NovelToon NovelToon
Menikahi Tunangan Impoten

Menikahi Tunangan Impoten

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan Kilat / Percintaan Konglomerat / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Beda Dunia / Cinta Seiring Waktu / Pelakor jahat
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: rose.rossie

Nayla, seorang gadis sederhana dengan mimpi besar, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis setelah menerima lamaran dari Arga, seorang pria tampan dan sukses namun dikelilingi rumor miring—katanya, ia impoten. Di tengah desakan keluarganya untuk menerima lamaran itu demi masa depan yang lebih baik, Nayla terjebak dalam pernikahan yang dipenuhi misteri dan tanda tanya.

Awalnya, Nayla merasa takut dan canggung. Bagaimana mungkin ia menjalani hidup dengan pria yang dikabarkan tak mampu menjadi suami seutuhnya? Namun, Arga ternyata berbeda dari bayangannya. Di balik sikap dinginnya, ia menyimpan luka masa lalu yang perlahan terbuka di hadapan Nayla.

Saat cinta mulai tumbuh di antara mereka, Nayla menyadari bahwa rumor hanyalah sebagian kecil dari kebenaran. Tetapi, ketika masa lalu Arga kembali menghantui mereka dalam wujud seseorang yang membawa rahasia besar, Nayla dihadapkan pada pilihan sulit, bertahan di pernikahan ini atau meninggalkan sang suami.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rose.rossie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21

Arga melangkah mundur, tangan terentang seolah menahan badai. "Kau benar-benar meragukanku sekarang?"

"Kalau aku tidak meragukanmu, aku bukan manusia normal, Arga!" Nayla melipat tangan, wajahnya menyiratkan ketidakpercayaan. "Clara bilang kau miliknya. Kau tidak menyangkalnya, kan?"

Arga mendesah, jelas frustrasi. "Dia cuma bermain-main dengan kepalamu, Nayla. Itu tak lebih dari trik murahan."

"Trik murahan yang berhasil," Nayla menukas tajam.

Mereka berdiri berhadapan dalam keheningan yang tegang. Arga terlihat ingin berkata sesuatu, tetapi Nayla sudah lebih dulu mengangkat tangan, menghentikannya.

"Tunggu. Jangan bicara." Dia menunjuk wajahnya. "Berikan aku satu alasan, hanya satu, kenapa aku harus percaya padamu setelah semua ini."

"Karena aku mencintaimu," jawab Arga tanpa ragu, tapi mata Nayla menyipit, penuh skeptis.

"Cinta saja tidak cukup, Arga. Bahkan di reality show, orang pakai logika, tahu?"

Arga memijat pelipisnya, tampak semakin frustrasi. "Kalau kau tak percaya padaku, apa yang kita punya sekarang? Semua ini sia-sia kalau kau terus mendengarkan Clara."

"Clara bukan masalahnya," Nayla menyela. "Masalahnya adalah kau. Kau dan ketidakmampuanmu menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi."

Sejam kemudian, Nayla duduk sendirian di ruang tamu. Teh di cangkirnya sudah dingin, tapi pikirannya jauh lebih kacau. Di layar ponselnya, sebuah pesan masuk lagi dari nomor anonim.

"Arga menyembunyikan lebih banyak dari yang kau tahu. Mau buktinya?"

Nayla mengembuskan napas berat, lalu mengetik balasan, "Tunjukkan."

Tak lama kemudian, ponselnya berbunyi. Sebuah video dikirimkan, dan saat dia memutarnya, darahnya seolah berhenti mengalir.

Clara dan Arga terlihat di sebuah tempat yang tampak seperti restoran mewah. Mereka berbicara serius, dan kemudian, Clara menyentuh tangan Arga dengan lembut. Adegan berikutnya membuat Nayla ingin melempar ponsel itu ke dinding—Arga mencium pipi Clara sebelum pergi.

"Oh, bagus sekali," gumam Nayla sinis. "Ternyata aku menikahi aktor film drama."

Nayla tak bisa menahan diri. Dia mengambil kunci mobil dan melangkah ke garasi tanpa berpikir panjang. Ketika dia membuka pintu, Arga sudah berdiri di sana, wajahnya penuh tanda tanya.

"Kau mau ke mana?" tanyanya.

"Mencari udara segar," jawab Nayla singkat.

"Tengah malam begini?"

"Kalau aku mati lemas di rumah, kau yang akan disalahkan."

Arga menghela napas, lalu menghalangi pintu. "Nayla, tolong. Jangan pergi seperti ini. Kita bisa bicara."

"Aku sudah cukup bicara, Arga." Dia menatapnya tajam. "Sekarang, aku mau bukti. Bukti kalau aku tidak menikah dengan pria yang masih tergila-gila pada mantannya."

Arga terdiam, lalu berkata pelan, "Kalau kau pergi sekarang, aku tak tahu apakah kita masih bisa memperbaiki ini."

"Lucu sekali. Kau pikir ini bisa diperbaiki?" Nayla melewatinya, meninggalkannya berdiri di sana dengan ekspresi terluka.

Setengah jam kemudian, Nayla duduk di dalam mobilnya, menatap restoran tempat video itu diambil. Dia tidak yakin apa yang dia cari, tetapi rasa penasaran membawanya ke sini.

Dia turun dari mobil dan melangkah masuk. Restoran itu hampir kosong, kecuali satu meja di sudut yang dihuni oleh seorang wanita—Clara.

Clara mengangkat pandangan ketika melihat Nayla, lalu tersenyum santai. "Ah, Nayla. Sudah kuduga kau akan datang."

"Berhenti bermain-main," kata Nayla langsung. "Apa yang kau inginkan dari Arga?"

Clara menyandarkan tubuhnya ke kursi, tampak sangat nyaman. "Aku tidak mau apa-apa darinya. Aku hanya ingin kau tahu bahwa dia bukan pria yang kau pikirkan."

"Aku tidak butuh omonganmu untuk tahu itu," balas Nayla sinis.

Clara mengeluarkan amplop dari tasnya, meletakkannya di meja. "Kalau begitu, ini mungkin bisa membantumu membuat keputusan."

Nayla menatap amplop itu, merasa ragu. "Apa ini?"

"Bukti," Clara menjawab ringan. "Bukti bahwa Arga menyembunyikan sesuatu darimu."

Nayla meraih amplop itu, membukanya dengan tangan gemetar. Foto-foto di dalamnya membuat napasnya tercekat.

Arga, bersama seorang wanita lain—bukan Clara. Mereka terlihat di berbagai tempat, berbicara, tertawa, bahkan berpelukan.

"Kau ingin aku percaya bahwa ini nyata?" tanya Nayla dengan suara bergetar.

Clara tersenyum. "Percaya atau tidak, itu terserah padamu. Tapi aku yakin kau tahu apa yang harus kau lakukan."

---

Ketika Nayla kembali ke rumah, Arga sudah menunggunya di ruang tamu. Dia berdiri ketika melihat Nayla masuk, wajahnya penuh kekhawatiran.

"Dari mana saja?" tanyanya.

Nayla melempar amplop itu ke meja, membuat Arga terkejut. "Kau mau jelaskan ini?"

Arga membuka amplop itu, melihat foto-foto di dalamnya. Wajahnya langsung berubah pucat.

"Nayla, ini tidak seperti yang kau pikirkan."

"Jangan mulai dengan itu lagi, Arga. Aku sudah muak mendengarnya." Nayla menatapnya dengan mata yang penuh kemarahan. "Siapa wanita ini? Dan kenapa kau bersamanya?"

Arga membuka mulutnya untuk menjawab, tetapi sebelum dia sempat berbicara, suara keras dari luar menginterupsi mereka.

Mereka berdua berlari ke pintu depan, dan ketika mereka membukanya, mereka melihat sesuatu yang membuat jantung mereka berhenti—sebuah mobil dengan lampu menyala penuh ke arah mereka, melaju dengan kecepatan tinggi.

Arga menahan tubuh Nayla yang masih berdiri kaku di depan pintu. Ia menariknya ke belakang tepat ketika mobil itu berhenti mendadak, hanya beberapa meter dari mereka. Bunyi rem yang memekik membuat keduanya terdiam.

"Siapa lagi sekarang?" desis Nayla, tubuhnya gemetar setengah marah, setengah takut.

Pintu mobil terbuka, dan seorang pria keluar dengan langkah mantap. Pria itu tinggi, rambutnya rapi seperti seseorang yang baru saja keluar dari rapat penting. Tapi matanya, mata itu penuh dengan sesuatu yang membuat punggung Nayla meremang.

"Arga Raharja," pria itu memanggil nama suaminya seperti seorang hakim yang akan menjatuhkan vonis. "Lama tidak bertemu."

Arga langsung berdiri tegak, seolah tahu persis siapa orang ini. "Kau tak seharusnya ada di sini," katanya dingin.

Pria itu tertawa kecil, tapi tak ada humor dalam suaranya. "Oh, aku rasa aku punya hak untuk berada di mana saja, terutama ketika ada seseorang yang berutang penjelasan padaku."

Nayla mengerutkan kening, pandangannya bergantian antara Arga dan pria itu. "Kau kenal dia?" tanyanya pada suaminya.

Arga tidak menjawab.

Lima menit kemudian, mereka semua berada di ruang tamu. Nayla duduk di sofa dengan ekspresi bingung, sementara Arga berdiri di dekat jendela, jelas tidak nyaman. Pria itu, yang memperkenalkan dirinya sebagai Raka, duduk santai di kursi seperti seorang tamu yang diundang.

"Jadi," Nayla akhirnya angkat bicara. "Ada yang mau menjelaskan, atau aku harus terus bermain tebak-tebakan di sini?"

Raka tersenyum. "Istrimu ini lucu, Arga. Kau tidak cerita apa-apa padanya?"

"Diam, Raka," potong Arga tajam.

"Tunggu." Nayla mengangkat tangan. "Aku sudah cukup dengan 'diam' dan 'nanti.' Aku mau tahu sekarang."

Raka menatap Arga dengan tatapan menantang, lalu beralih ke Nayla. "Baiklah. Kalau Arga terlalu pengecut untuk bicara, aku yang akan melakukannya."

"Raka!" Arga melangkah maju, tapi Nayla mengangkat tangannya, menghentikannya.

"Biar dia bicara," kata Nayla dingin.

Raka bersandar ke belakang, terlihat sangat puas. "Aku dan Arga punya sejarah panjang. Kami dulu teman dekat. Sangat dekat. Tapi Arga—" Dia berhenti sejenak, tampak menikmati setiap detik ketegangan di ruangan itu. "Arga menikamku dari belakang. Dia mengambil sesuatu yang sangat berarti bagiku."

"Jangan mulai dengan itu lagi," gumam Arga, nadanya penuh kelelahan.

"Kenapa tidak? Kau takut dia tahu?" Raka mengangkat bahu. "Istrimu harus tahu siapa yang dia nikahi."

"Raka, aku peringatkan kau," Arga berkata dengan suara rendah.

Nayla, yang merasa kesabarannya hampir habis, menyela. "Tunggu sebentar. Ini tentang Clara?"

Raka tampak terkejut sesaat sebelum dia tertawa. "Oh, jadi dia sudah tahu tentang Clara. Bagus. Itu membuat cerita ini lebih menarik."

"Raka!" teriak Arga, kehilangan kesabaran.

"Apa yang sebenarnya terjadi di antara kalian?" Nayla berdiri, menatap suaminya dengan mata penuh pertanyaan.

Arga mendesah panjang, jelas tak ingin membahas ini, tapi akhirnya berkata, "Clara adalah mantan tunanganku. Dan Raka... dia berpikir aku mengambilnya darinya."

Raka mendengus. "Berpikir? Kau benar-benar mengambilnya dariku, Arga."

"Itu tidak seperti yang kau pikirkan!" balas Arga, wajahnya merah.

Nayla merasa seperti berada di tengah drama televisi. "Tunggu. Jadi Clara dulu tunangan Raka? Tapi kemudian kau bertunangan dengannya?"

Arga mengangguk pelan, sementara Raka menambahkan dengan nada sinis, "Dan sekarang, dia mengulang siklusnya lagi. Aku penasaran, Nayla. Apa kau yakin kau benar-benar istimewa untuknya?"

"Diam!" bentak Arga.

Namun, Nayla justru terpaku pada ucapan Raka. Keraguan yang selama ini ia coba abaikan mulai muncul lagi. Apakah Arga benar-benar mencintainya, ataukah ini hanya...

---

Setelah Raka pergi, Nayla duduk di tempat tidur, menatap Arga yang berdiri di dekat pintu.

"Aku butuh kau jujur," katanya pelan. "Apakah aku hanya pengalih perhatian? Sesuatu yang kau gunakan untuk melupakan Clara?"

Arga mendekat, duduk di sampingnya. "Tidak, Nayla. Aku menikahimu karena aku mencintaimu."

"Tapi kenapa aku merasa seperti orang luar dalam hidupmu?" Suaranya nyaris pecah.

Arga menghela napas panjang, lalu berkata, "Aku akan melakukan apa saja untuk membuktikan bahwa kau salah."

Sebelum Nayla bisa merespons, suara pintu diketuk dengan keras. Mereka berdua menoleh, dan ketika Arga membuka pintu, sosok Clara berdiri di sana dengan senyum licik di wajahnya.

"Kita perlu bicara," katanya, lalu matanya beralih ke Nayla. "Oh, dan aku pikir kau juga ingin mendengar ini."

1
Mumtaz Zaky
emang cerita horor gituh??
roserossie: nggak kak, biar tegang pembacanya 😁
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!