ISTRI YANG TERTUKAR

ISTRI YANG TERTUKAR

KISAH PENGHIANATAN ANNA

 ---

Anna mengendarai mobil dengan kencang. Matahari hampir terbit, menyisakan langit dengan semburat jingga yang mulai menipis. Jalanan sepi, hanya ditemani deru mesin mobilnya yang meraung memecah kesunyian. Pikirannya berputar, tak tentu arah. Napasnya terasa berat, bergulat dengan emosi yang memenuhi dadanya.

"Kenapa aku melakukannya? Apa yang sebenarnya terjadi semalam? Tuhan... aku telah mengkhianati Alan."

Air mata menggenang di matanya, memaksanya berkali-kali mengusap wajahnya dengan kasar. Tapi perasaan bersalah itu tetap ada. Kenangan semalam kembali menyeruak—tawa kecil dengan pria asing di bar, sentuhan pertama di tangannya, dan bagaimana semuanya berakhir di ranjang hotel.

Ia memejamkan mata sesaat, mencoba menghapus gambar-gambar itu dari pikirannya. Namun, alih-alih sirna, tubuhnya justru kembali berdesir mengingat kejadian itu. Ia menggeleng cepat, menggigit bibirnya, seakan rasa sakit fisik itu bisa membungkam gejolak batinnya.

"Sudahlah, Anna. Kau mabuk. Kau tidak sengaja melakukannya. Ini bukan dirimu," batinnya membela. Namun, hati kecilnya berbisik lain: "Tapi kau menikmatinya, bukan?"

Mobil berhenti di depan rumahnya. Anna keluar perlahan, menarik napas panjang sebelum membuka pintu. Rumah itu tampak begitu dingin, seperti mencerminkan kehampaan yang selama ini ia rasakan dalam pernikahannya. Ia melepaskan sepatunya dengan pelan, takut membangunkan Alan yang mungkin masih tidur di kamar. Tapi pikirannya terus menjerit.

"Bagaimana aku bisa menghadapi Alan setelah ini?"

Dia berjalan menuju sofa, membaringkan tubuhnya yang lelah, mencoba menenangkan diri. Namun, matanya tertuju pada pintu kamar yang sedikit terbuka. Ia mengintip sekilas—Alan masih tertidur, wajahnya damai, seolah tidak ada yang salah.

Namun Anna tahu itu hanya ilusi. Pernikahan mereka sudah lama retak, meskipun tidak pernah ada yang berani mengucapkannya. Hubungan mereka sudah kehilangan kehangatan, hanya menyisakan rutinitas tanpa makna.

Dia beranjak ke dapur, memutuskan untuk memasak sarapan sebagai pelarian dari rasa bersalah. Tangannya sibuk mengaduk wajan, tapi pikirannya terus berkecamuk.

"Alan juga tidak bersih. Dia sering main perempuan di luar sana. Tapi kenapa aku yang merasa begitu bersalah? Aku hanya melakukan ini sekali, sedangkan dia..." Anna berhenti, menggigit bibir bawahnya hingga hampir berdarah.

Tiba-tiba suara pintu kamar terdengar. Alan keluar dengan langkah berat, menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Aroma masakan dari dapur membuatnya melangkah ke sana.

"Anna? Kamu pulang jam berapa tadi malam?" tanyanya dengan nada datar, tapi matanya tajam, penuh selidik.

Anna tersentak, hampir menjatuhkan wajan yang sedang ia pegang. "Baru saja, Mas," jawabnya cepat, mencoba terdengar normal.

Alan mengernyit. Ia memperhatikan penampilan Anna—pakaian yang sama seperti kemarin, rambut berantakan, dan wajah lelah.

"Kamu tidur di mana?" lanjut Alan, nadanya lebih tajam kali ini.

"Di rumah Nita," jawab Anna tanpa menoleh. Tangannya sibuk, tapi hatinya berdebar kencang.

Alan mendekat, pandangannya semakin curiga. "Kamu nggak biasanya nginep di rumah teman tanpa bilang dulu. Ada apa sebenarnya?"

Anna mencoba menenangkan diri. "Aku capek banget kemarin, Mas. Nita ngajak aku nginep, jadi ya..."

Alan tidak puas dengan jawaban itu, tapi memilih diam. Dia mengamati Anna lebih dekat, dan sesuatu menarik perhatiannya—bekas merah samar di leher Anna, seperti tanda ciuman.

"Anna..." panggil Alan, kali ini dengan nada serius. Ia menarik tangan Anna agar menghadapnya. "Apa ini?" tanyanya sambil menunjuk tanda itu.

Anna mundur selangkah, gugup. "Apa, Mas? Aku nggak ngerti maksudmu."

Alan tidak bisa lagi menahan diri. "Kamu pikir aku bodoh? Ini bekas ciuman, kan? Kamu selingkuh, ya?!"

Nada suaranya menggelegar, membuat Anna terdiam sejenak. Namun, rasa bersalahnya dengan cepat berubah menjadi marah.

"Lepaskan aku, Mas! Kamu nggak punya hak menuduhku seperti itu!"

Alan tertawa sinis. "Aku nggak punya hak? Aku suamimu, Anna! Dan sekarang aku lihat kamu pulang dengan tanda di lehermu seperti ini. Kamu pikir aku nggak tahu apa yang kamu lakukan semalam?"

Anna melepaskan tangannya dengan kasar. "Kau sendiri lebih dulu menghancurkan pernikahan ini, Alan! Jangan berpura-pura jadi korban di sini!"

PLAK!

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Anna, membuatnya terhuyung. Alan menatapnya dengan mata merah, napasnya berat oleh amarah.

"Kau berani selingkuh, lalu menyalahkanku?!" teriaknya.

Anna memegang pipinya yang panas, menatap Alan dengan mata penuh air mata. Namun, kali ini ia tidak mundur.

"Kau pikir aku nggak tahu apa yang kau lakukan selama ini, Alan? Kau pikir aku buta? Berapa banyak perempuan yang kau bawa ke tempat tidur di belakangku?" suaranya bergetar, tapi penuh dengan kemarahan terpendam.

Alan terdiam, tapi hanya untuk sesaat. "Jadi ini balas dendammu?!"

Anna tidak menjawab. Ia berbalik, meninggalkan Alan di dapur, lalu mengunci diri di kamar mandi. Di balik pintu yang tertutup, ia akhirnya membiarkan dirinya menangis tanpa henti.

---

Kilasan Masa Lalu

Beberapa tahun sebelumnya, hubungan mereka tidak selalu seperti ini. Pernikahan mereka dimulai dengan penuh cinta. Namun, semuanya berubah ketika perbedaan tujuan mulai muncul.

"Anna, kita sudah cukup lama menikah. Aku ingin kita punya anak," kata Alan suatu malam.

Anna menunduk. "Mas, aku masih ingin fokus dengan karirku. Aku butuh waktu. Tolong pahami."

Alan menghela napas panjang. "Kamu selalu bilang begitu. Tapi sampai kapan? Umur kita tidak makin muda, Anna."

"Mas, aku mohon..." Anna mencoba menyentuh tangan suaminya, tapi Alan menepisnya dengan dingin.

"Aku lelah, Anna. Aku ingin keluarga, bukan sekadar pasangan. Kalau ini terus berlanjut, aku nggak tahu apakah aku bisa bertahan."

Malam itu, Alan pergi keluar rumah, meninggalkan Anna sendirian di ruang tamu.

---

Kisah di Balik Malam Alan

Alan menghabiskan malam itu di bar bersama teman-temannya. Dengan alkohol mengalir deras di pembuluh darahnya, ia menerima tawaran "hiburan" dari salah satu teman.

Di apartemen seorang wanita bernama Sherly, Alan akhirnya menyerah pada godaan. Ia tahu itu salah, tapi pada saat itu, rasa kecewa dan kesepiannya jauh lebih besar dari rasa bersalahnya.

Namun, setelah malam itu, ia tidak pernah bisa melihat Anna dengan cara yang sama lagi. Ada jarak yang tak terlihat di antara mereka, yang terus tumbuh seiring waktu.

---

Akhir yang Tak Terhindarkan

Anna duduk di ruang tamu, memandangi cangkir kopinya yang sudah dingin. Alan berdiri di ambang pintu, menatapnya dengan tatapan yang sulit diterjemahkan.

"Kita mau sampai kapan seperti ini, Anna?" tanyanya pelan.

Anna menoleh, matanya merah karena menangis. "Aku juga nggak tahu, Mas."

Keheningan mengisi ruangan. Mereka tahu, meskipun tidak ada yang mau mengakuinya, bahwa pernikahan ini mungkin tidak lagi bisa diselamatkan.

Namun, apakah cinta cukup untuk membuat mereka tetap bertahan? Atau sudah waktunya melepaskan?

---

Terpopuler

Comments

Erny Manangkari

Erny Manangkari

bru mulai baca ni

2024-12-02

0

lihat semua
Episodes
1 KISAH PENGHIANATAN ANNA
2 Jejak yang Tidak Bisa Hilang
3 Luka yang Semakin Dalam
4 Jerat Kekerasan
5 Kebenaran yang Tersembunyi
6 Keputusan yang Terpaksa
7 Bab 7: Keputusan Akhir
8 Menyembuhkan Luka
9 Harapan yang Tersisa
10 Titik Balik - Alan yang Membujuk
11 Titik Terendah
12 Luka yang Tak Terlihat
13 Janji yang Tertinggal
14 Luka yang Menganga
15 Di Ambang Harapan
16 Di Ujung Kesabaran
17 Perlahan Membuka Hati
18 Luka yang Belum Sembuh
19 Kembali ke Rumah, Namun Tak Kembali Sama
20 Luka yang Menguatkan
21 Menyulam Cinta yang Patah
22 Pertemuan Tak Terduga
23 Bayangan Masa Lalu
24 Intrik yang Mulai Terungkap
25 Konfrontasi Tak Terelakkan
26 Bayang-Bayang Perselingkuhan
27 Jatuh Lebih Dalam
28 Kekosongan yang Terlalu Dalam
29 Bab 29: Luka yang Tak Terkata
30 Bab 30: Cinta yang Terkurung
31 Bab 31: Retakan yang Semakin Dalam
32 Bab 32: Simpul yang Semakin Kusut
33 Bab 33: Luka yang Belum Kering
34 Bab 34: Terperangkap dalam Keputusan
35 Bab 35: Di Persimpangan Jalan
36 Bab 36: Titik Terakhir
37 Bab 37: Hati yang Goyah
38 Bab 38: Jejak Luka di Hati
39 Bab 39: Bayang-bayang Masa Lalu
40 Bab 40: Topeng yang Terlepas
41 Bab 41: Pertaruhan Terakhir
42 Bab 42: Jalan yang Penuh Luka
43 Bab 43: Pilihan yang Menyakitkan
44 Bab 44: Luka Lama yang Terbuka
45 Bab 45: Ketukan dari Masa Lalu
46 Bab 46: Kebenaran yang Menyakitkan
Episodes

Updated 46 Episodes

1
KISAH PENGHIANATAN ANNA
2
Jejak yang Tidak Bisa Hilang
3
Luka yang Semakin Dalam
4
Jerat Kekerasan
5
Kebenaran yang Tersembunyi
6
Keputusan yang Terpaksa
7
Bab 7: Keputusan Akhir
8
Menyembuhkan Luka
9
Harapan yang Tersisa
10
Titik Balik - Alan yang Membujuk
11
Titik Terendah
12
Luka yang Tak Terlihat
13
Janji yang Tertinggal
14
Luka yang Menganga
15
Di Ambang Harapan
16
Di Ujung Kesabaran
17
Perlahan Membuka Hati
18
Luka yang Belum Sembuh
19
Kembali ke Rumah, Namun Tak Kembali Sama
20
Luka yang Menguatkan
21
Menyulam Cinta yang Patah
22
Pertemuan Tak Terduga
23
Bayangan Masa Lalu
24
Intrik yang Mulai Terungkap
25
Konfrontasi Tak Terelakkan
26
Bayang-Bayang Perselingkuhan
27
Jatuh Lebih Dalam
28
Kekosongan yang Terlalu Dalam
29
Bab 29: Luka yang Tak Terkata
30
Bab 30: Cinta yang Terkurung
31
Bab 31: Retakan yang Semakin Dalam
32
Bab 32: Simpul yang Semakin Kusut
33
Bab 33: Luka yang Belum Kering
34
Bab 34: Terperangkap dalam Keputusan
35
Bab 35: Di Persimpangan Jalan
36
Bab 36: Titik Terakhir
37
Bab 37: Hati yang Goyah
38
Bab 38: Jejak Luka di Hati
39
Bab 39: Bayang-bayang Masa Lalu
40
Bab 40: Topeng yang Terlepas
41
Bab 41: Pertaruhan Terakhir
42
Bab 42: Jalan yang Penuh Luka
43
Bab 43: Pilihan yang Menyakitkan
44
Bab 44: Luka Lama yang Terbuka
45
Bab 45: Ketukan dari Masa Lalu
46
Bab 46: Kebenaran yang Menyakitkan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!