Di era 90-an tanpa ponsel pintar dan media sosial, Rina, seorang siswi SMA, menjalani hari-harinya dengan biasa saja. Namun, hidupnya berubah ketika Danu, siswa baru yang cuek dengan Walkman kesayangannya, tiba-tiba hadir dan menarik perhatiannya dengan cara yang tak terduga.
Saat kaset favorit Rina yang lama hilang ditemukan Danu, ia mulai curiga ada sesuatu yang menghubungkan mereka. Apalagi, serangkaian surat cinta tanpa nama yang manis terus muncul di mejanya, menimbulkan tanda tanya besar. Apakah Danu pengirimnya atau hanya perasaannya yang berlebihan?
“Cinta di Antara Kaset dan Surat Cinta” adalah kisah romansa ringan yang membawa pembaca pada perjalanan cinta sederhana dan penuh nostalgia, mengingatkan pada indahnya masa-masa remaja saat pesan hati tersampaikan melalui kaset dan surat yang penuh makna.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mom alfi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7: Perasaan yang Bingung
Hari itu, langit di atas SMA Negeri 5 terlihat sedikit mendung, namun suasana di kelas tetap ceria. Rina duduk di bangkunya, memperhatikan teman-temannya yang sibuk berbincang mengenai tugas fisika yang mereka semua hindari. Di sebelahnya, Sari sibuk mencoret-coret buku catatannya dengan gambar-gambar yang tak ada hubungannya dengan pelajaran. Rina, di sisi lain, lebih memilih untuk merenung, pikirannya teralihkan oleh dua hal yang mengusik hatinya: Danu dan surat cinta yang misterius.
Seminggu terakhir, Rina merasa dirinya semakin sering melirik ke arah Danu. Setiap kali melihatnya, perasaan aneh muncul di dadanya. Danu yang biasanya dingin dan cuek, kini mulai terlihat lebih sering berbicara dengannya, meski hanya sekedar bertanya tentang pelajaran atau membicarakan lagu favorit mereka. Tapi entah mengapa, Rina merasa ada sesuatu yang berbeda. Setiap kali Danu melontarkan senyuman tipis atau berbicara dengan nada lembut, jantung Rina berdebar lebih kencang dari biasanya.
“Rina, kamu kenapa sih? Pasti mikirin Danu ya?” Sari tiba-tiba menyenggol lengan Rina sambil menyeringai nakal.
Rina menoleh dengan cepat, merasa wajahnya memerah. “Ng... ngga kok!” jawabnya gugup. Tapi Sari hanya tertawa kecil melihat ekspresi Rina yang terburu-buru menutupi rasa malunya.
“Ih, ketahuan deh! Gue tahu kok, dari cara kamu liat dia tuh beda,” Sari terus menggoda, membuat Rina merasa semakin canggung.
Rina memutuskan untuk tidak mengakui perasaannya lebih lanjut. Danu memang sering membuatnya bingung. Kadang dia begitu dingin, seperti tidak peduli dengan apapun yang terjadi, tetapi di saat lain dia tampak memperhatikan Rina dengan cara yang tak biasa. Mungkin dia hanya bersikap biasa saja, atau mungkin—hati Rina mulai berbicara—mungkin Danu memang peduli. Tapi apakah itu berarti dia juga memiliki perasaan yang sama?
Setelah sekolah, Rina kembali ke rumah dengan perasaan yang masih belum tenang. Begitu masuk ke kamarnya, dia langsung membuka laci mejanya dan menemukan surat cinta kedua yang kembali mengusik pikirannya. Surat itu tidak bertanda tangan, tapi isinya sangat jelas: penggalan lirik lagu dari band favorit mereka, Nirvana. Lagu yang pernah mereka bicarakan bersama saat di kantin, saat Danu menunjukkan kaset favoritnya. Mungkinkah ini tandanya? Rina merasakan perasaan yang membingungkan; ada rasa senang, ada rasa penasaran yang semakin dalam.
“Kenapa dia gak langsung aja ngomong? Kenapa harus melalui surat?” pikirnya dalam hati.
Namun, apa yang harus Rina lakukan? Mencari tahu sendiri? Atau menunggu Danu mengungkapkan semuanya?
Keputusan itu sepertinya tak perlu ditunggu terlalu lama. Esok harinya, di kelas, suasana cukup santai. Beberapa siswa sibuk mengerjakan PR, sementara yang lain bercengkerama di meja mereka. Danu duduk di pojok, seperti biasa, dengan Walkman di telinga, mendengarkan musik tanpa peduli pada sekelilingnya. Rina menatapnya dari jauh, hati yang semula ragu kini dipenuhi pertanyaan-pertanyaan yang terus berputar di kepalanya.
Saat bel istirahat berbunyi, Rina berusaha mengumpulkan keberanian. Dia melangkah mendekati Danu yang sedang duduk di bangkunya, membuka kaset yang baru saja dibeli di toko kaset dekat sekolah. Rina tahu, hari ini adalah hari yang tepat untuk bertanya.
“Danu,” katanya, mencoba terdengar tenang meskipun hatinya berdebar.
Danu menoleh, dan Rina merasa sedikit lega saat dia hanya mengangguk kecil. “Ada apa?” tanyanya dengan suara datar, seperti biasa.
“Kaset yang kemarin, yang kamu dengerin itu… bukannya itu milikku, ya?” Rina menatap Danu dengan harapan, berharap dia bisa memberikan jawaban yang jelas.
Danu terdiam sejenak, seolah berpikir. “Mungkin iya. Tapi kaset itu udah lama gue punya,” jawabnya pelan, tanpa ekspresi.
Rina merasa sedikit kecewa, tapi juga tak ingin menyerah begitu saja. “Gue rasa itu kaset yang hilang beberapa bulan lalu. Mungkin gue yang salah, ya…”
Tiba-tiba, Danu mengangkat wajahnya dan menatap Rina dengan lebih dalam. “Tapi kalau memang itu milikmu, kenapa gak langsung nanya aja, Rina?” katanya, dengan nada yang tak bisa dimengerti Rina.
Rina hanya bisa terdiam, merasa bingung sekaligus canggung. “Aku… aku cuma penasaran saja,” jawabnya dengan suara pelan.
Danu tersenyum kecil, yang bagi Rina terasa seperti sebuah teka-teki yang tak terpecahkan. “Kadang, jawabannya ada di antara kita, gak perlu dicari terlalu jauh.”
Mendengar kata-kata itu, hati Rina semakin berdebar. Ada sesuatu dalam cara Danu berbicara yang membuatnya merasa lebih dekat, namun juga semakin bingung. Apa maksudnya?
Setelah percakapan singkat itu, Rina merasa seluruh tubuhnya dipenuhi kegelisahan. Begitu banyak pertanyaan yang belum terjawab. Kenapa Danu selalu bersikap misterius seperti itu? Apakah dia benar-benar menyukai Rina, atau hanya sekedar bercanda? Surat cinta yang kedua semakin membuatnya tak bisa tidur nyenyak. Lirik lagu dalam surat itu, suara lembut Danu ketika mereka berbicara, semuanya mulai membingungkan hati Rina.
Namun, entah kenapa, Rina merasa ada semacam kenyamanan dalam ketidakpastian ini. Ada perasaan yang semakin tumbuh dalam dirinya, yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Sepertinya, Danu dan dirinya sedang berada dalam sebuah permainan perasaan yang rumit, namun indah.
Di tengah kebingungannya, Rina merasa sedikit lega mengetahui satu hal: dia sudah tahu lebih banyak tentang Danu dibandingkan sebelumnya. Mungkin, ia harus sedikit lebih sabar menunggu jawabannya. Di saat-saat seperti ini, ada kalanya hal-hal besar memerlukan waktu untuk diungkapkan. Namun yang jelas, Rina merasa satu hal yang pasti—perasaan ini mulai berkembang menjadi sesuatu yang lebih dari sekedar rasa penasaran.