Ji An Yi adalah seorang gadis biasa yang mendapati dirinya terjebak di dalam dunia kolosal sebagai seorang selir Raja Xiang Rong. Dunia yang penuh dengan intrik, kekuasaan, dan cinta ini memaksanya untuk menjalani misi tak terduga: mendapatkan Jantung Teratai, sebuah benda mistis yang dapat menyembuhkan penyakit mematikan sekaligus membuka jalan baginya kembali ke dunia nyata.
Namun, segalanya menjadi lebih rumit ketika Raja Xiang Rong-pria dingin yang membencinya-dan Xiang Wei, sang Putra Mahkota yang hangat dan penuh perhatian, mulai terlibat dalam perjalanan hidupnya. Di tengah strategi politik, pemberontakan di perbatasan, dan misteri kerajaan, Ji An terjebak di antara dua hati yang berseteru.
Akankah Ji An mampu mendapatkan Jantung Teratai tanpa terjebak lebih dalam dalam dunia penuh drama ini? Ataukah ia justru akan menemukan sesuatu yang lebih besar dari misi awalnya-cinta sejati yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vanilatin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 3
Ji An duduk dipinggiran ranjang tidurnya,memikirkan cara agar ia bisa mendekati Raja Xiang Rong,suara misterius itu benar-benar menekan dirinya.
Lin Li masuk dengan tergesa-gesa, suaranya terdengar cemas
"Nona ...Raja Xiang Rong datang menemui Nona"
Ji An terkejut mendengar kabar itu, tetapi ia tidak punya waktu untuk mempersiapkan diri. Raja Xiang Rong melangkah masuk, auranya yang kuat memenuhi ruangan, membuat Ji An merasa semakin kecil di hadapannya
"Ji An Yi, cepatlah. Selesaikan sandiwara ini," ujar Raja Xiang Rong dingin, matanya menatap tajam ke arah Ji An. "Apa sebenarnya yang kau inginkan dariku?"
Ji An terdiam bingung ,harus menjawab apa.
Tatapan tajamnya membuat Ji An kehilangan kata-kata sejenak. Ia meremas ujung gaunnya, berusaha menenangkan diri.
Ia harus mencari cara untuk mendekati pria ini demi tujuannya
"Yang mulia hamba minta maaf atas apa yang terjadi, semua itu memang kesalahan hamba,jadi mulai hari ini hamba memohon maaf dengan setulus hati ,lebih baik kita jalani hidup masing-masing hamba menjalani hidup hamba disini dengan baik, lalu yang mulai juga"
Raja Xiang Rong mendengus sinis, lalu melipat tangannya di depan dada.
“Kau bicara seolah-olah aku akan percaya pada niat baikmu. Kau adalah wanita yang licik, Ji An Yi. Aku tidak akan tertipu olehmu lagi.”
Ji An menggigit bibirnya, menahan rasa sakit akibat tuduhan Raja Xiang Rong yang tajam. Namun, ia tahu ini bukan saatnya untuk menunjukkan kelemahan. Ia mengangkat kepalanya, menatap Raja Xiang Rong dengan pandangan yang lebih tegas.
“Yang Mulia,” Ji An akhirnya berbicara, suaranya bergetar ringan, tetapi ada ketegasan di dalamnya. “Hamba memang telah membuat kesalahan di masa lalu, dan hamba tidak meminta Yang Mulia untuk memaafkannya. Tapi hamba ingin memperbaiki segalanya. Jika Yang Mulia tidak percaya pada niat hamba, beri hamba kesempatan untuk membuktikannya.”
Raja Xiang Rong menyipitkan mata, ekspresinya tetap keras, tetapi ada sedikit ketertarikan dalam tatapannya. “Kesempatan?” Ia mendekat, langkahnya penuh tekanan. “Kau pikir aku akan membuang waktuku untuk permainanmu, Ji An Yi?”
Ji An menahan napas saat Raja Xiang Rong berdiri hanya beberapa langkah darinya, auranya semakin mendominasi. Tapi ia tetap teguh, bahkan ketika tubuhnya gemetar sedikit.
“Hamba hanya meminta waktu, Yang Mulia,” ucap Ji An pelan. “Jika dalam waktu itu hamba gagal membuktikan niat hamba, Yang Mulia berhak menghukum hamba dengan cara apa pun yang dianggap pantas.”
Raja Xiang Rong tertawa dingin, tetapi ada nada penasaran di balik tawa itu. “Baiklah, Ji An Yi,” katanya, suaranya menjadi lebih rendah tetapi tetap mengancam. “Aku akan memberimu waktu. Tapi ingat, jika ini hanya tipu muslihat lain, kau tidak akan punya tempat untuk bersembunyi di mana pun di kerajaan ini.”
Ji An mengangguk, hatinya bercampur antara lega dan takut. Ia tahu ia telah memasuki permainan yang berbahaya, tetapi ini adalah satu-satunya cara untuk mencapai tujuannya. Dengan kepala yang menunduk, ia hanya bisa berharap bahwa pilihannya tidak akan menjadi akhir dari segalanya.
Ji An menundukkan kepalanya dalam-dalam, menyembunyikan perasaan yang bercampur aduk di balik wajahnya yang datar. Ia tahu dirinya sedang berada di tepi jurang; satu langkah yang salah bisa membuatnya hancur.
"Terima kasih, Yang Mulia," katanya dengan suara rendah, berusaha terdengar tulus. "Hamba tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini."
Raja Xiang Rong mendengus pelan, matanya masih menatap tajam ke arah Ji An, seolah mencoba menembus topeng ketenangannya. "Kita lihat saja, Ji An Yi. Kau pernah menjadi racun di hidupku, dan aku tidak akan membiarkanmu melakukannya lagi."
Ia berbalik, jubah panjangnya melambai anggun saat ia melangkah menuju pintu. Namun, sebelum keluar, ia berhenti sejenak, suaranya terdengar tanpa berbalik. "Mulai besok, kau akan tinggal di Paviliun Utara. Jangan berpikir ini adalah hadiah. Aku hanya ingin memastikan kau ada di bawah pengawasanku."
Ji An tertegun. Paviliun Utara adalah tempat yang sunyi, jauh dari istana utama, tapi ia tahu itu juga dekat dengan kediaman pribadi Raja Xiang Rong. Jantungnya berdebar kencang, ia tidak tahu apakah ini adalah peluang atau ancaman.
"Sesuai perintah Yang Mulia," jawab Ji An, menahan emosi yang berkecamuk di hatinya.
Raja Xiang Rong tidak memberikan jawaban lagi. Ia melangkah pergi, meninggalkan Ji An dengan ribuan pikiran yang berserakan di benaknya.
Ketika pintu tertutup, Lin Li yang sejak tadi berdiri di sudut ruangan mendekat dengan ekspresi khawatir. "Nona, apa yang sebenarnya terjadi? Apa maksud Raja Xiang Rong?"
Ji An menghela napas panjang dan berdiri, mencoba menguatkan dirinya. "Aku tidak tahu, Lin Li. Tapi aku harus siap menghadapi apa pun. Ini mungkin satu-satunya jalan untuk mencapai tujuanku."
Lin Li mengangguk pelan, meski jelas raut wajahnya tidak sepenuhnya tenang. "Kalau begitu, hamba akan membantu Nona mempersiapkan segalanya untuk pindah ke Paviliun Utara."
Ji An memandang ke arah jendela, menatap bulan yang menggantung di langit malam. Ini belum selesai, pikirnya. "Terima kasih, Lin Li. Kita mulai dari sini."
Keesokan harinya, Paviliun Utara terasa dingin dan sunyi. Ji An berdiri di tengah ruangan baru itu, memandangi perabotan yang tertata rapi tetapi terasa asing baginya. Tempat ini lebih seperti penjara dibandingkan kediaman. Meski demikian, ia tahu tidak ada waktu untuk mengeluh.
Lin Li datang membawa sebuah baki berisi teh hangat. “Nona, haruskah kita mulai menata barang-barang? Tempat ini memang sunyi, tetapi hamba yakin Nona bisa terbiasa.”
Ji An mengangguk sambil tersenyum tipis. "Tidak apa-apa, Lin Li. Kita mulai saja. Aku ingin tempat ini terasa lebih seperti rumah."
Namun, baru saja mereka hendak memulai, pintu terbuka tanpa aba-aba. Seorang pelayan istana masuk dengan angkuh, membungkuk hanya sekedarnya sebelum berbicara. "Nona Ji An, Yang Mulia Raja memanggil Anda dikediamannya. Segera."
Ji An menahan napas. Kediaman Raja? Mengapa dia memanggilku begitu cepat? pikirnya. Meski bingung, ia tidak menunjukkan keraguan. Ia hanya melirik Lin Li dan mengangguk sebelum mengikuti pelayan itu keluar.
---
Saat tiba dikediaman Raja Xiang Rong, suasana tegang langsung menyelimuti Ji An. Raja Xiang Rong duduk di atas singgasananya, mengenakan pakaian kebesaran yang menambah wibawanya.
Raja Xiang Rong menatapnya dengan dingin saat Ji An memasuki ruangan. "Ji An Yi, kau ingin membuktikan dirimu, bukan? Maka kau akan memulai tugasmu hari ini."
Ji An menundukkan kepalanya, menutupi kegelisahan yang merayap di hatinya. "Perintah apa pun dari Yang Mulia, hamba akan melaksanakannya."
"Permaisuri tidak bisa tidur selama berminggu-minggu. Beberapa pelayan mengatakan ini karena kehadiranmu yang membawa energi buruk di istana. Aku ingin kau menyelidiki ini. Cari tahu apakah benar kau penyebabnya, atau ada alasan lain. Jika kau gagal, maka ini akan menjadi alasan yang cukup bagiku untuk mengusirmu dari istana."
Ji An menundukkan kepalanya, menyembunyikan kegelisahannya. “Hamba menerima perintah ini, Yang Mulia.”
__
Ji An memulai tugasnya dengan mengunjungi para pelayan di sekitar Paviliun Permaisuri untuk menggali informasi.
Banyak dari mereka yang enggan berbicara, tetapi satu pelayan tua, Nyonya Hua, akhirnya membuka mulut.
"Permaisuri mulai mengalami mimpi buruk sejak dua minggu lalu," kata Nyonya Hua dengan suara pelan. "Setiap malam, ia terbangun dengan keringat dingin, mengatakan bahwa ia mendengar bisikan aneh di kamarnya."
Ji An merasa ada sesuatu yang janggal. Bisikan? Apakah ini benar-benar sesuatu yang alami, atau ada permainan kotor di baliknya?