Di tengah gelapnya kota, Adira dan Ricardo dipertemukan oleh takdir yang pahit.
Ricardo, pria dengan masa lalu penuh luka dan mata biru sedingin es, tak pernah percaya lagi pada cinta setelah ditinggalkan oleh orang-orang yang seharusnya menyayanginya.
Sementara Adira, seorang wanita yang kehilangan harapan, berusaha mencari arti baru dalam hidupnya.
Mereka berdua berjuang melewati masa lalu yang penuh derita, namun di setiap persimpangan yang mereka temui, ada api gairah yang tak bisa diabaikan.
Bisakah cinta menyembuhkan luka-luka terdalam mereka? Atau justru membawa mereka lebih jauh ke dalam kegelapan?
Ketika jalan hidup penuh luka bertemu dengan gairah yang tak terhindarkan, hanya waktu yang bisa menjawab.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Selina Navy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20
...
"Adira," ucap Ricardo memecah keheningan dengan suara lembutnya.
"Ini sudah larut malam. Tidur lah, kau pasti lelah."
Adira mengangguk, setuju dengan saran Ricardo. Ia perlahan berbaring di tepi kasur, menatap Ricardo yang masih duduk di sampingnya. Meskipun ruang di antara mereka terasa penuh dengan ketegangan yang belum sepenuhnya hilang, terselip kenyamanan yang mulai mengalir di antara mereka.
"Selamat malam, Ricardo," ucap Adira pelan, senyum kecil menghiasi wajahnya.
Ricardo membalas dengan senyuman hangat, matanya tak lepas dari wajah Adira.
"Sweet dream Adira," ucap nya lembut, merasa sedikit lebih lega.
Setelah Adira memejamkan mata, Ricardo tetap duduk di sampingnya. Merasakan ketenangan yang mulai menyelimuti mereka.
Sementara Adira berjuang untuk menemukan ketenangan. Namun, pikirannya terus melayang. Lima menit terasa seperti selamanya ketika ia menyadari bahwa Ricardo masih menatapnya. Lalu pelan - pelan Adira membuka matanya.Ia hendak mengatakan sesuatu. Tapi Ricardo mendahuluinya.
“Oh! Maaf, aku mengganggu mu,” kata Ricardo lalu berdiri dan bersiap untuk pergi.
Namun, Adira menangkap tangan kiri Ricardo, menghentikannya.
“Ya?” ucap Ricardo.
“Maaf, aku gak bisa tidur. Boleh minta tolong gak?," ujar Adira pelan.
"Apa?," tanya Ricardo, suaranya tenang.
"Boleh gak kamu elus kepalaku sampai aku tertidur? Dulu Ayahku selalu melakukan itu. Aku rindu,”
Ricardo terdiam sejenak, lalu tanpa kata ia mengiyakan. Dia kembali duduk di samping kepala Adira. Posisinya terasa melindungi. Dengan lembut, ia mengulurkan tangan nya dan mulai mengelus kepala Adira.
Hangat sentuhan tangan Ricardo mengalir melalui rambut Adira. Menenangkan jiwa nya yang gelisah. Setiap gerakan lembut itu mengingatkannya pada sang ayah. Perasaan nostalgia itu pun membawa haru. Dalam keheningan yang nyaman itu, Adira menutup matanya lagi. Hatinya kini terasa lebih ringan, seperti menemukan tempat berlindung di tengah kegelapan hidupnya.
...07.00...
Suasana pagi di dalam ruangan dipenuhi dengan cahaya lembut yang masuk melalui celah tirai, menciptakan suasana yang hangat dan damai. Aroma segar dari udara pagi yang bersih menyelimuti ruangan.
Adira terlelap dalam tidurnya. Wajahnya terlihat tenang dengan rambut panjangnya yang terurai menutupi bantal. Ricardo duduk di tepi kasur. Posisi tubuhnya sedikit membungkuk dengan tangan nya yang hangat masih diatas kepala Adira.
Beberapa saat kemudian, Adira membuka matanya perlahan, merasakan sinar matahari yang hangat di wajahnya. Dia mengerjapkan matanya, mengusir rasa kantuk yang masih tersisa. Begitu Adira menyadari jika Ricardo ada disamping nya. Adira pelan - pelan menggeser posisi nya untuk bisa duduk disamping Ricardo tanpa membangunkan nya.
Adira pun memandangi wajah Ricardo yang tertidur lelap. Saat tidur, Ricardo terlihat lebih lembut. Jauh dari kesan dingin yang biasanya ia tunjukkan. Dia memperhatikan garis-garis wajahnya, dari alisnya yang tebal hingga bibirnya yang tampak tenang.
Ada sesuatu yang menghangatkan hati Adira saat melihat pria yang selalu terlihat kuat ini dalam keadaan rentan. Adira mengambil napas dalam-dalam, menikmati momen sederhana ini. Sebelum akhirnya, membangun kan Ricardo dengan lembut.
"Ricardo,"
Ricardo terbangun dari tidurnya dan langsung tersenyum saat melihat Adira di sampingnya.
"Selamat pagi, Adira," katanya dengan suara serak, tapi hangat.
"Pagi," jawab Adira dengan ceria, senyumnya begitu memikat.
"Makasih ya udah mau mengelus kepalaku semalaman. Kamu jadi tertidur duduk deh di sini. Pegel gak?,"
Ricardo hanya tersenyum, memandangi Adira dengan penuh perhatian. Setiap kali Adira berbicara, nada manja yang terdengar di suaranya membuat Ricardo merasakan sesuatu yang dalam di hatinya.
"Enggak kok,"
"Kamu tidur aja lagi, pasti kurang nyenyak tadi tidurnya." ucap Adira dengan senyuman manis.
"Sepertinya kamu yang lebih berhak tidur lagi. Setelah marah dan menangis kemarin."
Mendengar perkataan Ricardo itu, Adira tertawa kecil.
"Manis nya," Ricardo membatin.
Tatapan lembut dan ekspresi ceria Adira membuatnya semakin tak bisa berpaling. Dia teringat akan kenangan indah saat Adira menolongnya lima tahun lalu dan ia baru menyadari betapa berharganya sosok ini dalam hidupnya.
"Ricardo,"
"Ya?," saut Ricardo, mencoba menjaga nada santainya.
"Aku lapar," ujar Adira malu - malu.
Ricardo pun tersenyum dan bertanya, "Kamu mau sarapan apa?,"
"Apa aja deh," jawab Adira, tersenyum juga.
.
.
Next
.
.
Setelah menikmati sarapan bersama, Ricardo merasa ingin menghabiskan waktu di luar bersama Adira. Dengan langkah pasti, dia pergi ke pintu kamar mandi dan kembali dengan membawa jaket hitam bertudung.
"Ini untukmu," katanya sambil tersenyum.
Dengan lembut, Ricardo memakaikan jaket itu kepada Adira. Memastikan tudung jaket tertutup sempurna di kepala Adira. Lalu Ricardo memandangi wajah Adira yang kini tersenyum di balik tudung, merasakan perasaan hangat yang menyelimuti hatinya.
"Kita keluar sebentar ya," ujar Ricardo lembut.
"Sungguh?." tanya Adira bersemangat.
"Iya," jawab Ricardo.
"Tapi tolong, jangan pernah dibuka tudungnya. Biarkan saja wajahmu tertutupi." pinta Ricardo. Ada keseriusan dalam suara nya. Seolah dia ingin melindungi Adira dari sesuatu yang lebih besar.
Lalu dengan lembut, Ricardo menarik dan menggenggam tangan Adira yang kecil.
Mereka berdua melangkah keluar ruangan.
"Kita mau kemana?," tanya Adira, kini menuruni anak tangga.
"Kamu mau nya kemana?," tanya Ricardo balik masih mengenggam tangan Adira.
"Gak tau," jawab Adira ragu.
Ricardo hanya tersenyum menoleh ke Adira sebentar lalu kembali fokus menghadap ke depan. Mereka menuju mobil hitam dengan kaca gelap yang sudah menunggu di luar markas. Terlihat beberapa orang pengawal Ricardo mengikuti mereka, menjaga jarak tapi tetap waspada.
"Heriberto," panggil Ricardo ke ajudan kepercayaan nya.
"Ya, ketua." jawab Heriberto datar.
"Aku saja yang bawa, kau dengan yang lain berjaga di belakang." titah Ricardo dingin.
"Baik, ketua." ujar Heriberto sambil menunduk sedikit dan berjalan ke mobil yang di belakang.
Ricardo pun membukakan pintu untuk Adira dan memegang puncak kepala Adira. Menjaga nya agar tak terbentur dengan mobil.
Adira pun tersenyum melihat sikap manis Ricardo.
Mobil mereka pun meluncur dan setelah cukup lama akhirnya mereka melewati jalan -jalan Tijuana yang ramai. Dari balik jendela, Adira melihat pasar-pasar yang penuh dengan pedagang dan pelanggan, aroma makanan yang menggoda, serta senyum ramah orang-orang yang beraktivitas.
"Kita mau kemana sih?," tanya Adira lagi.
.
.
.
Bersambung...
Like, Gift dan Komen ya guys 💙
Terimakasih 🙏
(ehemmm/Shhh//Shy/)