Hanzel Faihan Awal tak menyangka jika pesona janda cantik penjual kue keliling membuat dia jatuh hati, dia bahkan rela berpura-pura menjadi pria miskin agar bisa menikahi wanita itu.
"Menikahlah denganku, Mbak. Aku jamin akan berusaha untuk membahagiakan kamu," ujar Han.
"Memangnya kamu mampu membiayai aku dan juga anakku? Kamu hanya seorang pengantar kue loh!" ujar Sahira.
"Insya Allah mampu, kan' ada Allah yang ngasih rezeky."
Akankah Han diterima oleh Sahira?
Yuk pantengin kisahnya, jangan lupa kasih bintang lima sama koment yang membangun kalau suka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BTMJ2 Bab 21
Pagi-pagi sekali Sahira sudah bersiap untuk pergi, dia terlihat rapi karena ingin ikut suaminya pergi ke Resto. Dia bertekad di dalam hatinya tidak akan membiarkan wanita manapun mendekati Hanzel.
Sahira sudah sangat mencintai pria itu, dia tidak ingin kehilangan pria itu. Karena pria itu merupakan sosok suami yang bertanggung jawab, suami yang penuh cinta dan suami yang begitu menyayangi istrinya.
Sahira juga merasa kalau Hanzel merupakan ayah sambung yang baik untuk Cia, walaupun usianya masih sangat muda, tetapi pria itu mampu menjadi sosok ayah idaman bagi Cia.
"Ibu udah cantik banget, mau pergi sama Ayah?" tanya Cia yang melihat ibunya sudah begitu rapi.
"Iya, Sayang. Sekalian nganter kamu sekolah," jawab Sahira.
"Oh gitu, oiya, Bu. Beberapa hari ini ada daddy suka datang ke sekolahan, apa Cia boleh ketemu sama daddy?"
Saat pertama kali Cia bertemu dengan Dion, pria itu terlihat begitu angkuh dan juga sombong. Namun, beberapa hari ini bertemu dengan Dion membuat Cia berubah pikiran.
Pria itu kini terlihat begitu baik, begitu pengertian dan memperlakukan Cia dengan penuh kasih. Dion bahkan selalu berbicara dengan lembut, dia datang sambil membawakan makanan kesukaan Cia.
"Memangnya Cia suka ketemu sama daddy?"
"Suka sih, soalnya sekarang Daddy sudah berubah. Tapi, kalau Ibu nggak setuju Cia ketemuan sama Daddy, Cia nggak bakal ketemu lagi sama dia."
Sahira langsung menolehkan wajahnya ke arah Hanzel, dia soalnya sedang meminta pendapat dari suaminya itu. Hanzel tentunya tahu kalau Dion selalu menemui Cia, karena dia menempatkan pengawal untuk memantau pergerakan anak sambungnya itu.
Hanzel juga sudah tahu kalau Dion ini sudah menduda, pria itu kini memulai usaha kecil-kecilan bersama dengan kedua orang tuanya. Dion membuka kedai kopi di dekat universitas.
"Dion sudah berubah, Yang. Dia sedang belajar menjadi ayah yang baik, biarkan saja dia dekat dengan Cia. Toh Cia adalah anak kandungnya, tidak boleh kita memutuskan tali silaturahim antara ayah dan juga anak."
"Aku tidak bermaksud seperti itu, Sayang. Tapi, aku takut kalau Dion hanya berpura-pura saja. Nantinya pria itu akan mengambil Cia dari aku," ujar Sahira menyampaikan kekhawatirannya.
"Jangan khawatir, Sayang. Aku sudah menyelidikinya, dia sudah duda dan tak lagi dijajah oleh istrinya si Risma itu."
"Oiya, dia duda?"
Hanzel merasa tidak suka ketika istrinya bertanya seperti itu, dia merasa cemburu karena merasa kalau Sahira masih memedulikan mantan suaminya itu.
"Yang! Kamu mau balikan sama dia?"
"Eh? Mana ada kaya gitu, suami aku yang tampan dan muda ini memangnya mau dikemanakan?" ujar Sahira yang langsung memeluk Hanzel dengan erat.
"Ehm! Aku gak ada yang peluk," ujar Cia.
Hanzel dan juga Sahira tertawa, kemudian keduanya langsung memeluk Cia. Tak lama kemudian Hanzel bahkan langsung menggendong Cia.
"Sekolahnya yang bener, nanti kalau daddy datang, kamu boleh ketemu sama dia. Walau bagaimanapun juga dia adalah ayah kandung kamu, bersikaplah dengan baik."
"Ya, Ayah."
Setelah terjadi obrolan antara Hanzel dan juga keluarga kecilnya, akhirnya mereka pergi dari kediaman Hanzel. Pertama Hanzel mengantarkan Cia terlebih dahulu ke sekolah, setelah itu barulah Hanzel mengajak istrinya pergi menuju Resto.
Sahira terus aja memeluk lengan Hanzel, wanita itu seolah sedang berkata kalau Hanzel hanyalah milik dirinya seorang.
"Han, gue mau ngomong."
Anggun melambaikan tangannya dari arah dapur, Hanzel langsung menghentikan langkahnya. Dia menunggu wanita itu untuk menghampiri dirinya.
Anggun yang melihat Hanzel menghentikan langkahnya langsung tersenyum, dia dengan cepat berjalan menuju pria itu. Anggun berjalan tanpa menolehkan wajahnya ke arah Sahira, tatapan mata wanita itu terus saja tertuju kepada Hanzel.
Saat mereka sudah dekat, Anggun dengan sengaja ingin menjatuhkan tubuhnya kepada Hanzel. Dia berpura-pura keserempet kakinya sendiri, Sahira tentunya bisa membaca gelagat dari wanita itu.
Sahira dengan cepat menarik lengan Hanzel, hal itu membuat Hanzel dan juga Sahira menggeser letak tubuh mereka.
Brugh!
"Argh!" teriak Anggun karena wanita itu terjatuh ke atas lantai, lututnya sampai terluka karena terbentur lantai.
Kepalanya bahkan hampir terpentok kaki meja, Sahira yang melihat akan hal itu bukannya membantu wanita itu, tetapi dia malah tertawa dengan terbahak-bahak.
Tentu saja hal itu membuat Anggun sangat marah, tetapi wanita itu pura-pura tetap tersenyum sambil menahan lututnya yang begitu sakit.
"Han, tolong bantuin gue."
"Sorry, Hanzel udah punya istri. Gak bisa lagi kalau harus bantu cewek lain, dibantu sama pak security aja."
Sahira langsung memanggil security yang ada di sana, lalu dia meminta security itu untuk membantu Anggun agar bisa berdiri.
"Aduh, sakit." Anggun mengeluh sambil menatap wajah Hanzel, dia seolah mengharapkan belas kasih dari pria itu.
"Jangan liatin suami gue, kalau mau minta diobatin sama Pak security juga bisa. Kalau lukanya parah bisa langsung ke rumah sakit aja, siapa tau lukanya parah sampai kakinya harus dioperasi."
Anggun sampai membulatkan matanya dengan sempurna, dia tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Sahira. Wanita yang selama ini terlihat begitu lemah lembut itu ternyata bisa berkata kasar juga.
"Sayang," tegur Hanzel.
"Sorry, Sayang. Aku gak niat jahat sama dia, kalau kamu memang mau bantu dan sangat peduli sama dia, silakan."
Setelah mengatakan hal itu, Sahira dengan cepat melangkahkan kakinya menuju ruang kerja Hanzel. Tentunya dari pada terjadi perang dunia antara dirinya dan juga Sahira, lebih baik dia mengikuti istrinya, daripada harus menolong Anggun.
"Han!" teriak Anggun karena Hanzel malah meninggalkan dirinya begitu saja.
"Sama saya aja, Nona. Saya akan obati, saya ambil dulu kotak obatnya."
"Ck! Gak usah," ujar Anggun dengan sewot.
Lalu, wanita itu melangkahkan kakinya dengan tertatih menuju dapur. Dia merasa kesal karena tidak bisa mengambil perhatian Hanzel.
"Sialan! Kenapa susah sekali mendapatkan Han?"
Wanita itu meringis sambil mengusap lukanya dengan alkohol, dia tidak menyangka jika pagi ini akan mendapatkan kesialan. Padahal, dia sudah berniat ingin mendekatkan diri kepada Hanzel.
"Wanita itu ternyata tangguh juga," ujar Anggun sambil mengepalkan kedua tangannya dengan sempurna.