Sakit hati sang kekasih terlibat Cinlok (Cinta Lokasi) hingga berakhir di atas ranjang bersama lawan mainnya, Ameera bertekad menuntut balas dengan cara yang tak biasa.
Tidak mau kalah saing lantaran selingkuhan kekasihnya masih muda, Ameera mencari pria yang jauh lebih muda dan bersedia dibayar untuk menjadi kekasihnya, Cakra Darmawangsa.
Cakra yang memang sedang butuh uang dan terjebak dalam kerasnya kehidupan ibu kota tanpa pikir panjang menerima tawaran Ameera. Sama sekali dia tidak menduga jika kontrak yang dia tanda tangani adalah awal dari segala masalah dalam hidup yang sesungguhnya.
*****
"Satu juta seminggu, layanan sleep call plus panggilan sayang tambah 500 ribu ... gimana?" Cakra Darmawangsa
"Satu Milyar, jadilah kekasihku dalam waktu tiga bulan." - Ameera Hatma
(Follow ig : desh_puspita)
------
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten penulis gamau mikir dan kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara dll)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 35 - Pengakuan Tak Terduga
Sayang, lagi dan lagi dipanggil sayang. Sejujurnya sudah sangat biasa bagi Ameera, bahkan terdengar lumrah dan selama ini dia tidak segila itu hanya karena panggilan sayang. Anehnya, ketika panggilan itu lolos dari bibir Cakra, Ameera seakan terbang ke awang-awang.
Padahal, makanan yang jatuh juga dipanggil sayang jika dipikir-pikir. Lagi pula belum tentu sayang sungguhan, bisa jadi Cakra hanya menggombal atau semacamnya. Namun, entah kenapa Ameera merasa sepatah kata itu teramat berharga, dia terus ingin mendengarnya dari bibir Cakra.
"Bisa kamu ulangi," titah Ameera menatap lekat manik indah Cakra, sejak tadi dia tidak melepaskan pria itu dari tatapannya sama sekali.
Cakra menggigit bibir demi menahan senyumnya, cara Ameera memandangnya membuat pria itu tertantang hingga kini Cakra sengaja bertopang dagu di hadapannya. "Jangan suka bohong, nanti kualat," ucap Cakra yang kemudian membuat Ameera menggeleng pelan.
"Bukan yang itu."
"Hm? Lalu yang mana?" tanya Cakra masih terus menatapnya, lebih dalam lagi hingga Ameera mulai ketar-ketir dibuatnya.
"Yang setelahnya," jawab Ameera lagi, dia mulai sebal. Entah sengaja atau memang lupa, tapi rasanya tidak mungkin karena baru beberapa detik lalu dia bicara.
Cakra tidak sebodoh itu, jelas dia mengerti apa maksud Ameera, tapi dia hanya ingin memanfaatkan keadaan saja "Yang mana?"
"Ck, masa lupa!! Baru juga sepuluh menit," gerutu Ameera yang agaknya mulai kesal, tipis sekali kesabarannya hingga membuat Cakra tertawa pelan.
"Aku serius, Ra, yang mana? Bilang yang mana yang perlu kuulangi?" tanya Cakra baik-baik, bicara dengan nada selembut itu walau sejak tadi Ameera sudah melibatkan emosi.
Lucunya, walau sudah seemosi itu, Ameera masih saja terpedaya mulut manis Cakra. "Yang Sayang!!" jawabnya cepat, hampir tidak terdengar dengan jelas.
"Apa? Motornya ramai sekali, aku tidak bisa dengar."
"Sayang, Cakra ... Sayang, S-a-y-a-n-g, Sayang!!"
Cakra tergelak, dia tidak kuasa menahan tawanya kali ini. Ameera terlalu menggemaskan, bukan hanya suaranya, tapi juga caranya bicara. "Iya, tahu, tanpa kamu berteriak begitu alam juga tahu jika kamu menyayangiku, Ameera," tutur Cakra mengedipkan mata hingga wanita itu seketika memerah.
Baru dia sadar jika sejak tadi tengah masuk jebakan Cakra. Bodohnya, dengan lugunya dia mengikuti permainan Cakra hingga terperosok dalam lubang yang Cakra ciptakan.
Benar-benar memalukan, dia juga sampai lupa jika tengah berada di tempat umum. Sudah jelas keduanya menjadi pusat perhatian, bahkan Ameera menunduk seketika begitu sadar bahwa Mahendra dan ketiga warga yang ikut bersama mereka kini tampak menganga di sana.
"Nona butuh pengeras suara? Yang di luar sepertinya belum mendengarnya," celetuk Mahendra sebelum kemudian melanjutkan kembali makannya, demi Tuhan rasanya Ameera ingin mengubur dirinya sendiri detik ini juga.
Berbeda dengan Ameera, Cakra justru biasa saja bahkan tak segan merangkul pundak Ameera. Siapa tahu wanita itu butuh sandaran dan menyembunyikan wajahnya yang memerah itu di pundaknya.
Sebuah tindakan yang berhasil membuat jantung Ameera berdegub tak karu-karuan. Seolah tidak ada bedanya, semakin hari Cakra semakin bertindak bak kekasih sungguhan kala dia mejalani perannya sebagai pria bayaran Ameera. Bedanya kali ini kontrak perjanjian itu tidak ada, dan Ameera memiliki pertanyaan yang membekas di benaknya.
Dia mendongak, menatap Cakra yang kini beralih fokus dengan ponselnya. Ameera lihat, tidak ada yang berubah dan wallpaper ponsel Cakra masih sama, foto berdua di bawah senja yang sejak dahulu menjadi favoritnya.
"Cakra," panggil Ameera menghela napas panjang, jujur saja dia butuh nyali untuk melontarkan pertanyaan itu.
Mendengar Ameera bersuara, Cakra meletakkan ponsel dan kini menatap lawan bicaranya. Sebuah cara menghargai yang melekat dalam diri Cakra dan tidak Ameera temukan pada pria lain. "Kenapa? Ada yang mau kamu tanyakan?"
"Kamu bersikap begini ... sementara kontrak perjanjian kita sudah selesai, kamu sadar atau tengah bersandiwara karena terbawa suasana?" tanya Ameera langsung pada intinya, dia hanya khawatir nantinya telanjur salah mengira. Siapa tahu Cakra memang lupa dan bersikap semacam ini hanya demi menjaga nama baiknya di depan umum.
Tanpa terduga Cakra mengangguk dan menjelaskan jika dia sadar kontrak itu sudah selesai, dan apa yang dia lakukan bukan karena tengah terbawa suasana, melainkan memang sadar sesadar-sadarnya. "Bahkan sejak dahulu aku tidak pernah bersandiwara," tambah Cakra yang semakin membuat Ameera terdiam seketika.
Sebuah pengakuan tak terduga dari Cakra cukup mencengangkan, Ameera sampai tak berkedip beberapa saat demi memahami ucapan Cakra lebih dalam. "Mungkin kamu tidak sadar, karena permainan sandiwara adalah duniamu ... tapi bagiku tidak, Ameera."
Cakra menyimpan hal itu sejak lama, sejak di hari pertama dia menjalani tugas yang Ameera berikan padanya. "Bagaimana caraku bersikap dan apa yang kulakukan murni atas kemauanku, kata hatiku dan memang itu yang aku mau," jelas Cakra lagi, dia tengah menegaskan jika apa yang dia lakukan selama ini bukan karena bayaran Ameera, tapi dia menjalaninya atas dasar suka.
"Bisa dipersingkat saja? Otakku sepertinya kurang asupan hari ini." Ameera menyela penjelasan Cakra, hingga pria itu memejamkan mata sesaat.
Susah payah dia merangkai kata, nyatanya wanita itu tidak bisa menggapai penjelasannya yang mungkin terlalu dalam untuk dicerna. "Singkatnya begini, aku menyukaimu sejak lama dan apa yang kulakukan atas dasar suka, Ameera."
Ameera tersenyum penuh makna, dan juga cukup lama. "Jadi kamu melanggar poin utama perjanjian kita?" tanyanya kemudian, Cakra yang telanjur mengaku tidak lagi bisa mengelak hingga dia mengangguk pelan.
Senyuman Ameera membuat Cakra memalingkan muka, malu sekali rasanya karena dia kalah dari sebuah persyaratan yang kala itu dia iyakan begitu saja. "Hahaha sama," sahut Ameera yang kemudian disertai gelak tawa.
"Hm, aku tahu itu."
.
.
- To Be Continued -