Kisah seorang pria yang terikat hutang dengan sistem karena di tolong oleh sistem ketika dia di khianati, di fitnah dan di bohongi sampai di bunuh di penjara untuk membalas dendam, sekarang dia berjuang untuk melunasi nya dengan membuat aplikasi yang melayani jasa balas dendam bagi pengguna nya, baik yang masih hidup atau sudah meninggal, bisakah dia melunasi hutang nya ? atau hutang nya semakin membengkak karena banyaknya "partner" di samping nya ?
*Mengandung kekerasan dan konten yang mengganggu, harap bijak dalam membaca dan maaf bocah tolong minggir.*
Genre : Fantasi, fiksi, drama, misteri, tragedy, supranatural, komedi, harem, horor.
Kalau berkenan mohon di baca dan tolong tinggalkan jejak ya, like dan comment, terima kasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mobs Jinsei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 21
“Bwuuung,” ketiganya muncul di dalam kamar, di depan pintu yang sudah tertutup rapat dan terhalang dinding sehingga tidak terlihat dari dalam, di dalam terdengar suara,
“Aaaaah...ja..jangan...to..tolong,” ujar Bianca.
“Diam dan nikmati aja,”ujar Dito.
“Plak,” terdengar suara Dito menampar sesuatu di tubuh Bianca, Irene dan Febi terlihat geram dan bersiap maju namun Rei menahan mereka.
“Sabar,” ujar Rei di kepalanya.
“Grrrr menyebalkan, aku jadi ingat perlakuan Marlon dulu,” ujar Irene.
“Iya aku tahu, tapi kamu harus sabar,” balas Rei.
“Ayo Rei, tunggu apa lagi sih,” ujar Febi.
“Sebelum maju kita buat rencana dulu,” ujar Rei.
Rei merangkul Irene dan Febi, mereka membungkuk sedikit dan mulai menyusun rencana. Sementara itu di dalam, terlihat Bianca sudah telungkup di ranjang tidak berdaya, Dito yang telanjang bulat berbaring di sebelahnya sambil menepuk nepuk bokong Bianca dan merokok,
“Huff....besok syuting lagi ya haha,” ujar Dito.
“Ti..tidak mau...mending lo bunuh gue aja,” ujar Bianca.
“Hah lo bisa ngomong ? lo mau gue bunuh ? tapi lo masih berguna buat gue, jadi jangan mati dulu ya,” ujar Dito sambil meremas bokong Bianca.
“Ngggh....bunuh gue....gue mau mati,” ujar Bianca lemah.
“Hahaha...nanti ya, masih ada kontrak beberapa film lagi,” ujar Dito.
Tiba tiba, terdengar suara mengerikan, “Shadow Cloak,” “klap,” seluruh lampu di dalam kamar langsung mati, Dito yang kaget langsung duduk tegak di atas ranjang, dia mengamati sekeliling karena semua gelap pekat sampai tidak terlihat apa apa, tiba tiba “blaar,” lampu kembali menyala, Dito langsung terkesiap karena di depannya ada seorang pria yang memakai long coat hitam dengan wajah tengkorak, di sebelahnya ada seorang gadis berambut putih panjang bermata merah dengan tiara bertanduk di kepalanya dan seorang gadis yang tubuhnya kurus menyerupai serat pohon dengan wajah di tutupi topeng keramik berwarna putih dan bermata kuning.
“Haloooo,” ujar ketiganya dengan suara mengerikan.
“Si...siapa kalian ?” tanya Dito yang ketakutan melihat penampilan ketiganya.
“Masa lupa sih pak, tadi kita ketemu di tempat parkir gedung kan,” ujar Irene.
Dito langsung bergidik karena dia tahu yang ada di depan mereka adalah tiga orang yang dia temui di basement,
“Kita di sini mau melapor kalau tugas sudah berakhir,” ujar Rei sambil memperlihatkan foto Chandra yang sudah menggantung diri.
“Tidaaaaaaaaak.....papa....papa....papa,” teriak Bianca sambil menangis tersedu sedu.
“Hahahaha...bagus sekali, saya menuliskan ceknya sekarang juga, silahkan anda cairkan,” ujar Dito yang dengan semangat meraih buku cek nya di meja dan langsung menulisnya.
“Maaf kita tidak terima cek, tolong bayar cash sekarang juga,” ujar Rei.
“Oh gitu, baiklah, sebentar ya, minta nomor rekeningnya,” balas Dito.
Langsung saja Rei memberikan no rekening milik SS kepada Dito, kemudian Dito menelpon sekertaris nya untuk mentransfer uang sebesar 300 juta ke rekening yang dia sebutkan.
Dengan sabar Rei, Irene dan Febi menunggu, mereka melirik melihat Bianca yang tertegun tidak dan mematung tidak bergerak dalam kondisi tanpa busana sehelai pun. “Dling,” sebuah pesan masuk ke dalam smartphone Dito dan dia langsung memperlihatkan isi pesannya yang merupakan bukti transfer.
[Ok sudah masuk, silahkan kerjakan.]
“Baiklah, sudah ya, senang bekerjasama dengan anda, sekarang silahkan pergi, saya mau meneruskan urusan saya,” ujar Dito sambil menoleh melihat Bianca yang terpaku tidak bergerak dan tersenyum sinis.
Tapi Rei, Irene dan Febi tidak beranjak sama sekali, mereka diam saja dan menatap Dito di depan mereka. Dito menoleh lagi melihat mereka,
“Kenapa kalian belum pergi ? bukankah kalian sudah dibayar ?” tanya Dito.
“Sayang sekali pak, urusan kita belum selesai,”
Rei memperlihatkan smartphone nya kepada Dito, langsung saja Dito menjulurkan wajahnya dan melihat layar smartphone Rei.
**************************************************************************
Target : Dito Pujianto.
Age : 35.
Ocupation : Manager.
Evil deeds : Corruption, extortion, premeditated murder, rape.
Victim : Too many.
Status : Alive.
Position : Room 201, hotel paradiso.
Record : always get away, never been caught by police.
Exp : 5200 poin
**************************************************************************
“A..apa ? siapa pemohonnya ?” tanya Dito membentak Rei.
Rei menggeser layar smartphone nya dan memperlihatkan sekali lagi layar smartphone nya kepada Dito sambil memiringkan kepalanya seakan akan meledek, begitu Dito membacanya, wajahnya langsung pucat pasi dan mundur ke belakang,
“Ja..jadi sekarang kalian mengincar ku ?” tanya Dito.
“Tentu saja, beliau rela membayar kita jauh lebih mahal dari mu,” jawab Rei.
“Dia memang punya uang ? semua sudah di jual demi mengembalikan dana yang dia gelapkan,” ujar Dito.
“Hahahaha....benar juga, itulah sebabnya dia membayar pakai jiwanya, harga jiwanya jauh lebih mahal dari jiwa anda,” ujar Rei tertawa.
“Ka..kalian gila,” ujar Dito.
“Terima kasih atas pujiannya, mari kita berangkat,” ujar Rei sambil memegang tangan Dito.
Rei menoleh melihat ke arah Irene dan Febi kemudian mengangguk, Irene dan Febi langsung menyelimuti tubuh Bianca menggunakan selimut kemudian memegang Bianca yang berada di sebelah.
[Mari berangkat.]
“Bwuuung,” semuanya langsung menghilang dari kamar, “buuung,” mereka muncul kembali di dalam sebuah ruang persegi empat. Dito tidak sadarkan diri dan terikat di kursi dalam kondisi tanpa busana sama sekali. Bianca yang tiba di dalam ruangan bersama Irene dan Febi, memeriksa sekeliling, wajahnya langsung pucat melihat alat pertukangan di sebelah kanan dan senjata tajam berserta alat operasi di sebelah kiri ruangan.
“Di..dimana ini ?” tanya Bianca.
“Ini tempat kerja kita, sekarang, anda sebagai anak pak Chandra, kalau anda ingin melakukannya, kami tidak menghalangi anda,” jawab Rei sambil bergeser dan merentangkan tangannya ke arah Dito yang terduduk dan di ikat di kursi dalam keadaan pingsan.
Bianca menoleh melihat Dito, tangannya mengepal, dengan tubuh yang di selimuti oleh selimut, dia mendekat ke arah Ditto. Dia menoleh ke kiri melihat alat alat pertukangan yang di gantung di dinding, “klek,” tangannya mengambil gergaji mesin dan matanya menatap Dito dengan tajam. Tapi ketika dia ingin maju, tiba tiba Rei mencegahnya,
“Tunggu sebentar, saya bangunkan dia dulu,” ujar Rei.
“Ctak,” Rei menjentikkan jarinya, “ugh,” Dito terbangun dan ketika dia membuka mata, langsung saja matanya membulat, dia langsung menoleh memeriksa sekelilingnya,
“Uh...uuuh...guh...uguh,” ujarnya karena mulutnya terikat.
“Semua gara gara lo,” teriak Bianca sambil mengangkat gergaji nya.
“Brrm,” Bianca menarik talinya dan gergaji mesin menyala, “ugh...ugh...uguh,” Dito menggelengkan kepalanya dan matanya membulat seakan akan mau copot ketika melihat Bianca mengangkat gergaji mesinnya. “Treeeeeeng,” “ughhhhhhhhh,” gergaji mesin memotong kaki Dito sampai putus. Rei, Irene dan Febi yang melihat Bianca memutuskan kedua kaki Dito melipat tangan di dada dan menonton dari belakang.
Selesai memotong kaki, Bianca menjepit pipi Dito yang setengah pingsan, kemudian Rei maju mendekati Bianca.
“Sudah puas ?” tanya Rei.
“Belum,” jawab Bianca lantang.
“Baiklah, sebentar,” ujar Rei.
“Surgery,” Rei menjulurkan sabit besarnya ke arah potongan kaki, sulur sulur dari dalam sabit terjulur dan membelit kedua potongan kaki kemudian menjahitnya kembali sampai tidak ada bekas. Dito yang pingsan mulai sadar kembali karena kakinya di pulihkan Rei 100% walau masih menyisakan rasa sakit.
“Silahkan lanjutkan,” ujar Rei mundur.
“Ugh...guh...guuuuuh,” ujar Dito yang baru terbangun karena kesakitan.
“Trak,” Bianca melepaskan gergajinya, dia menoleh melihat palu di meja, langsung saja dia mengambilnya dan jongkok di depan Dito. “Bletak...bletak...bletak,” palu berkali kali menghantam alat kelamin Dito sampai mulutnya berbusa dan matanya mendelik ke atas.
Setelah kelamin nya hancur, Dito tertunduk, namun kembali lagi Rei menghentikan pendarahan nya dengan menjahit luka nya walau tidak mengembalikan kelamin nya yang hancur dan siksaan terus berlangsung sampai Bianca puas.
“Trang,” Bianca menjatuhkan sebuah pisau penuh darah ke lantai dan dia berlutut terengah engah, Rei kembali menghampiri Bianca,
“Sudah puas ?” tanya Rei.
Bianca yang terengah engah tidak menjawab, namun dia mengangguk dan air matanya mulai jatuh bercucuran. Rei langsung menyembuhkan lagi Dito dan membuka penutup mulutnya, dia mendekatkan wajah tengkoraknya ke wajah Dito,
“Gimana rasanya ? itu baru dari satu korban mu, belum dari kami, sekarang giliran kami ya,” ujar Rei.
“Ja...jangan...tolong....jangan.....aku bayar berapapun yang kalian minta, tolong lepaskan aku,” ujar Dito.
“Hehe tidak mungkin,” ujar Irene.
“Yup, kita sudah terima pembayaran full dan tugas harus di laksanakan,” tambah Febi.
Irene dan Febi berjalan ke belakang kursi kemudian mendongakkan kepala Dito dengan menjenggut rambutnya.
“Nah sekarang anda akan merasakan perbuatan anda kepada istri, adik Bianca dan pak Chandra, oh tentu saja termasuk perbuatan anda kepada Bianca juga tentunya, selamat menikmati,” ujar Rei sambil menjulurkan telapaknya ke arah kepala Dito.
“Ti..tidak...tidak...jangan....aaaaaaaaah,” teriak Dito ketika tangan Rei mencengkram kepalanya.
mampir juga ya kak di cerita akuu