Daren begitu tergila-gila dan rela melakukan apa saja demi wanita yang di cintainya, Tapi cintanya tak terbalas, Sarah yang di cintai Daren hanya mempunyai secuil perasaan padanya, Di malam itu semua terjadi sampai Sarah harus menanggung akibat dari cinta satu malam itu, di sisi lain keduanya mau tidak mau harus menikah dan hidup dalam satu atap. Bagaimana kelanjutan kisah Mereka. akankah Daren bisa kembali menumbuhkan rasa cinta di hatinya untuk Sarah? Dan apakah Sarah bisa mengejar cinta Daren?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon II, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kamu Adalah Hidup Dan Matiku
Suka cita Perlahan sunyi kembali, Daren dan Sarah memilih bersantai di ruang keluarga sembari menikmati acara televisi, sedangkan Pak Darwin ke ruang kerja sebentar.
"Yank, tadi kita ga kasih tau tentang Toxoplasma ke ayah." Raut wajah Sarah menjadi murung. Kabar bahagia yang di berikan kepada sang ayah mertua tidak serta Merta juga di beri tahu yakni bakteri toxoplasma yang jelas mengancam si janin.
Daren yang duduk di samping Sarah sembari mengelus perutnya berkata. "Tidak usah, Ayah ga usah tau, aku yakin bakteri itu akan hilang sendiri, kamu kan nanti di kontrol dokter di tambah minum obat juga, biar ini menjadi rahasia kita, cukup ayah mu saja yang tau."
"Assalamualaikum," Suara lantang laki-laki menggema.
Daren dan Sarah Menoleh.
Berdiri di sana Pak Dahlan beserta Nyonya Meri dan si putri sulung.
"Dokter Vera." Ucap Sarah tak percaya.
"Waalikumsalam." Sahut Daren, segera bangkit untuk menyambut keluarga itu. Sedangkan Sarah masih nampak tak percaya ada dokter Vera di antara kedua orang tua Yasmin.
Jadi selama ini, dokter Vera anak pak Dahlan.
Tanya batin Sarah. Masih berdiri di sana dengan Mimik wajah sedikit pucat. Bagaimana kalau kedatangan Dokter Vera untuk memberi tau kabar yang sebenarnya kepada sang ayah mertua? Sarah menjadi lebih gugup. Bahkan ketika Daren menariknya untuk menyambut keluarga Yasmin pun Sarah seakan melayang.
Di saat Daren dan Sarah menyambut Pak Dahlan, Yasmin yang baru saja keluar kamar, menunggu beberapa menit untuk membuang kecurigaan Daren, tapi tidak ada yang salah. Ini hari Minggu, Semua orang pasti pergi liburan.
"Aku akan keluar nanti kalau om Darwin datang, lebih baik aku menunggu di sini."
"Kalian apa kabar?" Terlihat Pak Dahlan bersikap baik, menyambut tangan keduanya.
"Kami baik, Alhamdulillah. Om dan Tante apa kabar?" Tanya Daren balik.
"Kami baik Daren." Sahut Nyonya Meri. Melirik area rumah.
Daren paham akan hal itu. "Ayah lagi ke ruang kerja sebentar."
Pak Darwin yang mana di beri tahu tentang kedatangan Pak Dahlan segera turun meninggalkan telepon dari asistennya..
"Wah, ada tamu ternyata." Ucap Pak Darwin antusias, berjalan cepat menghampiri Pak Dahlan dan Nyonya Meri.
Di antara keramaian, ada satu sosok perempuan yang sedari tadi tertegun, hanya sesekali melempar senyuman.
Tingkah aneh dokter Vera tak luput dari perhatian Sarah yang sedari awal kedatangannya menjadi perhatian. Ingin sekali mendekat tapi tangan Daren senantiasa melingkar di jemarinya membuat Sarah tidak bisa leluasa.
Di ruang keluarga mereka berbincang, Sarah menahan rasa di hati yang entah kenapa tak enak di rasa, apalagi Yasmin sedari datang terus mencuri perhatian.
Daren bukannya tidak melihat tatapan mata Yasmin dan senyuman manisnya. Daren memilih acuh sengaja mengelus rambut Sarah yang mana kepalanya bermanja di dadanya yang bidang.
Pak Dahlan melihat bagaimana sang putri tercintanya terbakar melihat kemesraan Daren dan Sarah. untuk itu dirinya menyenggol tubuh Dokter Vera yang ada di sampingnya.
Dokter Vera terperanjat. Menoleh kearah sang ayah yang memberi isyarat. Seolah paham dokter Vera mengangguk.
Menunggu waktu yang tepat dokter Vera bersuara, pasalnya Pak Darwin tengah membicarakan tentang proyek Mall..
Melihat situasi tidak memungkinkan untuk menyuarakan kata, Dokter Vera memilih diam, hal itu membuat Pak Dahlan menghela napas jengah. si sulung sepertinya tidak bisa di ajak bekerja sama. untuk itu, Pak Dahlan bersuara. Tapi terlebih dahulu melirik Daren dan Sarah.
"Om baru ingat, katanya Vera mau mengatakan sesuatu!"
Seperti petir di siang bolong, Daren dan Sarah menjadi gugup. Menatap sinis Pak Dahlan yang nampak memasang wajah tak bersalah.
Jelas itu membuat Pak Darwin mengerutkan kening heran. "Apa itu?"
Daren segera mencegah. "Ga ada apa-apa, Yah."
Dokter Vera yang di beri tatapan tajam dari Pak Dahlan bersuara. "Waktu itu, saya belum selesai berbicara, Nona Sarah dan-
"Bicara santai aja Vera, kita kan keluarga. Jadi santai saja." Ucap Pak Darwin.
Dokter Vera mengangguk. "Waktu itu Vera belum selesai menerangkan semuanya, Tapi Daren dan Sarah sudah pulang."
Pak Dahlan dan Nyonya Meri tersenyum samar. Sedangkan Yasmin berlagak polos di ujung sofa.
"Tentang apa?" Lagi Pak Darwin bertanya.
Sarah yang ketakutan segera memberi isyarat kepada Daren untuk mengambil tindakan.
"Ini penting, Daren dan Sarah ingin ayah ikut ke ruang kerja ayah, Dokter Vera mari."Daren beranjak bangun dengan serta bersama Sarah..
"Kenapa harus ke ruang kerja ayah? Kenapa tidak di sini saja? Keluarga Om Dahlan adalah keluarga kita juga, Jadi katakan di sini saja."
Yasmin menatap kedua orang tuanya penuh kemenangan, Taktik sang ayah benar-benar matang dan mulus. Bahkan Daren dan Sarah yang berinisiatif untuk menutup rapat semuanya dari Pak Darwin malah terjebak.
"Ga, Sarah ingin dokter Vera mengatakannya di ruang kerja ayah." Ucap Sarah kekeh.
Pak Darwin menghela napas berat. "Sarah sayang, kalau tidak ada hal yang serius kenapa harus di sembunyikan,"
Tiba-tiba Pak Darwin mematung, menatap lekat pasangan suami istri. "Apa ada sesuatu? Kehamilan Sarah? Ada masalah?" Rentetan pertanyaan dari Pak Darwin begitu menggema.
"Betul, Om, Kandungan Sarah terkena Bakteri Toxoplasma, seperti yang kita tau, bakteri itu berbahaya untuk ibu dan janinnya, Di samping itu ada hal lain yang harus Vera sampaikan."
Dokter Vera segera mengeluarkan kertas dari tasnya. "Hasil Lab Sarah."
Sarah segera mengambil kertas dari tangan dokter Vera, membukakannya dan luput sendirian.
Daren ikut bergabung membaca kata demi kata isi kertas. Sedangkan Pak Darwin masih diam menunggu.
Yasmin tak kuasa menahan rasa bahagia, kakinya sampai berjingkrak tapi Yasmin menahannya, akan ada waktu untuk bersulang dengan kedua orang tuanya nanti..
"Apa isinya Daren?" Tanya Pak Darwin tak sabar.
Daren dan Sarah terus membaca sampai di mana Sarah menitihkan air mata dan terkulai ke sofa.
"Ini hasil Lab? Bukan kah waktu itu kamu sudah berikan kepada ku dan Sarah." Daren bicara lantang, wajahnya terlihat jelas memendam perasaan pelik.
Dokter Vera mengangguk. "Iya, tapi waktu itu kalian pergi di saat aku belum selesai menjelaskan."
Maafkan aku Daren, Sarah. aku benar-benar minta maaf, aku tidak berdaya.
"Apa hasilnya? Beri tau Ayah." Terlihat Pak Darwin menjadi kesal.
"Rahim Sarah harus di angkat, Toxoplasma bukan satu-satunya penyebab, Endometriosis! adalah hal utamanya." Dokter Vera menghela napas berat, menunduk menahan rasa bersalah di hatinya. "Maafkan saya, karena harus mengatakan itu."
Daren menggelengkan kepalanya tak percaya. "Waktu itu kamu tidak mengatakan apapun, bahkan kamu mengatakan hanya bakteri Toxoplasma. Kenapa sekarang -
Ucapan Daren menggantung tak kuasa dengan kenyataan tulis di kertas yang masih di genggamannya. Daren menjatuhkan bobot tubuhnya menarik Sarah sang istri yang kini terisak. "Daren akan menguji ulah."
Dokter Vera mengangkat kepala menatap langsung sang ayah yang mana mengangguk pelan.
Apa yang sebenarnya ayah rencanakan? Kenapa ayah sejahat itu.
Dokter Vera meremas bajunya, ingin sekali bersuara mengatakan kebohongan yang sudah di umumkannya Tapi lagi-lagi tatap dan tekanan yang di berikan Nyonya Meri membuatnya diam seribu bahasa.
"Itu benar, Om setuju, mending kamu menguji hasil lab itu di sini. Rumah sakit terbesar di bandung pasti tidak akan membuat kesalahan, lagipula itu rumah sakit kan juga milik ayahmu. Sebagian saham ayahmu ada di rumah sakit itu, pasti tidak akan membuat kesalahan, pantau para pekerja medis di sana kalau perlu." Usul Pak Dahlan..
Daren yang kini menangkan Sarah mengangguk. Diam-diam melirik Pak Darwin yang nampak lesu.
Sarah dan Daren pamit ke kamar, meninggalkan ruang keluarga tanpa kata. Sedangkan Pak Darwin masih berada di antara keluarga Pak Dahlan.
Pak Darwin menghela napas berat. Wajahnya yang tadi berbunga kini jauh berbeda.
Pak Dahlan memanfaatkan peluang. "Darwin, Aku turun prihatin, mungkin hasil lab itu salah, kamu jangan berpikir yang tidak-tidak dulu, Sarah pasti akan baik-baik saja."
"Betul, Kamu jangan khawatir, semisal hasil lab itu benar, mereka bisa mengadopsi anak untuk pewaris keluarga Darwin." Lanjut Nyonya Meri.
Mendengar itu Pak Darwin menggeleng-gelengkan kepalanya. "Tidak ada sejarahnya seorang pewaris anak hasil adopsi, Daren harus mempunyai keturunan bukan anak hasil adopsi." Pak Darwin menjadi murka, segera bangkit dan berlalu pergi.
Pak Dahlan dan Nyonya Meri saling tatap, Yasmin di sana masih bersandiwara dengan menekuk wajahnya. Sedangkan Dokter Vera masih diam membisu. Hanya buliran air mata di pipinya.
"Kita sudah berdosa." Seru dokter Vera.
Pak Dahlan melirik tajam. "Semua orang melakukan apa saja demi bisa mempertahankan kekuasaan, Adikmu Yasmin berhak atas Daren, Kamu jangan macam-macam."
"Tapi ayah, semua akan terbongkar, Apa Ayah tidak mendengar apa kata Daren tadi? Dia akan menguji ulang hasil lab itu." Terlihat Dokter Vera ketakutan.
Pak Dahlan tersenyum lirik. "Kamu tenang saja, semua dalam kendali ayah. Ayah merasa Sarah pantas mendapatkan semua ini. Dulu dia pernah mencampakkan Daren demi Daniel anak mendiang Pak Teo, Sekarang Biarin Yasmin yang akan menggantikan posisi Sarah,"
...
Keesokan paginya, Daren dan Sarah berserta Pak Darwin mengunjungi rumah sakit terbesar di bandung, Begitu tegar menceritakan semuanya kepada dokter kandungan di sana..
"Baik Pak, hasil nya akan keluar sekitar setengah jam, setelah itu kita akan melihatnya." Seru Dokter kandungan.
Menunggu dengan hati berdebar, Pak Darwin senantiasa menenangkan kedua anaknya yang nampak tak tenang, wajah mereka gugup dan tak bersemangat, Bahkan Untuk sarapan pun tak bisa.
"Kalau hasil itu mengatakan rahim ku harus di angkat, apa yang akan kamu lakukan?" Tanya Sarah, menatap Daren dengan wajah pucat. Matanya sembab karena dari semalam tak henti menangis.
Pak Darwin yang mendengar itu hanya diam tak memberi respon apapun, laki-laki beranak satu itu hanya menghela napas panjang.
Daren tersenyum sembari mengelus pipi Sarah. "Aku akan tetap menjadi suamimu, dan kamu akan tetap menjadi istriku, itu janjiku."
"Jangan menjanjikan sesuatu hal yang belum pasti." Seru Pak Darwin.
Daren tersenyum lagi alih-alih menimpali ucapan sang ayah. mata dan senyum itu masih terkunci di Sarah yang berlinang.
"Dari dulu aku mengejar mu, semua aku halalkan demi bisa bersama kamu, setelah aku mendapatkan kamu, aku tidak akan melepaskan kamu hanya karena ini. Kamu adalah hidup dan matiku Sarah Narendra."
Sarah menjadi semakin terisak, Pak Darwin yang mendengar ucapan sang putra mengangguk dengan wajah ceria.
"Serahkan semua kepada Allah." Kata Pak Darwin, menepuk pundak Daren.
"Bu Sarah." Panggil Suster.
Di dalam ketiganya nampak tegang, Hasil lab masih di baca dokter kandungan.
"Mohon maaf saya harus mengatakan ini, hasil lab anda tidak berubah, Bu Sarah, rahim anda harus di angkat demi keselamatan anda. Saya Mohon maaf."