui dia. Jika ada informasi yang bisa membantu kita, kita tidak bisa mengabaikannya begitu saja."
Pangeran Leon menghela napas, tampaknya kecewa namun juga mengerti. "Aku mengerti. Tapi ingat, Lady Seraphina, aku selalu ada jika kau membutuhkan bantuan."
---
Malam itu, Karin tiba di Taman Merah tepat pada waktunya. Taman itu tampak lebih sepi dari biasanya, dengan bayang-bayang pohon yang menjulang tinggi, memberi kesan misterius. Di tengah taman, Lady Elara sudah menunggu, mengenakan gaun malam berwarna hitam yang elegan, kontras dengan bulan purnama yang menyinari taman itu dengan cahaya lembut.
"Kau datang juga," kata Elara dengan senyuman yang dingin. "Aku berharap kau tidak berpikir dua kali tentang keputusan ini."
"Aku tidak punya banyak pilihan," jawab Karin dengan suara tenang, meskipun ada ketegangan yang jelas. "Jadi, apa yang sebenarnya kau inginkan dariku, Lady Elara?"
Lady Elara tertawa pelan, namun suaranya terdengar penuh makna. "Aku ingin agar kita bekerja sama, Lady Seraphina. Kita bisa melawan Pangeran Leon, atau setidaknya mengendalikan jalannya permainan ini. Dia, meskipun terlihat berkuasa, memiliki kelemahan besar. Jika kita bisa memanfaatkan itu, kita bisa mengubah arah takdir ini."
Karin terdiam sejenak, memikirkan kata-kata Elara. Apakah ini jebakan? Atau ada sesuatu yang benar-benar tersembunyi di balik kata-kata itu? Ia tahu bahwa Lady Elara bukanlah orang yang mudah ditebak, dan bahkan jika tawaran ini tampak menarik, ia harus berhati-hati.
"Apa yang kau ingin aku lakukan?" tanya Karin akhirnya, bersiap dengan segala kemungkinan.
"Kita harus bekerja di balik layar, menyebarkan informasi yang akan membuat Pangeran Leon tampak seperti ancaman besar bagi istana. Jika kita bisa merusak reputasinya, maka kita bisa mengambil alih kekuasaan tanpa harus bertarung langsung." Lady Elara mengedipkan mata, senyum licik tersungging di bibirnya. "Kau tahu, kita bisa melakukan banyak hal jika kita berada di pihak yang benar."
Karin merasa seolah berada di ujung jurang, di mana setiap pilihan bisa mengarah pada kehancuran atau kemenangan besar. Keputusan apa pun yang ia ambil, ia tahu itu akan mengubah segalanya. Tetapi saat itu, ada satu hal yang lebih jelas dalam pikirannya: ia tidak bisa kembali lagi.
"Aku akan memikirkannya," jawab Karin, meskipun hatinya sudah dipenuhi dengan keraguan. Namun, ia tahu bahwa pilihan ini akan menentukan masa depannya.
Karin kembali ke kamarnya malam itu dengan kepala yang penuh dengan keraguan. Ia tahu bahwa pertemuannya dengan Lady Elara adalah titik balik dalam perjalanan ini. Setiap langkah ke depan terasa semakin berat, karena semakin banyak pihak yang terlibat dalam permainan ini. Pangeran Leon, Lady Elara, dan bahkan para pejabat istana lainnya—semuanya tampak memiliki agenda mereka sendiri. Dan Karin, meskipun terjebak di tengah-tengahnya, harus memutuskan siapa yang sebenarnya bisa ia percayai.
Tiba-tiba, suara ketukan lembut di pintu kamarnya membuyarkan pikirannya. "Masuk," ia memanggil dengan suara pelan, meskipun hatinya berdebar, merasa waspada terhadap apa yang akan datang.
Pintu terbuka perlahan, dan seorang pelayan masuk dengan wajah yang tampaknya cemas. "Maafkan saya, Lady Seraphina, ada sesuatu yang perlu segera Anda ketahui."
Karin berdiri dan mendekati pelayan itu. "Apa yang terjadi?"
Pelayan itu menyerahkan sebuah surat lagi, namun kali ini surat tersebut datang dengan segel yang berbeda—segel kerajaan, bukan simbol dari Lady Elara. Karin membuka surat itu dengan cepat, berharap untuk menemukan petunjuk yang lebih jelas.
"Lady Seraphina," isi surat itu dimulai dengan kata-kata yang tegas, "Kita tahu tentang pertemuanmu dengan Lady Elara. Jika kau memilih untuk bergabung dengan dia, kau akan menjadi musuh kami. Jangan anggap ini sebagai ancaman, tetapi sebagai peringatan. Kami mengawasi setiap langkahmu. Jangan berpikir kau bisa keluar dari permainan ini tanpa konsekuensi."
Karin menggigit bibirnya, rasa cemas menjalar di tubuhnya. Siapa yang menulis surat ini? Apa yang sebenarnya mereka tahu tentangnya? "Apa yang harus aku lakukan?" pikirnya, saat ia merasa terjebak di antara dua dunia yang saling bertentangan.
Ia segera memutuskan untuk pergi ke Ruang Rahasia—tempat pertama kali ia bertemu dengan Pangeran Leon. Begitu sampai di sana, ia melihat Pangeran Leon sedang menunggu, seolah sudah tahu bahwa Karin akan datang. Ada kecemasan yang terpancar di matanya, meskipun ia berusaha untuk tetap tenang.
"Karin," ujar Pangeran Leon dengan nada yang lebih serius dari biasanya. "Aku tahu bahwa pertemuan dengan Lady Elara tidak akan mudah. Namun, ada sesuatu yang lebih penting yang harus kau ketahui. Para musuh kita bukan hanya orang-orang di luar sana—beberapa di antara kita mungkin sudah berada di dalam."
Karin menatapnya, merasakan ketegangan yang semakin meningkat. "Apa maksudmu?"
Pangeran Leon menghela napas panjang. "Ada seseorang di dalam istana ini yang memiliki informasi lebih banyak dari yang kita bayangkan. Dia tidak hanya mengetahui rencana kita, tapi juga memanipulasi banyak orang di sekitar kita. Kita harus berhati-hati dengan siapa yang kita percayai."
Karin merasa dingin merayap di tubuhnya. "Apakah itu berarti ada pengkhianat di antara kita?" tanyanya dengan suara bergetar.
Pangeran Leon mengangguk pelan. "Aku takut begitu. Dan aku khawatir, seseorang yang sangat dekat dengan kita mungkin terlibat."
Karin merasa seolah dunia di sekelilingnya berguncang. Ia tidak bisa membayangkan ada pengkhianat di dalam kelompok mereka. Namun, saat melihat tatapan Pangeran Leon yang penuh kecemasan, ia mulai menyadari bahwa ini bukanlah hal yang bisa dianggap remeh.
"Siapa yang kita curigai?" tanya Karin, berusaha untuk tetap tenang meskipun hatinya berdebar hebat.
Pangeran Leon terdiam sejenak, lalu menjawab, "Lady Elara. Aku tidak ingin memikirkan ini, tapi aku khawatir dia adalah orang yang sudah memanipulasi banyak orang di sekitar kita. Dia tidak hanya mengincar kekuasaan, tetapi dia tahu bagaimana memainkan orang-orang dengan cara yang sangat halus. Aku rasa, dia sedang mencoba mengendalikan situasi ini dari belakang layar."
Karin menelan ludahnya, berpikir sejenak. "Apakah itu mungkin? Aku tidak tahu apakah aku bisa mempercayai Lady Elara sepenuhnya, tapi… apakah dia benar-benar bisa melakukan itu?"
"Dia bisa, dan dia mungkin sedang melakukannya." Pangeran Leon menatapnya dengan serius. "Karena itu, kita harus memutuskan langkah kita dengan sangat hati-hati. Kita tidak bisa hanya mengikuti begitu saja tanpa tahu siapa yang benar-benar ada di belakang kita."
Karin merasa seperti berada di persimpangan jalan yang tak dapat dielakkan. "Aku harus bertemu dengannya lagi malam ini."
Pangeran Leon menatapnya, ekspresinya berubah menjadi lebih serius. "Jika kau bertemu dengannya, aku ingin kau lebih berhati-hati. Jangan biarkan emosimu mengendalikan keputusanmu. Lady Elara tidak hanya bermain dengan permainan kekuasaan, dia juga bermain dengan perasaan orang lain."
"Aku tahu," jawab Karin, meskipun dalam hatinya masih ada keraguan. Bagaimana jika dia benar-benar terjebak dalam permainan ini, tanpa bisa keluar lagi?
---
Malam itu, Karin kembali ke Taman Merah. Ketika ia tiba, Lady Elara sudah menunggu di tempat yang sama, dengan senyuman yang tidak menunjukkan keraguan sedikit pun.
"Ah, Lady Seraphina," sapa Elara dengan nada manis. "Aku senang kau datang. Aku harap kau sudah mempertimbangkan dengan matang tawaranku."
Karin menatapnya, merasa semakin ragu. Ia tahu bahwa kata-kata Elara penuh dengan tipu daya, tetapi ia juga tahu bahwa ini adalah kesempatan untuk mendapatkan informasi lebih banyak. "Aku telah memikirkan banyak hal, Lady Elara. Aku ingin tahu lebih banyak tentang apa yang sebenarnya kau rencanakan."
Lady Elara tertawa kecil, seolah tidak merasa terkejut dengan pertanyaan itu. "Oh, aku tahu apa yang kau pikirkan, Lady Seraphina. Tapi percayalah, kita bisa bekerja sama dengan sangat baik. Aku tahu lebih banyak tentang Pangeran Leon daripada yang kau kira. Dan aku tahu apa yang bisa kita lakukan untuk menghentikan semuanya."
Karin merasakan kegelisahan yang mendalam di dalam dirinya. "Apa maksudmu?"
Lady Elara mendekatkan dirinya, suaranya semakin rendah dan penuh dengan misteri. "Kau tahu, Karin," katanya dengan lembut, "semua ini bisa selesai dengan satu langkah kecil. Tapi langkah itu harus datang dari pihak yang tepat. Aku tahu kau bisa menjadi orang itu."
Karin merasa hati dan pikirannya berperang. Ia tahu bahwa apa pun yang ia pilih malam ini bisa mengubah segalanya. Keputusan ini akan menentukan tidak hanya masa depannya, tetapi juga siapa yang akan mengendalikan kekuasaan di kerajaan ini.