banyak mengandung ***, tolong yang dibawah umur bijaklah dalam membaca setiap novel.
karya ini adalah karya saya di platform sebelah. terpaksa saya pindahkan disini sebab novel ini sudah hilang di platform sebelah. saya sudah menunggu beberapa bulan kembali nya novel ini tapi nyatanya tidak kembali lagi.
mengandung *** bijaklah dalam membaca
Zahra harus rela di nikahi oleh calon suami kakaknya, intan. sebab intan kabur di hari H pernikahannya. tak ada pilihan lain akhirnya Zahra menuruti keinginan orang tua angkatnya. ingin rasanya wanita itu menolaknya tapi hal itu menyangkut nama baik keluarga mereka.
William menyalahkan Zahra atas hilangnya calon istri saat menjelang pernikahan, pria itu mengira jika Zahra dalang dibalik semua ini karena iri dengan intan.
seakan buta mata dan hati, William terus saja menyiksa Zahra setelah menjadi istrinya. hari-hari dijalani Zahra penuh dengan penyiksaan, hinaan dan cacian sudah menjadi makanan sehari-hari nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms Al, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
"kenapa kepalaku terasa pusing yah". Gumam Zahra memegang kepalanya yang terasa pusing. Dia segera duduk disofa depan tv karena tak mampu untuk berjalan lagi.
Bu ida yang melihat Zahra memijit kepalanya segera mendekat karena khawatir.
"Neng Zahra kenapa ?". Tanya nya.
"Kepalaku pusing Bu, padahal tadi baik-baik saja kok". Jawabnya memejamkan mata karena jika membuka matanya penglihatan nya terasa berputar.
"Astaga neng Zahra pucat sekali, Ayo ibu antar kemar dulu istirahat nanti ibu panggilkan bidan yah buat periksa neng". Bu idah segera menuntun Zahra masuk kamar untuk berbaring disana.
Setelahnya Bu Ida menelpon bidan untuk datang ke rumah Zahra memeriksa keadaan wanita itu.
Tak berselang lama pintu diketuk dari luar, bu Ida segera keluar kamar menuju pintu depan sebelumnya dia mengintip terlebih dahulu takutnya itu bukan bidan tapi orang yang selalu meneror mereka.
"Assalamualaikum Bu Ida". Ucap bisa itu dari luar.
"Waalaikumsalam Bu bidan, sebentar yah". Bu ida segera membuka pintu mempersilahkan bidan itu masuk dan mengarahkan nya kedalam kamar Zahra.
"Ya Allah neng Zahra pucat sekali Bu Ida. Kapan dia seperti ini ?". Tanya bidan itu.
"Barusan Bu bidan, tadi neng Zahra baik-baik saja tapi tiba-tiba dia pusing dan mukanya pucat. Saya takut Bu bidan".
"Bu Ida tidak usah khawatir yah kita berdoa saja semoga neng Zahra baik-baik saja. Saya periksa dulu yah".
Setelah memeriksanya dia belum bisa menyimpulkan hal itu karena Zahra belum bangun, entah kenapa firasatnya mengarah kesana tapi siapa pelakunya.
Bidan itu masih termenung dengan fikirannya sendiri sampai bu idah mengagetkannya hingga tersentak sedikit.
"Bu bidan kenapa diam ?". Tanya Bu idah mantap bidan itu aneh.
"Kita tunggu Zahra nya bangun dulu Bu idah baru saya bisa memastikan nya". Jawab bidan itu.
"Memastikan apa sih, saya bingung ini loh Bu". Bidan Rasti hanya tersenyum tak menjawab kebingungan bu idah.
Sssstttt
Tak lama Zahra terbangun dengan sedikit pusing yang masih melanda dikepalanya, Bu idah dengan segera membantu wanita itu untuk duduk.
"Saya kenapa Bu bidan ?". Tanya Zahra menatap bidan Rasti.
"Begini neng Zahra, apa neng sudah telat datang bulan ?".
Deg
Jantung Zahra berdetak begitu cepat mendengar ucapan yang dilontarkan oleh bidan Zahra. Bagaimana bisa dia lupa jika sudah bulan ini dia memang sudah telat dua Minggu.
Zahra masih terdiam dengan fikirannya, apakah dia hamil ? Berarti ini anak William karena hanya dia yang menyentuhnya dengan paksa.
"Coba neng Zahra bangun dulu kita tespek yah nanti hasilnya kita tau dari sana".
Bu Ida menuntun Zahra masuk kedalam kamar mandi, wanita paru baya itu masih bingung dengan semua ini. Karena dipikiran nya selama ini jika Zahra itu masih gadis tapi ini apa kenapa dia bisa hamil. Siapa yang melakukannya.
Seketika air mata Bu idah menetes tanpa bisa dia kontrol, Zahra yang melihat itu mengerutkan keningnya bingung.
"Ibu kok nangis ?". Tanya nya ketika sudah berada dikamar mandi.
"Siapa yang melakukan ini neng, katakan pada ibu. Ibu akan mendatangi nya sekarang juga kalau perlu kita lapor ke polisi saja". Ungkapnya dengan air mata yang masih turun deras.
Zahra hanya tersenyum kecut melihat betapa perhatian nya wanita paru baya itu padanya sungguh dia sudah menganggap Bu Idah seperti ibu kandungnya sendiri apalagi selama ini dia tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu.
"Nanti Zahra jelaskan Bu, ibu nggak usah nangis lagi yah". Bu idah segera menghapus air matanya mengangguk kemudian keluar membiarkan Zahra untuk mengambil urine nya untuk dilakukan tes.
Setelah beberapa menit berlalu akhirnya wanita itu keluar dari sana, perasaan Zahra kini campur aduk melihat tespek itu. Entah dia harus bahagia atau tidak karen saat ini ada malaikat kecil yang tidak berdosa didalam perutnya.
"Bagaimana neng ?". Tanya bidan Rasti, begitu pun Bu idah yang sedari tadi mondar mandir kini mendekat karena penasaran.
Zahra memberikan tespek itu pada bidan Rasti disana sudah terlihat jelas jika harus dua. Zahra membawa langkahnya menuju kembali ketempat tidur.
Helaan nafas keluar dari bibir mungilnya, sebenarnya dia tidak ingin mengatakan masalah pribadi nya tapi semua itu tidak bisa ditutupi sekarang ini apalagi dia tengah mengandung, mungkin orang-orang akan menatap jijik padanya jika tidak mengetahui yang sebenarnya.
Kini Bu idah dan bisa Rasti masih setia menunggu Zahra menjelaskan semua nya agar tidak ada kesalahpahaman nantinya pada warga dikampung itu.
"Sebenarnya saya sudah menikah". Ucapnya diikuti helaan nafas.
"Saya menikah dengan pria yang sebenarnya akan menikah dengan mbak saya. Tapi saat itu dia kabur entah kemana hingga saya harus rela menggantikan dia karena acara ijab kabul nya sudah didepan mata.....". Zahra menceritakan semua tanpa dia tutup-tutupi selama menikah dengan William dan kenapa dia bisa berada dikampung ini tanpa sepengetahuan suaminya.
Dua orang yang berbeda usia itu menangis mendengar kisah pilu yang dialami Zahra selama ini. Kenapa bisa ada pria semacam itu pikirnya. Sungguh mereka tak menyangka jika hidup zahra menderita sebelumnya karena wanita itu selalu menampilkan senyum cerianya dan pembawaan nya sehari-hari selalu tenang seperti tidak ada masalah sama sekali tapi semua itu hanya topeng belakang saja untuk menutupi kesedihannya.
Bu idah langsung memeluk Zahra menangis tersedu-sedu dipundak wanita itu. Bagusnya Zahra adalah anak nya sendiri apalagi selama menikah dia tidak dikaruniai anak sama sekali sampai menjadi janda tua seperti ini.
"Sungguh malam nasib mu nak, ibu tidak menyangka jika suamimu berbuat seperti itu hiks...". Ucap Bu idah menepuk pelan bahu Zahra.
Setelah acara nangis menangis akhirnya Bu bidan meresepkan vitamin dan juga penambah darah untuk Zahra dan segera undur diri dari rumah itu.
"Nanti kita periksa ke kota yah neng, untuk lihat dedek bayinya". Ucap antusias Bu idah entah kenapa dia begitu senang karena akan mendapatkan cucu.
"Iya Bu insyaallah". Jawab Zahra seadanya.
Sedangkan dikediaman rumah orang tua William mereka tengah berkumpul diruang keluarga.
"Apa kamu sudah mengurus perceraian mereka Airin ?". Tanya opa Jastib menatap putrinya itu
"Belum dad, aku masih mengharapkan jika Zahra mau kembali lagi bersama William". Jawab Airin.
"Kakak kok gitu sih, udah jelas William jahat sama Zahra masa mau berharap dia kembali lagi. Mustahil kak". Clara langsung memprotes ucapan Airin.
Airin menghela nafas panjang memang benar apa yang dikatakan oleh adiknya itu anggaplah dia egois kali ini. "Tapi William akan berubah Clar, lihatlah dia sekarang menyesal akan perbuatannya dan sekarang mulai sakit-sakitan. Sungguh sebagai orang tuanya kakak sakit melihatnya walaupun dia pernah jahat pada Zahra".
"Dia menyesal karena tahu kekasihnya selingkuh kan ? Jika tidak apa dia akan seperti itu ? Aku rasa tidak pasti dia akan selalu memuja jalang itu". Airin terdiam karena kali ini ucapan sang adik lagi-lagi benar.
"Clara sudah, kita lihat saja nanti kedepannya Jiak Zahra ditemukan atau kembali di kota ini kita aka bertanya padanya apakah akan kembali pada William atau tidak dan kamu Airin jangan memaksa kan kehendak mu sendiri. Kamu ini seorang wanita posisikan dirimu jika seandainya itu terjadi pada kamu apa kamu akan memaafkan suami mu itu". Kata Oma Farah menatap Airin dan Clara secara bergantian.
Airin tak mampu menjawab apa yang dilontarkan oleh mommy nya karena tentunya dia tidak akan memaafkan hal itu.
Bersambung...