Dina, seorang janda muda, mencoba bangkit setelah kehilangan suaminya. Pertemuan tak terduga dengan Arga, pria yang juga menyimpan luka masa lalu, perlahan membuka hatinya yang tertutup. Lewat momen-momen manis dan ujian kepercayaan, keduanya menemukan keberanian untuk mencintai lagi. "Janda Muda Memikat Hatiku" adalah kisah tentang cinta kedua yang hadir di saat tak terduga, membuktikan bahwa hati yang terluka pun bisa kembali bahagia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Banggultom Gultom, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22: Menemukan Kembali Kepercayaan
Hari-hari semakin terasa berat bagi Dina. Kehamilan yang semakin membesar tidak hanya mempengaruhi tubuhnya, tetapi juga emosinya. Setiap langkah terasa lebih berat, setiap nafas terasa sesak, namun ia berusaha untuk terus tersenyum, berusaha untuk tetap terlihat kuat di hadapan Arga. Namun, ada sesuatu yang mulai terpendam dalam hatinya. Ketidakpastian, rasa cemas yang datang perlahan, membuatnya merasa semakin jauh dari Arga.
Dina tak bisa menghindari kenyataan bahwa hubungannya dengan Arga kini berada di ambang ujian yang tak terelakkan. Kehamilan ini, meskipun membawa kebahagiaan yang luar biasa, juga membawa beban yang sangat berat. Ia merasa kesepian, meski Arga selalu ada di rumah, tetapi kehadirannya terasa lebih seperti bayangan. Pekerjaan Arga yang semakin meningkat memaksanya sering pergi, meninggalkan Dina dalam hening yang panjang. Seolah ada jarak yang tak bisa dijembatani, seolah Arga sudah terlalu jauh dari dirinya.
Suatu sore, saat Arga baru pulang dari rapat penting di kantornya, Dina duduk di ruang tamu, menatap jendela besar yang menghadap ke taman kecil di halaman rumah mereka. Pikirannya berseliweran, mengingat hari-hari sebelumnya, saat ia dan Arga bisa tertawa bersama tanpa beban. Namun, hari ini, Dina merasa lebih terasingkan dari Arga dibandingkan sebelumnya. Ketika Arga memasuki rumah, ia tersenyum lelah, namun Dina hanya membalas dengan senyum tipis yang dipaksakan.
“Dina, kamu oke?” Arga bertanya dengan suara lembut, menatap istrinya yang duduk di sofa dengan ekspresi kosong.
Dina mengangguk pelan, mencoba menutupi kegelisahan yang mulai tumbuh dalam dirinya. "Aku baik-baik saja, cuma... sedikit lelah."
“Kenapa kamu tidak bilang lebih dulu?” Arga duduk di sampingnya, mengamati Dina dengan cermat. “Kamu sudah dua hari tidak menghubungiku di kantor, ada masalah?”
Dina menunduk, perasaan campur aduk membuatnya sulit untuk berkata-kata. Ia merasa seperti terjebak dalam labirin pikirannya sendiri, dan setiap percakapan dengan Arga kini terasa lebih sulit. “Aku hanya merasa... terabaikan. Terkadang aku merasa kamu lebih peduli dengan pekerjaanmu daripada aku. Atau bayi kita.”
Arga terdiam. Kata-kata Dina menyentuh bagian dalam dirinya yang selama ini ia abaikan. Ia tahu, akhir-akhir ini, ia memang lebih fokus pada pekerjaan dan jarang ada waktu untuk Dina. Namun, ia tak pernah berpikir bahwa kehadirannya yang tampaknya cukup itu tidak cukup bagi Dina. Arga menggenggam tangan Dina dengan lembut, berusaha merasakan apa yang ia rasakan.
“Aku minta maaf, Dina,” katanya dengan suara penuh penyesalan. “Aku tidak bermaksud membuatmu merasa seperti ini. Aku terlalu sibuk mengejar sesuatu yang mungkin tidak sebanding dengan kamu dan bayi kita. Aku hanya ingin memberikan yang terbaik untuk kita semua. Tapi aku tahu aku telah salah, aku terlalu fokus pada pekerjaan dan lupa apa yang sebenarnya penting.”
Dina menatap Arga dengan mata berkaca-kaca. Ia tahu bahwa Arga tidak berniat buruk, namun rasa cemas dan kecewa yang telah menumpuk membuatnya merasa terluka. “Arga, aku tahu kamu bekerja keras. Aku juga ingin mendukungmu. Tapi kita berdua harus melewati ini bersama. Aku tidak bisa melakukannya sendiri.”
Arga menarik Dina ke pelukannya. “Kamu tidak akan pernah melakukannya sendiri, Dina. Aku janji, aku akan berusaha lebih baik. Kita akan melalui semuanya bersama, apapun yang terjadi.”
Dina mengangguk, merasakan kenyamanan dalam pelukan Arga. Namun, meskipun kata-kata itu menenangkan, Dina tahu bahwa ia dan Arga harus menemukan cara untuk mengatasi semua ini. Mereka tidak bisa terus hidup dengan perasaan terpisah, meskipun mereka berada di ruang yang sama.
Malam itu, setelah makan malam sederhana yang mereka nikmati bersama, Arga memutuskan untuk mengejutkan Dina dengan sesuatu yang spesial. Ia tahu betul betapa kerasnya perjuangan Dina menjalani kehamilan ini, dan ia merasa sudah waktunya untuk memberikan perhatian yang lebih. Ia mempersiapkan sebuah ruang kecil di teras belakang mereka, dengan lampu-lampu hangat yang menciptakan suasana intim. Di meja, ada lilin kecil yang menyala, dan sebuah makanan penutup yang dibuat khusus untuk Dina—puding cokelat kesukaannya.
Ketika Dina memasuki teras, matanya langsung tertuju pada kejutan kecil yang disiapkan oleh Arga. Senyum lembut terbentuk di wajahnya, meski ia masih merasa ragu. “Untuk apa ini?” tanya Dina, namun ada rasa hangat dalam suaranya.
“Ini untuk kamu, Dina,” jawab Arga, melangkah mendekat dan meraih tangannya. “Aku tahu kita sudah melalui banyak hal, dan aku tahu aku sudah banyak mengecewakanmu. Tapi malam ini, aku hanya ingin kita berdua menikmati waktu bersama. Tanpa pekerjaan, tanpa gangguan apapun.”
Dina duduk di meja yang sudah disiapkan, merasakan kehangatan yang terpancar dari segala yang ada di sekitarnya. Ia melihat Arga duduk di seberang meja, dengan tatapan penuh perhatian. Meskipun Dina merasa terharu, hatinya masih dipenuhi rasa takut dan keraguan. Mereka masih banyak hal yang harus diselesaikan.
Arga mulai berbicara dengan lembut. “Dina, aku tidak bisa mengubah masa lalu, tapi aku bisa berjanji bahwa aku akan berusaha lebih baik ke depannya. Aku ingin kita bisa menjalani semuanya bersama. Aku ingin kamu tahu, betapa berartinya kamu bagi aku. Kamu lebih dari sekadar istri. Kamu adalah partner hidupku, ibu dari anak kita. Tanpa kamu, aku tidak akan bisa menjadi seperti sekarang.”
Dina menatap Arga dalam diam. Air mata mulai menggenang di matanya, namun ia tak bisa menahan perasaan haru yang begitu dalam. Ia menyadari, meskipun mereka menghadapi banyak kesulitan, Arga tetap berusaha menjadi yang terbaik untuknya. Dan itu cukup. Itu lebih dari cukup.
“Aku juga mencintaimu, Arga,” jawab Dina, suara bergetar. “Kadang aku merasa takut, merasa cemas tentang masa depan kita, tapi aku tahu kita bisa melewati semuanya, asalkan kita tetap bersama.”
Arga tersenyum, lalu mendekatkan dirinya ke Dina, mengambil tangannya. “Kita akan melewatinya bersama. Aku janji.”
Malam itu, meskipun tidak ada kata-kata besar yang terucap, keduanya merasa lebih dekat dari sebelumnya. Mereka tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, namun mereka tahu satu hal yang pasti: mereka akan menghadapi segala tantangan bersama, dalam suka dan duka.
Beberapa hari kemudian, kehadiran Arga semakin terasa penting bagi Dina. Ia mulai merasa lebih diperhatikan, lebih dihargai. Arga mengatur ulang jadwal kerjanya agar bisa lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, membantu Dina dalam persiapan kelahiran bayi mereka. Dina merasa lebih tenang, dan meskipun tubuhnya mulai terasa lebih berat, hatinya lebih ringan.
Namun, hari-hari bahagia itu tak berlangsung lama. Ketika mereka sedang menikmati waktu berdua di rumah, sebuah telepon dari kantor Arga memecah ketenangan mereka. Arga menerima telepon itu dengan wajah serius, dan setelah beberapa menit, ia menatap Dina dengan ekspresi yang sulit dibaca.
“Ada masalah besar di kantor,” kata Arga pelan, menyandarkan ponselnya di meja. “Aku harus pergi ke luar kota besok pagi untuk menangani semuanya.”
Dina merasakan jantungnya sedikit berdebar. Meski ia tahu Arga bekerja keras untuk keluarga mereka, rasa cemas kembali datang. Arga melihat perubahan ekspresi Dina dan berjalan mendekat. “Dina, aku janji aku akan segera kembali. Kita akan menghadapi semuanya bersama.”
Dina mengangguk, meskipun hatinya kembali dipenuhi kecemasan. Namun, kali ini, ia lebih percaya pada komitmen mereka untuk tetap bersama.
Arga pergi ke luar kota keesokan harinya, dan Dina kembali menjalani hari-harinya dengan lebih banyak waktu untuk merenung. Namun, satu hal yang kini ia yakini: mereka akan melalui segala sesuatu bersama, tak peduli apa yang terjadi.
Dan dengan itu, Dina menantikan masa depan dengan penuh harapan, berharap bahwa setiap langkah yang mereka ambil akan membawa mereka lebih dekat pada kebahagiaan yang lebih besar, sebagai keluarga.