Firda Humaira dijual oleh pamannya yang kejam kepada seorang pria kaya raya demi mendapatkan uang.
Firda mengira dia hanya akan dijadikan pemuas nafsu. Namun, ternyata pria itu justru menikahinya. Sejak saat itu seluruh aspek hidupnya berada di bawah kendali pria itu. Dia terkekang di rumah megah itu seperti seekor burung yang terkurung di sangkar emas.
Suaminya memang tidak pernah menyiksa fisiknya. Namun, di balik itu suaminya selalu membuat batinnya tertekan karena rasa tak berdaya menghadapi suaminya yang memiliki kekuasaan penuh atas hubungan ini.
Saat dia ingin menyerah, sepasang bayi kembar justru hadir dalam perutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon QurratiAini, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua satu
Setelahnya Firda memutuskan tak lagi bicara sepatah kata apa pun. Sepanjang jalan mereka hanya ditemani dengan kesunyian dan kesepian. Sampai akhirnya Firda sedikit terkejut kala menyadari mobil yang ia tumpangi kini memasuki sebuah kawasan kantor penegakan hukum.
Pemuda yang saat ini duduk di sampingnya bergegas turun dari mobil dan melangkah cepat menuju ke dalam kantor polisi. Cepat-cepat Firda mengikutinya dari belakang, meskipun dengan perasaan ragu yang berhasil menguasainya.
Di dalam kantor, pemuda itu melaporkan insiden kejadian yang baru saja menimpa mereka di parkiran klub malam tadi kepada polisi yang bertugas dengan ekspresi datar nan dinginnya.
"Ada seseorang yang berniat hendak membunuh saya di parkiran klub Butterfly. Insiden ini baru saja terjadi, beruntung saya berhasil kabur menyelamatkan diri."
Hanya melihat dari penampilan dan mobil yang ia bawa saja, semua orang pasti sudah bisa mengetahui bahwa pemuda itu adalah seorang anak konglomerat kaya raya di negeri ini.
Tanpa membuang-buang waktu, polisi yang bertugas segera berdiri untuk menangani permasalahan pemuda itu. "Bisa tolong dijelaskan bagaimana detail insiden kejadiannya?"
Pemuda itu langsung mengangguk cepat, pertanda bahwa dirinya menyanggupi permintaan sang polisi. "Di awal pelaku hendak menabrak saya menggunakan mobil, Pak. Tapi saya berhasil selamat. Mungkin karena gagal membunuh saya dengan cara menabrak menggunakan mobil, setelah kejadian itu pelaku nekat keluar dari mobil dengan membawa kapak, berniat ingin menyerang saya. Beruntung saya berhasil masuk ke dalam mobil dan melarikan diri."
"Apakah pelaku sempat mengejar Anda?" tanya polisi itu mulai menginterogasi pemuda tersebut untuk mendapatkan informasi yang akurat.
Pemuda itu lantas menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Tidak, Pak. Tapi seharusnya kejadian tadi itu terekam jelas di CCTV parkiran klub. Apalagi pelaku sempat keluar."
"Apakah pelaku menggunakan penutup wajah?"
Anggukan kepala pemuda itu perlihatkan sebagai respon dari jawabannya. "Benar, Pak. Penutup wajah berwarna hitam. Saya hanya bisa melihat matanya saja, Pak."
"Baik, bisa tolong Anda jelaskan bagaimana ciri-ciri pelaku? Seperti pakaian yang dia kenakan, tinggi badannya, postur tubuhnya, dan lain-lain."
Melihat pemuda di hadapannya menganggukkan kepala dengan sangat yakin, sang polisi lantas langsung menghela nafas lega. Sebab ada begitu banyak orang yang tidak bisa mengingat detail orang yang mereka jumpai jika hanya melihatnya dalam kurun waktu sepersekian menit saja.
Apalagi kejadian ini cukup mencekam karena adanya motif ancaman pembunuhan di sana, tidak banyak orang yang memiliki kemampuan bisa tetap fokus mengingat ciri-ciri orang yang ia jumpai dalam situasi mendesak seperti ini.
Lantas tanpa pikir panjang, polisi itu bergegas membawa pemuda tersebut masuk ke dalam ruangan untuk dimintai keterangan lebih lanjut.
Sementara itu, Firda menunggunya di luar, duduk di sebuah kursi panjang yang disediakan dalam kantor tersebut. Beberapa kali Firda mendapati para polisi di ruangan itu mencuri-curi pandang ke arahnya.
Tak ayal hal itu membuat Firda merasa tak nyaman. Beberapa kali ia harus mengusap lengannya sendiri karena rasa dingin yang menerpa. Angin malam berhembus cukup kencang sebab pintu kantor polisi kini tengah terbuka lebar. Hal itu ia lakukan juga untuk melindungi tubuhnya sendiri dari tatapan beberapa polisi laki-laki.
Firda... Hanya merasa tak pantas berada di tempat ini dengan masih mengenakan pakaian yang membuatnya merasa hina dina. Namun, pemuda yang membawanya itu sama sekali tak memedulikan hal ini, seolah itu semua tidak penting.
Brak!
Baru beberapa menit berlalu Firda duduk di kursi itu dalam situasi hening dan senyap, tiba-tiba tubuh ringkihnya seketika berjengit karena terkejut mendengar suara pintu yang digeser dengan kasar.
Pintu kantor ini memang dibiarkan terbuka sejak tadi, tapi seorang pria paruh baya yang baru saja masuk menggeser pintu itu agar dirinya bisa lewat dengan lebih leluasa.
Tak berselang lama pemuda tadi keluar dari ruangan. Mata tajam pemuda itu pun langsung bertemu pandang dengan sorot tajam pria paruh baya yang baru saja masuk tersebut. Tatapannya terlihat sangat nyalang dengan ekspresi penuh kemarahan tercetak jelas di wajahnya.
"Apakah dia ayah pemuda itu?" gumam Firda dalam hati sembari menelan ludahnya dengan susah payah kala menyaksikan kedua lelaki itu saling menghunuskan tatapan buas mereka satu sama lain, seolah tengah bertarung melalui tatapan mata.
Namun, atensi Firda segera teralih kembali ke arah pintu masuk saat matanya bersitatap dengan seorang wanita paruh baya berpakaian elegan dengan menenteng tas mewah di tangan kanannya. Wanita itu masih terlihat sangat cantik dan kencang, meskipun di usianya yang sudah tak lagi muda.
"Kamu lagi! Kamu lagi! Mau sampai kapan kamu jadi anak berandalan tidak tentu arah seperti ini hah? Seumur hidup kamu hanya tahu membuat malu keluarga! Tidak pernah sekalipun kamu membuat bangga orang tuamu! Lihat adikmu, dia sangat berprestasi di sekolah! Sedangkan kamu? Hari ini apa lagi yang kamu lakukan hah? Mabuk-mabukan di klub malam, iya? Dasar anak tidak berguna!"
Jantung Firda berdegup kencang ketika menyaksikan tepat di depan matanya sendiri pria paruh baya itu murka kepada pemuda yang tadi membawa dirinya.
Namun, pemuda itu hanya memilih berdiri dalam diam, menerima semua luapan kemarahan sang ayah kepadanya tanpa sekalipun berusaha untuk membela dirinya sendiri.
Sebenarnya... Pemuda itu telah sampai di titik begitu muak. Karena ia tahu persis, seberapa keras pun ia berusaha membela dirinya, tetap saja... ayahnya tidak akan pernah mau repot-repot mendengar penjelasannya.
"Pak, maaf... Mohon untuk tenang dulu." Seorang polisi bergegas berujar guna menengahi perseteruan antara anak dan ayah itu.
"Kami menghubungi Anda dan meminta Anda untuk datang ke kantor polisi adalah karena adanya upaya pembunuhan terhadap anak Anda. Insiden ini baru saja terjadi di parkiran klub Butterfly Jakarta. Saat ini kami sudah menemukan rekaman CCTV yang menunjukkan pelaku, dan tim kepolisian telah bergerak untuk mencari pelaku tersebut."
Pria paruh baya itu tersentak karena rasa kaget yang menimpanya beberapa saat setelah indera pendengarannya mendengar jelas keterangan dari pihak kepolisian.
Ia kira anaknya kembali berulah dan terlibat tawuran hingga harus berurusan dengan para polisi. Namun, tak disangka ternyata putranya itulah yang justru nyaris hampir dibunuh oleh orang lain.
Namun, entah kenapa rasa curiganya kepada putranya itu masih menyelinap dalam hatinya dan tak bisa hilang dengan mudah begitu saja. Walhasil dengan mata memicing penuh curiga, ia pun mendengus pelan sambil melontarkan pertanyaan yang sangat meremehkan, "Kamu pasti cari gara-gara duluan kan? Logika saja! Mana mungkin orang berniat jahat ingin membunuhmu kalau bukan kamu duluan yang mencari masalah! Memang dasar, dari dulu kamu tidak pernah berubah! Tahunya hanya menyusahkan keluarga saja!"