Sepasang Suami Istri Alan dan Anna yang awal nya Harmonis seketika berubah menjadi tidak harmonis, karena mereka berdua berbeda komitmen, Alan yang sejak awal ingin memiliki anak tapi berbading terbalik dengan Anna yang ingin Fokus dulu di karir, sehingga ini menjadi titik awal kehancuran pernikahan mereka
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menyulam Cinta yang Patah
Anna berdiri di depan cermin, memandangi wajahnya sendiri. Di sana ada bayangan kelelahan, tapi juga secercah harapan. Pagi ini, ia memutuskan untuk memulai dengan sesuatu yang sederhana: memasak sarapan favorit Alan.
Ia menyiapkan nasi goreng dengan telur mata sapi—menu yang dulu sering ia buat saat pernikahan mereka masih di awal. Bau harum bawang putih dan mentega memenuhi dapur, membawa kenangan yang hampir terlupakan.
“Pagi, Anna,” suara Alan terdengar dari belakang.
Anna menoleh, menatap suaminya yang kini tampak lebih rapi dan segar. “Pagi. Duduklah. Aku sudah menyiapkan sarapan.”
Alan tersenyum, lalu menarik kursi di meja makan. “Ini kejutan. Terima kasih, Anna.”
Mereka makan dalam keheningan, tapi tidak terasa canggung. Ada sesuatu yang hangat, meski kecil, mengisi ruang di antara mereka.
---
Siang itu, Alan memutuskan untuk mengajak Anna jalan-jalan. “Bagaimana kalau kita ke taman yang dulu sering kita kunjungi?” tawarnya.
Anna ragu sejenak, tapi akhirnya mengangguk. “Baiklah.”
Perjalanan ke taman itu dipenuhi dengan nostalgia. Ketika mereka sampai, Alan membukakan pintu mobil untuk Anna, seperti yang selalu ia lakukan di masa lalu.
“Masih ingat bangku itu?” Alan menunjuk ke sebuah bangku di bawah pohon besar.
Anna mengangguk. “Itu tempat kamu melamarku.”
Mereka duduk di bangku itu, memandangi anak-anak yang bermain di taman. Alan membuka kotak kecil dari sakunya, mengejutkan Anna.
“Apa itu?” tanya Anna dengan alis terangkat.
Alan tersenyum kecil. “Ini adalah cincin kita yang dulu. Aku memperbaikinya. Aku ingin memberikan ini kembali padamu, Anna. Sebagai simbol dari permulaan yang baru.”
Anna terdiam, menatap cincin itu. Air mata mulai mengalir di pipinya. “Alan, aku…”
“Anna, aku tahu kita tidak bisa menghapus masa lalu, tapi aku ingin kita mencoba. Aku tidak ingin kehilanganmu lagi,” ucap Alan, suaranya serak oleh emosi.
Dengan tangan gemetar, Anna menerima cincin itu. Ia tidak berkata apa-apa, hanya menatap Alan dengan mata yang dipenuhi air mata.
“Terima kasih,” bisiknya akhirnya.
---
Hari-hari berlalu, dan Anna mulai merasa sedikit lebih nyaman di rumah mereka. Namun, ada momen-momen di mana bayangan masa lalu masih menghantui. Suatu malam, saat Alan sedang mandi, Anna menemukan sebuah foto lama di laci meja kerja Alan.
Foto itu adalah Alan dengan seorang wanita lain, Sherly. Wajah wanita itu tersenyum manis, dan Alan tampak memeluknya dengan akrab.
Anna merasakan dadanya sesak. Ia tahu bahwa Alan sedang berusaha memperbaiki hubungan mereka, tapi kenangan tentang perselingkuhannya tetap membayangi.
Saat Alan keluar dari kamar mandi, ia melihat Anna memegang foto itu. Wajahnya langsung berubah tegang.
“Anna, aku bisa jelaskan…”
“Tentu, Alan. Jelaskan padaku lagi. Seperti yang selalu kamu lakukan,” ucap Anna, suaranya dingin.
Alan menghela napas. “Itu adalah masa lalu. Aku tidak punya hubungan apa-apa lagi dengannya.”
“Tapi kenapa kamu masih menyimpan fotonya?” sergah Anna.
Alan mendekat, mencoba menggenggam tangan Anna, tapi ia menepisnya. “Aku hanya… aku lupa foto itu ada di sana. Aku tidak menyimpannya dengan sengaja, Anna.”
Anna menatap Alan dengan mata penuh luka. “Setiap kali aku mencoba untuk percaya padamu, sesuatu seperti ini selalu muncul, Alan. Bagaimana aku bisa melupakan semuanya?”
Alan terdiam, tidak tahu harus berkata apa.
---
Malam itu, Anna duduk sendirian di balkon, memandangi bintang-bintang. Alan mendekatinya dengan segelas teh hangat.
“Aku tahu aku sudah mengecewakanmu terlalu banyak, Anna,” ucap Alan pelan. “Dan aku tidak berharap kamu bisa melupakan semuanya begitu saja. Tapi aku ingin kamu tahu, aku benar-benar ingin memperbaiki semuanya.”
Anna menerima teh itu tanpa berkata apa-apa. Setelah beberapa saat, ia berkata, “Alan, aku tidak tahu apakah aku cukup kuat untuk melupakan semuanya. Tapi aku ingin mencoba. Untuk kita.”
Alan mengangguk. “Itu sudah lebih dari cukup untukku, Anna. Aku akan melakukan apa pun untuk membuktikan bahwa aku pantas mendapatkan kesempatan ini.”
Anna menatap Alan, dan untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, ia merasakan secercah harapan.
“Jangan buat aku menyesal, Alan,” bisiknya.
Alan menggenggam tangannya. “Aku tidak akan, Anna. Aku berjanji.”
---
Beberapa minggu berikutnya, Alan dan Anna bekerja keras untuk memperbaiki hubungan mereka. Mereka mulai mengikuti konseling pernikahan dan berbicara lebih terbuka satu sama lain.
“Aku merasa seperti kita belajar saling mengenal lagi,” kata Anna suatu hari setelah sesi konseling.
“Itu hal yang bagus, kan?” jawab Alan dengan senyum kecil.
Anna mengangguk. “Iya. Mungkin ini adalah awal yang kita butuhkan.”
---
Namun, perjalanan mereka tidak selalu mulus. Ada hari-hari ketika mereka bertengkar, ketika kenangan masa lalu kembali menghantui. Tapi setiap kali itu terjadi, mereka berusaha untuk tidak menyerah.
Suatu malam, saat mereka duduk bersama di ruang tamu, Alan berkata, “Anna, aku ingin kita merencanakan sesuatu bersama. Sesuatu yang bisa menjadi simbol dari lembaran baru kita.”
“Seperti apa?” tanya Anna.
Alan tersenyum. “Bagaimana kalau kita merenovasi rumah ini? Membuatnya terasa seperti rumah baru untuk kita berdua.”
Anna tersenyum kecil. “Itu ide yang bagus.”
Dan begitu saja, mereka mulai merencanakan renovasi rumah mereka—sebuah langkah kecil, tapi penting, menuju masa depan yang lebih baik.
---
Meski hati Anna masih memiliki luka yang belum sepenuhnya sembuh, ia tahu bahwa ia ingin mencoba. Cinta itu tidak mudah, dan memaafkan adalah perjalanan yang panjang. Tapi dengan setiap langkah kecil yang mereka ambil, Anna mulai merasa bahwa mungkin, hanya mungkin, mereka bisa menemukan kebahagiaan bersama lagi.