Dominict Seorang jendral kerajaan yang diam-diam jatuh cinta pada tuan putri namun gengsi untuk menyatakan perasaanya hal hasil Dominict jadi sering menggoda Tuan Putri. Dominict akan melakukan apapun untuk Tuan Putri_nya, pencemburu akut. Tegas dan kejam Dominict hanya lembut pada gadis yang ia cintai. Akan murka ketika sang Putri gadis pujaannya melakukan hal yang berbahaya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ni Luh putu Sri rahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Di dalam ruang perawatan, Elara tak henti-hentinya merasa kesal pada Putri Ana, yang sempat menggeser tempatnya dari samping Dominict. Wajah Elara menunjukan kekesalan namun ia tahu, bahwa dirinya tidak akan bisa berbuat apa-apa, yang bisa ia lakukan saat ini adalah memendam rasa kesal dan marahnya.
Namun sepertinya Putri Ana tak begitu memperhatikan hal itu.
Putri Ana, memeriksa keadaan Dominict yang kritis. luka fisiknya telah di atasi dengan baik namun racun di dalam tubuhnya masih belum teratasi.
Dengan tangan gemetar Putri Ana, mencoba memeriksa keadaan Dominict.
"Dominict... Dominict... Hei!! Bisa kau mendengar ku?" putri Ana menepuk-nepuk pelan pipi Dominict, untuk memastikan ia masih sadar atau tidak dan memastikan dia mengalami halusinasi atau tidak.
Lalu dengan cermat Putri Ana memeriksa denyut nadi dan ritme jantung Dominict. Sambil mengamati pernafasannya. Saat itu Putri Ana melihat nafas Dominict sangat pendek dan sesekali tercekat.
kemudian Putri Ana, memeriksa mata Dominict dengan hati-hati, ia meliat pupil mata Dominict melebar dan tak merespon cahaya.
"Sudah berapa lama dia terpapar racun?" Tanya, Putri Ana.
"Apa sebelumya dia makan sesuatu?"
Elara, terlihat mulai panik, karena Sang Putri mengetahui bahwa Dominict keracunan. namun Elara masih tetap menjaga ketenangannya dan tak mengatakan apapun.
"Sepertinya... Sudah lebih 12 jam, Yang Mulia. Jika di lidah dari kondisi Jendral saat... Sudah lebih dari 12 jam." Jawab, Simon. Yang bergabung dalam salah satu dokter istana.
"Kondisinya buruk! Dominict terna racun tumbuhan Deadly Nightshade. Biasa di gunakan meracuni dengan cara meletakannya dalm makanan atau minuman. dan efeknya juga berbahaya, karena mengandung alkaloid atropin dan skopolamin, yang menghambat sistem syaraf parasimpatis yang menyebabkan halusinasi, kejang, dan kematian." Jelas, Putri Ana menjelaskan racun tersebut dengan baik.
"Lalu bagaimana mengatasinya." Tanya, Thadeus.
Putri Ana, mengambil secarik kertas dan pena, terlihat ia sedang menggambar sesuatu di atas secarik kertas itu.
"Dengan menggunakan Fisiostigmin. Thadeus, bisa kau Carikan aku tanaman ini?" Lalu Putri Ana menyerahkan kertas tadi pada Thadeus.
terlihat sebuah gambar tanaman di atas secarik kertas yang Putri Ana berikan pada Thadeus.
Thadeus, memperhatikan gambar tanaman itu dengan seksama.
"Bawa biji, bunga, daun, atau polong bijinya padaku! Bawa apapun yang kau temukan dari tanaman ini bawa padaku!" Lanjut Putri Ana.
"Apa namanya tanaman ini? Dan di mana saya bisa menemukan tanaman semacam ini Yang Mulia?" Tanya, Thadeus bingung, karena ini pertama kalinya ia melihat tamanan seperti yang di gambar oleh Putri Ana.
"Namanya Physostigma Venenosum. Tanaman ini tumbuh di dekat aliran sungai yang teduh dan semi teduh yang subur dan kaya humus, kau bisa menemukannya dengan mudah di bawah kanopi hutan." Jelas, Putri Ana lagi.
"Baik, Yang Mulia."
"Thadeus... Kembalilah sebelum sore... Aku takut jika Dominict tidak bisa bertahan sampai nanti sore. Dan satu hal lagi, jangan sekalipun kau mencoba memakannya."
"Baik, Yang Mulia."
Kemudian Thadeus, bergegas pergi keluar istana dan memacu kudanya dengan cepat mencari tanaman yang Putri Ana maksud.
Sementara, Thadeus mencari tanaman penawar racun yang Putri Ana minta, dengan lembut Putri Ana membersihkan tubuh Dominict yang melihat pucat, karena selain kehilangan banyak darah, yang di sebabkan oleh luka di dadanya Dominict juga harus berjuang melawan racun dalam tubuhnya.
"Aku tidak tahu... Apa yang kau rasakan saat ini Dominict... aku mohon bertahanlah." Putri Ana, mengelap keringat dingin di dahi Dominict, tampak ia menahan sakit yang tak terlukiskan.
Elara, yang menyaksikan perhatian penuh kasih Putri Ana terhadap Dominict, tak mampu menahan gejolak api cemburu yang berkobar dalam hatinya.
Merasa tak sanggup lagi menghadapi pemandangan itu, Elara memutuskan untuk meninggalkan ruang perawatan dengan hati yang berat.
Namun, Putri Ana tampaknya tak menyadari bahwa Elara menyimpan perasaan mendalam terhadap Dominict. Sang putri tetap fokus merawat Dominict yang terlihat lemah dan rapuh.
"Keterlaluan! Dia benar-benar membuatku marah! Aku tidak akan membiarkannya mendekati Jendral Dominict." Elara tampak kesal dan marah saat meliat perhatian yang Putri Ana berikan pada Dominict.
"Aku harus cari cara untuk memisahkan mereka... Tapi bagaimana?" Bati, Elara mencoba mencari solusi untuk memisahkan Putri Ana dan Dominict.
Diam-diam dari jendela kamarnya, Pangeran Benedict memperhatikan Elara dari kejauhan. Tampak senyuman licik terukir di bibirnya.
"Apa wanita itu yang namanya Elara?" Tanya, Pangeran Benedict menatap dingin ke luar jendela masih dengan senyuman licik di bibirnya.
Tak jauh dari tempatnya berdiri, tampak seorang pria mengenakan baju zirah berdiri di dekatnya. Tampak dari atribut yang di kenakan pria itu berasal dari Kerajaan Bristoon.
Kerajaan Bristoon adalah kerajaan yang cukup besar dan makmur yang saat ini di pimpin oleh Raja Erick Alexander Bristoon yaitu ayah dari Pangeran Benedict, yang berada di bawah naungan kerajaan Savarant yaitu kerjaan besar yang di pimpin oleh Raja Auguste ayah dari Putri Ana.
"Ya... Yang Mulia." Jawab, pria itu singkat.
"Dia bisa aku andalkan untuk menjalankan rencanaku." Ucap, pangeran Benedict dingin.
"Tidak akan aku biarkan Ana jadi milikmu, Dominict." Batin, Pangeran Benedict dengan tekad.
Hari semakin sore, namun tak terlihat tanda-tanda Thadeus akan segera kembali ke istana membawa tanaman yang Putri Ana minta.
Sementara itu di tengah hutan di pinggiran sungai, Thadeus dan beberapa prajurit istana sedang menyibakkan rerumputan liar mencari tanaman yang Putri Ana minta, sambil sesekali ia mencocokan gambar yang Putri Ana berikan padanya dengan setiap tanaman yang ia temukan.
"Tuan, saya menemukan tanaman yang anda cari!" Ucap, seorang prajurit istana sambil menunjukan tanaman yang ia pegang.
Thadeus mengamati tanaman itu dengan teliti.
"Ya... Benar ini tanaman yang aku cari! Cepat! Kita harus kembali ke istana sekarang." Lalu, Thadeus membungkus tanaman tersebut dengan selembar kain dan bergegas kembali ke istana.
Sementara itu, Putri Ana menanti dengan cemas di istana, terus memantau kondisi Dominict yang semakin memburuk. Ia merasa waktu yang dimiliki Dominict untuk bertahan kian menipis, perlahan mengikis harapannya.
Tak lama, Thadeus kembali ke istana, dia memacu kudanya dengan cepat melewati gerbang istan, lalu berlari ke ruang perawatan di Unit Medis Istana.
"Yang Mulia! Saya sudah membawa tanaman yang anda minta!" Dengan nafas tersengal, Thadeus kembali dan masuk kedalam ruang perawatan membawa tanaman yang Putri minta.
Saat, Putri Ana membuka bungkusan kain yang di bawa Thadeus, seluruh dokter istana terkejut dengan tanaman yang di bawah Thadeus.
"Yang Mulia! Tanaman ini?!" Simon, sang kepala dokter istana terkejut dengan tanaman yang di bawa Thadeus dan tak terkecuali Elara.
"Tunggu!! Apa anda ingin membunuh Jendral Dominict?!" Elara tampak panik dengan tanaman Physostigma Venenosum yang di bawa oleh Thadeus.
"Saya tidak akan membiarkan Anda menggunakan tanaman itu, Yang Mulia!" Elara mencengkram kuat tangan Putri Ana yang membawa tanaman Physostigma Venenosum. Dan tampaknya seluruh dokter istana juga menentang hal itu.
Terlihat dari tatapan mereka yang seolah tak setuju dengan apa yang akan putri Ana lakukan. mereka mengetahui bahwa tanaman Physostigma Venenosum adalah tanaman beracun.
Saat itu, Putri Ana tahu mereka tak setuju dengan pilihan Putri Ana. Namun ia tahu bahwa ia bisa menyelamatkan nyawa sang Jendral.
"Thadeus!"
Thadeus yang mendengar panggilan dari Sang Putri, seolah paham apa yang di ingin kan Sang Putri. Dengan cepat Thadeus menarik Elara dengan kasar agar menjauh dari Sang Putri.
Dengan penuh keputusan, Thadeus mencabut pedangnya dan menghubungkannya pada semua orang di sana.
"Mundur!" Kata, Thadeus tegas.
Semua orang di sana tampak saling menatap seolah tak percaya dengan apa yang akan dilakukan Thadeus.
"Aku bilang mundur! Sebelum aku mengambil tindakan tegas!" Thadeus berteriak suaranya yang parau menggema di seluruh ruangan sehingga membuat semua orang mendur dan tak berani mendekatinya.
tampak Putri Ana menulis di secarik kertas dan menyerahkannya pada seorang perawat istana.
"Bawa ke mari barang-barang ini, dan jangan sampai salah!" Ucap, putri Ana sambil menyerahkan secarik kertas.
Sesaat, si perawat tampak ragu.
"Cepat cari!" Teriak Thadeus lagi.
Kemudian perawat itu pergi mencari barang-barang yang Putri Ana minta.
"Selama aku di sini, jangan pernah coba untuk mendekat!" Ancam, Thadeus dengan pedangnya.
"Ta..tapi..."
Thadeus menatap dingin ke arah semua orang di sana.
"Tuan Putri, tahu apa yang dia lakukan." Jawab, Thadeus dingin dengan tetap menghunuskan pedangnya dengan mantap.
Bersambung.....
Pangeran Benedict juga ok 🫨 bingung