NovelToon NovelToon
"Rumah Tua" (Adelia Adena).

"Rumah Tua" (Adelia Adena).

Status: tamat
Genre:Horor / Tamat / Rumahhantu / Hantu
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Khairunnisa Nur Sulfani

Adelia Adena, seorang gadis SMA yang ekstrover, ceria dan mudah bergaul dengan siapa saja, tiap harinya selalu di isi dengan keceriaan dan kebahagiaan.

Hingga suatu hari hidupnya berubah, ketika sang Ayah (Arsen Adetya) mengatakan bahwa mereka akan pindah di perkampungan dan akan tinggal disana setelah semua uang-nya habis karena melunasi semua utang sang adik (Diana).

Ayahnya (Arsen Aditya) memberitahukan bahwa sepupunya yang bernama Liliana akan tinggal bersama mereka setelah sang Ibu (Diana) melarikan diri.

Adelia ingin menolak, tapi tak bisa melakukan apa-apa. Karena sang Ayah sudah memutuskan.

Ingin tahu kelanjutannya, simak terus disini, yah! 🖐️

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khairunnisa Nur Sulfani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Siapa Perempuan Yang Tinggal di Rumah Depan?

Rumah ini memiliki pencahayaan yang remang, bahkan kamar ini, lampu LED nya tiba-tiba berkedip nyala_mati, dan kemudian redup tiba-tiba. Aku tidak begitu mempermasalahkannya, karena aku juga tidak begitu menyukai cahaya yang terang. Seringnya aku lebih suka tidur dengan keadaan lampu kamar yang redup, jika dibiarkan terus menyala, bisa dipastikan aku tidak bisa tidur hingga besok hari.

pun aku memaklumi keadaan rumah ini, ini rumah tua pastinya penyatu dayanya bisa jadi seiring berjalannya waktu tidak sesuai atau memadai, atau mungkin ada masalah pada sambungan listriknya. Juga bahkan lampunya tidak pernah diganti selama dibiarkan kosong selama ini.

Aku mendengarnya dari teman papa, Bima. Bahwa sebelum kami beli, rumah ini telah dibiarkan kosong selama bertahun-tahun. Meski begitu, rumah ini tetap terawat dan masih kokoh, terbukti dari tidak adanya bagian-bagian tertentu dari rumah ini yang perlu diperbaiki dan direnovasi.

Aku menyibak penutup tirai dan membiarkannya tertutup, sebelum penutup tirai tertutup sempurna. Aku baru menyadari bahwa di seberang depan rumah terdapat satu rumah lagi. Yang, tunggu, sepertinya penghuninya adalah seorang gadis seusiaku, ia memiliki rambut panjang dan poni yang biarkan tergerai begitu saja, dan ia mengenakan sebuah dress berwarna hitam yang cukup cantik dan mengenakan hiasan leher berbentuk pita yang memanjang ke bawah. Ia juga melihat ke arah sini, tepatnya ke arah kamarku dan ia juga tengah menatapku, datar, yang jika kamu melihatnya lebih jelas, tatapan matanya seolah berubah menjadi sendu.

Aku segera menutup tirai jendela dengan cepat. Setelah itu aku memegang tengkuk leherku yang entah mengapa tiba-tiba terasa dingin, mungkin karena hembusan anginnya.

Aku berbaring di atas ranjang yang jika kuperhatikan ternyata desain kamar ini persis seperti kamarku yang dahulu. Tunggu, ini benar-benar seperti kamarku kemarin. Rupanya Papa meminta agar mereka tidak mengubah desain kamarku dan letak perabotannya. Mungkin ini sebagai permintaan maaf, manis sekali.

Karena tidak bisa tidur, aku bangkit dari tempat tidur dan memilih untuk mencoba mengintip dari sela tirai ke rumah perempuan tadi. Apakah ia masih ada disana? Tidak bisa tidur dan memilih bingung karena tidak tahu harus melakukan apa seperti aku saat ini.

Setelah aku melihat-lihat, rupanya perempuan tadi sudah tidak ada, kamarnya dalam keadaan gelap yang berarti ia sudah tidur. Aku kembali menutup tiraiku dan mengabaikan hal yang aku lihat tadi. Tapi aneh, bayangan perempuan tadi seperti selalu terbayang dalam pikiranku. Mungkin karena ia mengenakan dress berwarna putih dan rambutnya di biarkan tegerai begitu saja tanpa hiasan apapun yang ia kenakan di rambutnya.

Maksudku jarang sekali perempuan seusaiku berpenampilan seperti itu malam-malam, kau tahu kan apa maksudku? Tapi aku setuju, jika tidur sebaiknya rambut dibiarkan tergerai begitu saja tanpa harus diikat simpul karena bisa merusak struktur rambut dari dalam. Mungkin, tadi ia juga sama sepertiku, sama-sama hendak menutup tirai.

Tapi itu menggangguku, tatapannya, mengapa tatapannya datar sekali dan kosong. Ah, lupakan, mungkin ia tengah mengantuk.

Angin malam berhembus dengan sangat dingin, hal ini membuatku semakin mengeratkan jaketku menutupi tubuhku yang putih. Tunggu, mengapa anjing itu ribut sekali?. Ya, kami punya seekor anjing yang bernama Asher, yang kami bawa kemari dari rumah.

Aku yang memang susah sekali memejamkan mata berniat turun dari tempat tidur dan mencoba melihat keluar meski dari balik tirai. Aku melihat Asher terus menggonggong dan ia fokus pada sesuatu yang entah apa dibalik pepohonan. Hal itu sukses membuatku bergidik.

Belum sempat aku naik ke tempat tidur, sekarang aku mendengar suara yang entah mungkin terbawa angin seperti suara seorang perempuan yang tengah menangis. Walau lirih tapi aku masih bisa mendengarnya jelas. Hal ini berhasil membuatku merinding dan ketakutan.

Bagaimana tidak, pukul 12 malam, Asher masih menggonggong dan ada suara wanita yang menangis. Lagi pula siapa yang menangis malam-malam begini? Apakah itu tetanggaku? Kemungkinannya memang benar bahwa itu dia. karena tidak mungkin itu dari orang lain, sebab disini tidak ada rumah lain selain rumah yang ada didepan rumah kami.

Oh astaga aku jadi menyesalkan karena menolak tawaran papa agar bisa sekamar dengan Lilian, setidaknya aku tidak perlu takut sendirian seperti sekarang. Kenapa juga tadi aku menolak agar memilih kamar dibawah! Jika tidak, aku mungkin sudah terlelap sekarang.

___

Aku merasa perempuan depan rumah cukup misterius. Disaat Desa Kabut membuat pantangan agar tidak keluar rumah saat magrib dan diwaktu surup. Ia dengan santainya main di ayunan dengan pandangan yang entah. Apa ia sedang sakit? Om Arsen menyadarkanku dari lamunan dan meminta kami untuk segera turun.

Rumah ini sangat luas dan cukup besar. Sepertinya rumah ini sudah dibersihkan jauh sebelum kami tiba disini. Om Arsen meminta aku dan kak Adelia agar satu kamar saja. Tapi kak Adelia menolak dan meminta kami untuk tidur di kamar yang berbeda.

"Kalian gak mau sekamar saja?" tanya Om Arsen yang kurasa sebenarnya merupakan sebuah saran, barangkali.

"Sebenarnya mau, tapi sayang, kamarnya ada dua." jawab kak Adelia kali ini merasa menang, karena Om Arsen tidak bisa memerintahkan kami untuk sekamar lagi karena tidak punya alasan yang lebih logis.

"Baiklah, kami istirahat lebih dulu. Kalian boleh memilih kamar kalian sekarang." ujar Om Arsen kemudian membuka pintu dan segera menutupnya kembali.

Sekarang hanya ada aku dan Kak Adelia saja disini. Orang-orang yang tadinya ikut membantu juga semuanya sudah pulang ke rumahnya masing-masing. Canggung sebenarnya dan aku tidak suka situasi semacam ini.

"Kamu mau kamar yang mana?." tanya kak Adelia cuek bahkan tanpa ekspresi.

"Kak Adelia saja dulu. Setelah kak Adelia selesai milih, baru Lilian ambil opsi keduanya." jawabku sembari menatapnya kemudian menunduk. Huft, aku tidak tahu mengapa selalu menunduk setiap kali berbicara dengan kak Adelia? Mungkin tatapan matanya yang seolah bisa melihat isi hatiku.

"Baiklah, aku di Lantai dua." jawabnya sembari melemparkan kunci kamar yang satunya padaku yang berhasil aku tangkap dengan baik dan ia segera bergegas naik ke lantai dua.

"Apa tidak sebaiknya kak Adelia di lantai satu saja? Maksudku, mungkin kakak ingin dekat dengan kamar Om dan Tante." ungkapku lirih yang berhasil membuatnya menghentikan langkah dan segera berbalik kemudian menatapku.

"Apa maksudmu? Bukankah tadi kamu bilang, kamu akan mengambil opsi kedua. Apa kamu berubah pikiran sekarang?." tanyanya tersenyum menyeringai yang penuh dengn tatapan mengintimidasi. Apa ini hanya perasaanku saja? Aku merasa ia seolah tengah mengejekku, sepertinya ia berfikir jika aku juga menginginkan kamar dilantai dua. Tapi, semoga saja aku salah.

"A,.. Apa maksud kakak?." tanyaku kali ini.

"Lilian, berhenti memanggilku kakak. Sudah kukatakan aku bukan kakakmu, dan tidak akan pernah." bentaknya.

"Lagian, aku berbicara padamu, tidak berarti hubungan kita dekat. Kamu terlalu percaya diri, untuk ukuran seorang yang menumpang." tambahnya. Kali ini ia menatapku lekat, apa mataku tampak berkaca-kaca sekarang.

Kak Adelia bergegas menaiki lantai dua bahkan tanpa berbalik melihat ke arahku lagi. Aku merasa sedikit konyol, lagi pula mengapa aku bersedih karena kalimat yang dilontarkan oleh kak Adelia. Bukankah itu benar dan faktanya aku memang sedang menumpang dirumahnya sekarang. Harusnya aku bersyukur dan sedikit lebih tahu diri.

Karena merasa sedih aku memutuskan untuk segera masuk ke Kamar tapi sebelum itu aku melihat sampah plastik yang diletakkan di dekat pintu kamar.

"Apa ini sampah yang tertinggal tadi?." tanyaku pada diri sendiri. Aku memutuskan akan meletakan sampah itu diluar dekat pintu keluar saja, lagian aku belum merasa mengantuk dan sepertinya tidak ada hal apapun yang bisa aku lakukan di kamar nantinya.

Membuka pintu dengan perlahan, dan kudapati lampu teras dengan cahayanya yang redup, sesekali ia akan berkedip nyala dan mati, begitu seterusnya. Karena merasa takut aku bergegas meletakkannya begitu saja di sana dan masuk ke rumah. Tapi sebelum menutup pintu dengan sempurna, aku mendengar sesuatu yang seperti tengah di seret.

Memutuskan untuk melihatnya dibalik tirai. Benar saja, di dalam kegelapan yang masih diterangi dengan cahaya yang cukup redup. Aku melihat seseorang yang tengah menyeret sesuatu, melewati jalan setapak dan kemudian berhenti. Seolah tengah melihat ke arah sini dan mengetahui jika ada seseorang yang melihatnya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!