Hidupku hancur, setelah pernikahan keduaku diketahui oleh istriku, aku sengaja melakukan hal itu, karena aku masih mencintainya. Harta yang selama ini kukumpulkan selama 10 tahun. Lanhsunh diambil oleh istriku tanpa tersisa satu pun. Lebih parahnya lagi, aku dilarang menafkahi istri siri dan juga anak tiriku menggunakan harta bersama. Akibatnya, aku kembali hidup miskin setelah mendapatkan karma bertubi-tubi. Kini aku selalu hidup dengan semua kehancuran karena ulahku sendiri, andai waktu bisa ku ulang. Aku tidak pernah melakukan kesalahan yang fatal untuk pernikahanku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Minami Itsuki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 9 MASALAH MULAI DATANG
Sedangkan Rahma terlihat kesal karena suaminya bersikap aneh. Padahal ia ingin meminta sesuatu darinya. Tapi sambungan teleponnya malah ditutup.
"Mas Danu kenapa sih? Kok dia jadi aneh begini?" gumam Rahma.
“Bagaimana? Suamimu bisa kasih uang lagi ke Ibu?” tanya Siti ibu dari Rahma.
“Bagaimana aku mau minta uang, Bu. Aku belum selesai bicara saja sudah ditutup teleponnya.” Wajah Siti terlihat kecewa sekaligus kesal. Ia sudah datang jauh-jauh ke rumah anaknya untuk meminta uang, tapi hasil nihil.
“Ibu butuh uang sekarang, makanya ibu datang ke sini. Ibu kira suamimu akan langsung transfer uang, tahunya malah zonk. “
“Ya habis mau gimana lagi, Bu. Udah seminggu suamiku belum datang ke sini, alasannya karena sibuk sama pekerjaan."
“Terus ibu harus gimana dong, tukang bank keliling sudah nagih terus.” Rahma berdengus kesal, ia sudah bosan mendengar keluhan ibunya yang selalu saja membahas masalah uang. Apalagi ibunya hobi sekali meminjam uang pada bank keliling untuk memenuhi gaya hidupnya. Membuat kepala Rahma semakin pusing.
“Makannya, Bu. Kalau enggak punya uang jangan suka ngutang ke bank keliling. Giliran enggak bisa bayar, malah aku terus yang direpotin.” Mata Siti langsung mendelik tajam, ia cukup tersinggung dengan ucapan anaknya.
“Jangan kurang ajar kamu! Wajar kalau ibu repotin kamu. Karena kamu sudah menikah dengan Danu, apalagi dia sudah menjadi orang kaya dan punya usaha resto, buat apa kamu menikah dengan Danu, walaupun statusnya masih suami orang, kalau kamu enggak bisa manfaat in hartanya. Selama dia masih punya harta yang banyak. Terus saja kamu kuras sampai kering, kalau sudah kamu kuasai hartanya kamu tinggalkan dia, lalu cari laki-laki lain.” Buru-buru Rahma langsung membekap mulut ibunya. Ia takut suara ibunya terdengar sampai keluar rumah. Apalagi suaranya begitu nyaring.
“Kalau bicara itu pelan-pelan dong, Bu. Kalau ada orang lain dengar gimana?” Wajah Rahma terlihat panik, ia tidak mau ada orang yang mendengar ucapan ibunya yang terlalu frontal, apalagi di perumahan ini banyak sekali ibu-ibu yang terlalu kepo dengan kehidupan Rahma semenjak menikah dengan Danu. yang lebih parahnya lagi ibu-ibu di sekitar Kompleks ini sering menyindir Rahma Jika dia adalah pelakor di rumah tangga orang lain.
Setiap kali Rahma menjelaskan bahwa dia bukan pelakor dan sudah mendapatkan izin dari istri pertama, ibu-ibu Kompleks terus saja menyudutkan Rahma dan mengatakan tidak ada wanita yang mengizinkan suaminya menikah lagi. para ibu-ibu Komplek yakin jika Rahma adalah seorang pelakor.
Karena tak tahan dengan omongan para tetangga. Rahma sudah tidak pernah lagi keluar dari rumah kecuali bersama dengan suaminya.
"Kalau ngomong hati-hati, Bu."
“Iya, maaf. Ibu enggak sengaja. Pokoknya kamu minta uang lagi sama suamimu. Bilang sama dia, mertuanya butuh uang!”
“Iya, nanti aku bilang sama Mas Danu.” Karena sudah tidak ada urusannya lagi. Siti memutuskan untuk pulang ke rumah, sedangkan Rahma masih terus menghubungi suaminya. Tetapi nomor ponselnya sudah tidak aktif membuat Rahma semakin kesal.
Sudah lebih dari seminggu suaminya susah untuk dihubungi, perasaan Rahma menjadi tidak karuan. Ia begitu takut jika suatu saat Danu aku pergi melupakan dirinya dan lebih memilih istri pertamanya. Jika hal itu sampai terjadi. Rahma tidak bisa lagi meminta uang pada Danu. Itu lah yang ditakutkan Rahma sekarang.
Belum lagi keluarganya selalu menganggu Rahma. Mereka terus saja menuntut untuk diberikan uang, terutama ibunya yang selalu saja memaksa.
"Mana suamimu, kenapa dia belum kasih kamu uang?" cecar Siti, ia sudah tidak tahan untuk menghampiri anaknya. Masalahnya dia sudah ditagih oleh bank keliling dan juga hutang lainnya.
"Ibu sabar dong! Aku juga lagi usaha buat hubungi, Mas Danu."
"Sampai kapan ibu harus bersabar, kepala ibu rasanya mau pecah. Setiap hari ibu ditagih terus sama bank keliling." Rahma menatap ibunya kesal. Bukanya membantu meringankan beban pikirannya ibunya malah menambah beban saja.
"Kalau aku sudah mendapatkan uang dari suamiku, ibu tidak boleh lagi berhutang apa pun. Aku bosan setiap hari ibu selalu saja meminta uang. Walau pun dia suamiku, tapi aku juga tidak enak meminta uang terus, sedangkan dia juga punya kegiatan lain."
"Jangan sok ngatur ya, untuk masalah hutang itu urusan ibu. Kamu enggak usah ikut campur, lebih baik kamu hubungi Danu, suruh transfer uangnya sekarang! Kalau perlu kita datang ke tempat kerjannya."
"Jangan, Bu! Nanti suamiku marah, dia enggak suka kalau aku datang ke sana."
"Loh, kenapa? Kamu ini kan istrinya, masa enggak boleh sih datang ke tempat kerjanya, aneh kamu."
"Lebih baik jangan, aku tidak mau mendapatkan masalah."
"Dasar penakut, kalau ibu jadi kamu. Ibu akan datang ke resto." Rahma tidak begitu menanggapi ucapan ibunya yang ia pikirkan sekarang, bagaimana agar suaminya bisa dihubungi, padahal suaminya online tetapi Rahma belum mendapatkan balasan apapun.
"Aduh, Mas Danu kenapa belum balas pesan aku ya? Padahal ponselnya lagi online?" batin Rahma, ia tidak tahu saja. Bahwa pesan darinya tengah dipantau oleh istri pertamanya.
"Rupanya kamu tengah kebingungan ya, karena suami tercintamu tak kunjung membalas pesan." Siska tersenyum sinis, melihat panggilan atau pesan yang dikirim dari selingkuhan suaminya, Untung saja Siska menemukan ponsel kedua yang disembunyikan oleh Danu. Jadi ia bisa mengetahui bagaimana selingkuhannya mengirim pesan.
Siska juga menyimpan beberapa bukti transferan uang ke rekening simpanan suaminya dalam jumlah yang cukup banyak, ternyata suaminya menggunakan uang tabungan toko yang seharusnya untuk masa depan anaknya. tapi malah dipakai oleh gundiknya.
Siska tidak terima, jika uang untuk masa depan anaknya digunakan untuk menyenangkan pelakor dan juga keluarganya. Siska akan bertindak tegas untuk merampas semua harta yang mereka nikmati, ia tidak Sudi jika hartanya digunakan untuk kesenangan mereka semua.
"sebentar lagi kamu akan menangis darah, bersiap-siaplah wahai Rahma."
"Kamu lagi apa, Mah? Kok kayanya sibuk banget?" ujar suaminya. Siska sengaja mengabaikannya, ia tahu bahwa suaminya ini sedang basa-basi untuk mendekati dirinya agar hubungannya kembali membaik.
Sudah hampir dua minggu suaminya selalu berada di rumah, tetapi Siska sudah tidak peduli lagi karena perasaannya sudah hilang entah ke Mana semenjak tahu suaminya menikah lagi.
"Jangan ganggu aku, lebih baik kamu urus saja gundikmu, Mas. Apa kamu tidak tahu jika ia sedang menunggu kamu di rumah untuk mendapatka kehangatanmu di atas ranjang!" sindir Siska, membuat wajahnya suaminya terkejut.
"Ka ... Kamu ini ngomong apa sih, Mah?" Wajah Danu terlihat gugup, apalagi istrinya sudah melakukan sindiran terhadap dirinya. Siska langsung bangkit dari tempat duduknya ia lebih memilih pergi ke tempat lain daripada melihat wajah suaminya saat ini.
"Mah, kamu mau ke mana? Mah?!" Danu mengusap wajahnya dengan kasar, ia sudah bingung apa yang harus dilakukan agar istrinya bersikap seperti dulu lagi, karena semenjak tahu ia menikah lagi perubahan istrinya benar-benar berubah drastis.
Danu seperti bukan melihat istrinya. Padahal ia sudah berusaha melakukan berbagai cara agar istri dan anaknya luluh kembali dan rumah tangganya bisa kembali damai. Tapi semua yang ia lakukan seperti sia-sia.
...****************...
“Mas, akhirnya kamu datang juga.” Rahma terlihat begitu bahagia menyambut kedatanganku di rumah.Aku tahu ia pasti merindukanku yang sudah lama tidak datang ke sini. Ia mencoba memeluk tubuhku , tapi aku menahannya, membuat wajah Rahmat terlihat bingung dengan sikapku. “Kamu Kenapa, Mas? Tumben kamu menolak pelukan dariku, biasanya kamu senang kalau aku melakukan hal seperti ini.”
“Maaf, aku lagi nggak mau dipeluk." Wajah Rahma langsung berubah masam. Tapi aku tidak terlalu peduli. Aku sengaja datang ke sini untuk menenangkan pikiran.
"Mas, kok wajah kamu terlihat lesu begitu, kamu lagi ada masalah ya sama istri kamu di rumah? Sudah hampir dua minggu loh kamu nggak pernah datang ke sini. Apalagi kasih kabar ke aku."
Dobel up, Thoor /Pray//Pray/