Berawal dari permintaan sahabatnya untuk berpura-pura menjadi dirinya dan menemui pria yang akan di jodohkan kepada sahabatnya, Liviana Aurora terpaksa harus menikah dengan pria yang akan di jodohkan dengan sahabatnya itu. bukan karena pria itu tak tahu jika ia ternyata bukan calon istrinya yang asli, justru karena ia mengetahuinya sampai pria itu mengancam akan memenjarakan dirinya dengan tuduhan penipuan.
Jika di pikir-pikir Livia begitu biasa ia di sapa, bisa menepis tudingan tersebut namun rasa traumanya dengan jeruji besi mampu membuat otak cerdas Livia tak berfungsi dengan baik, hingga terpaksa ia menerima pria yang jelas-jelas tidak mencintainya dan begitu pun sebaliknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Setitik harapan Livia.
Kembali teringat akan sikap ibu, Livia jadi berpikir bahwa wanita itu tidak berani secara terang-terangan menunjukkan ketidaksukaan terhadap dirinya dihadapan Abimana.
Livia mengulas senyum penuh arti. "Jangankan aku yang hanya remahan rengginang, bahkan ibu saja tidak berani padanya." kenyataan yang menurut Livia sedikit berbeda.
"Tapi memang benar sih, auranya menyeramkan." sambung gumam Livia.
"Tok.... tok....tok...."
Livia beranjak, hendak membuka pintu.
"Hai kak..."
Untuk sejenak Livia dibuat terpaku dengan sikap manis adik iparnya, Nahla.
"Kak..." Lambaian tangan Nahla di depan wajahnya, menarik kesadaran Livia.
"Iy-iya." Livia terbata, dan itu membuat Nahla tersenyum melihatnya.
"Dari pada kak Livia melamun, lebih baik ikut aku yuk...kita nyantai di gazebo taman belakang, kebetulan hari ini aku nggak ke kampus."
setelah berpikir sejenak, Livia pun mengangguk. "Baiklah." daripada menyendiri di kamar, tidak ada salahnya jika ia menerima ajakan Nahla, begitu pikir Livia. Apalagi dari sikap yang ditunjukkan gadis itu padanya terlihat begitu tulus.
Perjalanan mereka menuju taman belakang berjalan dengan aman menurut Livia karena ia tak harus bertemu dengan ibu.
Livia kembali dibuat terkagum-kagum dengan pemandangan di taman belakang kediaman megah milik keluarga Sanjaya. taman indah yang dipenuhi bunga terawat, kolam ikan hias di area sudut serta gazebo yang didesain khusus terbentang di atas kolam.
"Indah sekali..." Dengan mata berbinar, Livia memuji keindahan tempat itu.
Nahla mengangguk. "Bukan hanya indah, tapi tempat ini mampu membuat orang yang bersantai di sini bisa melupakan masalahnya. berbagi cerita dengan ikan-ikan di kolam ini akan lebih baik ketimbang berbagi cerita dengan orang lain, karena mereka hanya akan mendengar tanpa menceritakannya pada siapapun." ucap Nahla di iringi senyuman manis setelah mereka tiba di gazebo.
Livia ikut tersenyum mendengarnya.
"Apa tuan Abimana juga sering bersantai di sini???." entah darimana dan bagaimana hingga pertanyaan itu terucap begitu saja dari mulut Livia.
"Tuan Abimana???." ulang Nahla. gadis itu justru salfok dengan panggilan Livia pada Abimana. "kak Livia kok manggilnya tuan sih...??? kak Livia kan bisa manggil mas atau sayang gitu, sama seperti kak Thalia."
Sadar ia telah salah bicara, Nahla sontak membekap mulutnya. "Maafin Nahla, kak. sumpah...Nahla tidak bermaksud menyakiti hati kak Livia." Nahla sangat menyesali ucapannya barusan, tak sengaja menyebut nama dari mantan kekasih kakaknya itu.
Baru pertama kali mendengar nama itu, tapi Livia yakin bahwa wanita bernama Thalia tersebut merupakan seseorang yang spesial bagi Abimana.
"Tidak perlu minta maaf, lagian kak Livia nggak marah kok." Livia melebarkan senyum karena kenyataannya hatinya tidak merasa sakit sedikitpun. Ia justru merasa penasaran dengan sosok wanita bernama Thalia tersebut, hingga terbesit di dalam benaknya untuk mengulik sedikit informasi tentang Thalia dari adik iparnya itu.
Awalnya Nahla enggan menceritakan apapun tentang mantan kekasih kakaknya itu, namun hal itu tak membuat Livia menyerah begitu saja untuk membujuk gadis itu, hingga akhirnya Nahla pun bersedia menceritakan tentang sosok Thalia. Nahla menceritakan semuanya tanpa ada yang ditutup-tutupi, termasuk kepergian Thalia yang membuat kondisi Abimana terpuruk untuk waktu yang cukup lama.
Ternyata pria sepertinya bisa jatuh cinta juga, aku pikir dia tidak punya hati. Livia
Gadis itu tersenyum dalam hati, tak ada sedikitpun rasa cemburu dihati Livia setelah mendengar semua cerita Nahla tentang sosok mantan kekasih suaminya.
"Apa sampai saat ini tuan Abimana tidak tahu kemana perginya mantan kekasihnya itu???."
"Entahlah, yang jelas mas Abi paling nggak suka siapapun menyebut nama kak Thalia di rumah ini." jawab Nahla, yang tak lagi mempermasalahkan panggilan Livia pada Abimana.
Abimana Melarang semua orang menyebut nama kekasihnya. Hal itu dianggap Livia sebagai bukti bahwa Abimana masih menyimpan perasaan terhadap wanita itu. Ya, dua tahun memanglah bukan waktu yang sebentar, tidak mungkin semudah itu Abimana menghilangkan perasaan cintanya. keyakinannya tentang perasaan Abimana terhadap Thalia bukannya menyakiti hatinya, Livia justru merasa memiliki kesempatan terlepas dari Abimana jika suatu saat nanti wanita itu kembali ke dalam kehidupan Abimana. Ibarat kemarau panjang yang ditetesi setitik air hujan, begitulah perasaan Livia kini. berharap Thalia kembali, dengan begitu Abimana pasti akan melepaskannya dengan suka rela tanpa ada lagi ancaman pen_jara.
Sepersekian detik kemudian, Nahla menggenggam tangan Livia. "Janji ya kak, jangan ngomong ke mas Abi, kalau Nahla cerita semuanya ke kakak!!!." dengan wajah memelas, Nahla meminta kakak iparnya itu untuk berjanji.
"Iya, kak Livia janji." balas Livia. Lagian ia sama sekali tidak tertarik untuk membahas tentang hal itu pada Abimana.
Nahla lega mendengarnya.
Tidak terasa, sudah dua jam mereka mengobrol ringan di Gazebo. pada akhirnya, Livia mengajak Nahla untuk segera kembali ke dalam rumah.
Merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur adalah hal pertama yang dilakukan Livia setelah kembali ke kamar. Livia yang jarang sekali tidur siang akibat kesibukannya di kantor, lantas mempergunakan kesempatan sebaik mungkin. "Lebih baik aku tidur saja!!." jika semalam ia tidur di lantai, siang ini Livia mengistirahatkan tubuhnya di atas kasur empuk, mumpung pemiliknya sedang tidak ada.
Mungkin karena ini kesempatan langkah baginya hingga gadis itu tertidur pulas selama beberapa jam. Kalau saja salah seorang art tidak membangunkannya untuk makan siang, mungkin Livia belum terbangun dari tidurnya.
Setelah mencuci muka dan menyikat gigi, Livia lantas keluar kamar untuk makan siang.
Livia memandang ke arah kursi yang biasanya ditempati ibu, dan saat ini kursi tersebut kosong.
"Ibu sedang pergi bersama teman-teman arisannya." papar Nahla, mendapati pandangan kakak iparnya tertuju pada kursi ibu.
"Begitu ya." balas Livia sambil mengulas senyum tipis.
Sepertinya siang ini aku bisa mengisi perut dengan tenang. Livia.
Al hasil Livia pun mengisi perut dengan tenang tanpa merasa terintimidasi dengan tatapan sinis ibu mertuanya.
Malam harinya.
Suara pintu dibuka dari arah luar mengalihkan perhatian Livia. ia yang tengah duduk di tepi tempat tidur sontak berdiri. "Anda sudah kembali, tuan." sungguh, basa-basi yang sangat basi. tentu saja sudah kembali, kalau belum, mana mungkin pria itu kini berdiri di hadapannya.
Apa salahnya sih menjawab sapaan orang. Livia.
Abimana melepas jasnya, kemudian lanjut melepas semua pakaiannya hingga tersisa hanya tinggal underwear saja yang menutupi tu-buh atletisnya. dengan santainya, abimana melangkah ke kamar mandi.
Bisa nggak sih, kebiasaan anda bersama kekasih Anda itu tidak anda lakukan dihadapan saya...!!!.Livia
Membalikkan badan, membelakangi Abimana. Protes pun rasanya percuma, karena pria itu pasti tidak akan peduli.
Tiga puluh menit kemudian Abimana keluar dari kamar mandi.
Memandang Livia yang tidur meringkuk di atas karpet bulu.
"Naik ke tempat tidur!!!."
"Ti-tidak perlu tuan, saya nyaman kok tidur di sini."
"Saya tidak sedang menanyakan kenyamanan kamu. naik sekarang!!!."
Livia menelan ludah, pikiran sudah ke mana-mana. Melihat itu, Abimana sontak mencebik bibir. "Saya hanya menyuruhmu tidur di ranjang, bukannya ingin meni-duri mu. Lagipula saya sama sekali tidak tertarik untuk menyentuh mu." cetus Abimana, seakan tahu apa yang saat ini tengah dipikirkan oleh Livia.
"Saya hanya tidak ingin sampai kau mati kedinginan dan po-lisi akan menjadikanku saksi atas kematian mu." sambung Abimana, lalu kemudian meraih piyama yang telah disiapkan Livia di atas tempat tidur.
Ucapan pedas Abimana berhasil membuat Livia pindah ke tempat tidur. "Baik, tuan." patuh, naik ke tempat tidur.
mulut mu itu pernah ngomong apa ke Livia,coba ingat2 dulu...
😒😒😒😒
blom lagi liat mertua Livia...
istri ngambek itu bahaya lho...
ntar kamu gak dapat jatah ronda lagi 😂😂😂😂
kamu harus tegas,jangan mau di stir Abi...👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻