Tahu dengan Abrilla atau biasa di panggil Rila? Si bungsu dari Keluarga Anggara?
Dulu jatuh cinta dengan Ed? Tapi ternyata pria itu sangat tidak rekomended. Cukup lama menjomblo, Rila akhirnya merasakan buterfly era lagi.
Kali ini dengan siapa?
Maxwell Louis Sanjaya, pria berkebangsaan Indonesia-Belanda. Berdasarkan informasi yang Rila dapat, Max berstatus duda anak satu. Sulitnya informasi yang Rila dapat membuat gadis itu semakin nekat untuk mendekati Max.
Apakah Rila berhasil mendapatkan hati pria itu? Atau sebaliknya?
Kabarnya, kurang dari 3 bulan, Max akan melangsungkan pertunangan dengan wanita pilihan mami-nya. Bagaimana usaha Rila untuk mendapatkan apa yang dia inginkan?
Ikuti terus ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Anis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hukuman Jena
Jena menatap panti asuhan dengan bangunan tua dan terlihat sangat kumuh. Anak-anak usia 6-12 tahun terlihat berlari-lari di halaman depan, pakaian mereka sangat tidak layak sekali. Jena kembali menatap ke samping kanan bangunan, ada beberapa anak yang diperkirakan usia 13-17 tahun sedang berkebun. Beberapa jenis tanaman seperti sayur dan buah terlihat cukup banyak di tanam.
Seorang wanita paruh baya datang menghampiri Jena. Wajahnya terlihat masih segar meskipun badannya sangat kurus dan matanya sayu.
"Bu Jena, ya?" tanya wanita itu dengan senyum manisnya. Jena hanya mengangguk sembari menatap penampilan wanita tua ini. Kemeja lusuh dipadukan dengan rok polos berwarna putih, rambut di gelung rapi.
"Perkenalkan, saya Uko atau biasa penghuni panti memanggil saya Bu Uko. Saya pemilik serta pengelola panti asuhan ini. Kemarin Tuan Sandy kemari, menawarkan diri sebagai donatur disini. Tentu dengan senang hati saya menerimanya, mengingat kebutuhan anak-anak juga banyak. Saya sudah tua, uang pensiunan suami saya jumlahnya juga tidak banyak. Selama ini hanya mengandalkan hasil kebun yang semakin hari semakin sedikit. Syukur, Tuhan mengirimkan Tuan Sandy sebagai dewa penolong kami." kata Bu Uko menjelaskan dengan ramah.
"Tuan Sandy mengatakan hari ini akan ada pengasuh baru yang akan membantu saya menjaga serta mengawasi anak-anak. Salah satunya anda, sebagai kepala pengawas. Mohon bantuannya, saya harap Bu Jena dan teman lainnya bisa beradaptasi dengan lingkungan ini." sambung Bu Uko dengan penuh harap.
Jena kembali menganggukkan kepala. Teringat jelas apa yang dikatakan oleh putranya, Max. Saat dia akan dikirim kemari.
"Jujur aku sangat kecewa pada mami, dengan teganya menghancurkan hidup putranya sendiri. Tapi sudahlah, itu sudah terjadi. Kini tinggal mami harus mendapatkan hukuman atas perbuatan mami. Aku tidak akan mengirim mami ke penjara yang lembab dan dingin, itu terlalu mudah dan biasa." ujar Max membuat Jena yang tengah menunduk langsung menatap wajah putranya.
"Apa maksud mu, Max?" tanyanya penuh ketakutan.
"Mami akan aku kirim ke luar kota, disana ada panti asuhan yang kumuh. Aku akan mengirimkan bantuan pada mereka, selain untuk sisi kemanusiaan juga untuk membuat mami paham bagaimana mengurus anak dengan baik dan ikhlas. Mami harus menantu pemilik panti asuhan mengurus anak-anak, mengelola bantuan yang aku berikan dengan baik dan membantu mereka tumbuh secara layak. Disana mami akan dibantu oleh beberapa orang. Hidup lah dengan sederhana, mami harus belajar banyak hal agar tahu cara menghargai orang lain, cara berpikir menjadi orang tua yang baik, cara memahami banyak manusia. Jika suatu hari nanti aku puas dengan perubahan sikap mami dan penyesalan dalam diri mami, maka aku sendiri yang akan menjemput mami. Tapi sebaliknya, jika mami tidak mampu dan gagal, aku sendiri yang akan mengirim mami ke penjara terburuk di negara ini."
Max tentu sudah mempertimbangkan keputusan ini. Tujuannya agar maminya belajar menjadi manusia yang pandai bersyukur dan belajar dari kesalahan masa lalu.
"Baiklah, mami akan berusaha sebaik mungkin. Ini sebagai bentuk penyesalan mami di masa lalu. Kata maaf tidak akan cukup menghapuskan rasa sakit mu saat kehilangan Maldevi." Jena pasrah dengan keputusan anaknya. Dia akan belajar menjadi pribadi lebih baik lagi karena Max sudah memberikan dia kesempatan.
Benar saja, siang hari Jena tiba di panti asuhan "Kita Kuat", bersama 4 orang wanita, 2 orang pria serta beberapa mobil box yang isinya berbagai macam kebutuhan panti asuhan.
Jena menempati sebuah kamar kosong dengan 4 ranjang bersebelahan. Jika boleh jujur, kamar ini sangat sempit, berbeda dengan kamar Jena yang sangat luas sekali.
"Hanya ada kamar ini yang layak untuk kalian tempati. Mungkin besok jika renovasi telah selesai baru bisa pindah kamar."
"Tidak masalah, selagi layak untuk ditempati dan bersih." jawab Jena mencoba hidup prihatin. Toh tidak akan lama karna Max juga meminta Sandy untuk merenovasi bangunan panti secara bertahap agar menjadi bangunan yang bagus dan layak.
"Ini jadwal harian anak panti." Bu Uko menyerahkan selembar kertas pada Jena. Terlihat jelas bagaimana kesibukan yang akan mereka lalui esok dan seterusnya.
"Aku tidak akan memaksakan kalian untuk langsung ikut membantu seluruh kegiatan. Coba saja dari hal-hal yang mudah. Meskipun aku sudah tua, aku masih bisa meng-handle sendiri, dibantu anak yang sudah besar." Bu Uko tahu, tidak mudah menjadi pengasuh dan pengawas anak, apalagi mereka orang kota. Sudah biasa dengan kehidupan di kota.
"Terimakasih atas pengertiannya, kami akan berusaha melakukan dengan baik." ujar Olla, salah satu pengasuh pilihan Sandy.
Memang Sandy sudah menyiapkan orang-orang terbaik untuk membantu Bu Uko. Dia dan Max tidak akan membantu setengah-setengah. Hanya Mami Jena yang tidak memiliki pengalaman sama sekali.
Disisi lain, Iris dibawa oleh anak buah Max menggunakan speedboat. Wanita itu sudah tidak sadarkan diri akibat obat yang disuntikkan oleh Rila.
Siang tadi Iris dibawa keluar dari ruangan kaca setelah Jena dibawa lebih dulu. Iris bertekad memanfaatkan kesempatan terakhirnya untuk merayu Max.
"Max bilang, kematian terlalu mudah untuk kami. Jadi pasti dia akan melakukan sesuatu yang akan menyulitkan hidupku." pikir Iris mengingat ucapan Max kemarin. "Tidak, aku tidak mau. Sepertinya aku harus melakukan sesuatu agar Max tidak menyakiti aku. Ya, hanya ada satu cara, aku harus merayunya. Toh harga diriku sudah jatuh, tidak perlu lalu memikirkan rasa malu."
Sampai diruang tempat Max berada, Iris dihempaskan ke lantai oleh anak buah Max. Membuat wanita itu meringis kesakitan.
"Tidak bisakah pelan-pelan? Sakit sekali." ucap Iris berharap mendapatkan simpati dari pria di depannya.
Max masih diam memperhatikannya, tangannya mengisyaratkan untuk anak buahnya keluar.
"Begitu saja sakit? Lalu bagaimana dengan Maldevi yang terus kau sakiti berkali-kali? Kau rusak mentalnya, kau rusak kepercayaan dirinya, kau buat dia hampir gila." kata Max membuat Iris kembali ingat perbuatannya di masa lalu.
Iris sangat membenci Maldevi, gadis itu dengan mudah diterima oleh Max sebagai teman. Lalu semakin dekat dan akhirnya menjadi kekasih. Berbeda dengannya yang harus memanfaatkan Mami Jena, membujuk wanita itu agar meminta Max bersikap baik padanya.
Masih teringat jelas Iris meminta seseorang mencampuri obat perangsang pada minuman Maldevi. Saat itu ada acara di rumah Max, Mama Ele berulang tahun.
Sayangnya rencana Iris gagal karena tidak lama Max malah memberitahu maminya jika dia sudah menikah dengan Maldevi.
Iris marah, dia berpikir jika Maldevi berhasil tidur dengan Max sehingga pria itu berani menikahinya. Jika tahu endingnya seperti itu maka dia dengan suka rela menyerahkan diri pada Max.
Setelah menikah Max semakin overprotective dengan Maldevi. Dia menjaga istrinya bak berlian mahal yang tidak boleh disentuh oleh siapapun. Kecemburuan pada diri Iris semakin besar.
"Aku harus menyingkirkan Maldevi dari hidup Max. Dan yang bisa membantuku adalah Om Winata." pikir Iris saat itu.
akoh udh mmpir....
ni anknya feli sm alfi y kk???
d tnggu up'ny.....smngtttt....