🥈JUARA 2 YAAW S2 2024 🏆
Perceraian, selalu meninggalkan goresan luka, itulah yang Hilda rasakan ketika Aldy memilih mengakhiri bahtera mereka, dengan alasan tak pernah ada cinta di hatinya, dan demi sang wanita dari masa lalunya yang kini berstatus janda.
Kini, setelah 7 tahun berpisah, Aldy kembali di pertemukan dengan mantan istrinya, dalam sebuah tragedi kecelakaan.
Lantas, apakah hati Aldy akan goyah ketika kini Hilda sudah berbahagia dengan keluarga baru nya?
Dan, apakah Aldy akan merelakan begitu saja, darah dagingnya memanggil pria lain dengan sebutan "Ayah"?
Atau justru sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#21
#21
"Pak Aldy menemukan mantan istri dan anaknya"
"Dari yang terlihat, Pak Aldy bahkan bolak-balik ke Rumah Sakit karena saat ini putra beliau tengah di rawat"
Begitulah bunyi pesan yang dikirimkan Detektif Tyok, Usai dua hari penuh mengawasi aktivitas Aldy di Yogyakarta.
Benar-benar tak bisa dibiarkan, bagaimana jika Hilda memberitahu Aldy bahwa selama ini ATM pemberiannya tak bisa di gunakan, itu artinya kiamat kecil bagai Widya. Karena dahulu Aldy pernah marah ketika Widya mengungkit uang gono gini Hilda.
"Mama … hari ini Papa pulang kan?" tanya Reva.
Widya menatap kedua bola mata Reva, gadis kecil itu sungguh-sungguh merindukan Papa nya, "Entahlah, sayang, sejak kemarin malam Papa tak mengangkat teleponnya." Jawab Widya dengan perasaan dongkol luar biasa, Apa karena anaknya sedang berada di Rumah Sakit, maka Aldy bisa seenaknya mengabaikan anaknya yang lain?
"Huaaaa … kenapa Papa bohong, Ma … Papa pasti gak sayang Reva …" tiba tiba Reva menangis, selama ini ia merasa menjadi Ratu kecil di hati sang Papa, apapun pintanya pasti dikabulkan, dan kini tiba-tiba Aldy mengingkari janji yang ia buat sendiri.
Dan hingga malam harinya Reva masih saja merajuk, dan tengah malamnya ia demam bahkan mengigau memanggil-manggil Papa nya. Tapi anehnya, Widya sama sekali tak bersedih, ia justru senang karena jadi memiliki alasan untuk menyusul Aldy ke Yogyakarta.
Dan begitulah, Widya tersenyum semakin lebar ketika kakinya melangkah meninggalkan YIA (Yogyakarta International Airport).
"Ma … hotel tempat Papa menginap masih jauh?"
Begitulah yang Reva tanyakan sepanjang perjalanan, dan Widya pun lega karena ia kini berhasil sampai di Yogyakarta. Yang terpenting adalah ia akan terus menggenggam erat tangan Aldy agar pria itu tak berpikir untuk mengambil hak asuh anak laki-lakinya dari tangan Hilda, dengan Reva sebagai senjata utamanya.
Taxi yang Widya tumpangi berhenti di depan lobi Hotel, tapi ia melihat Aldy tengah buru-buru meninggalkan Hotel menggunakan mobil yang ia pakai selama di Yogyakarta.
"Ikuti mobil itu, Pak !!!" perintah WIdya pada sopir Taxi.
"Baik, Bu."
"Mah … katanya mau ke tempat Papa?"
"Iya, sayang, Itu mobil Papa, sebaiknya kita ikuti, untuk kasih Papa kejutan." Jawab Widya agar Reva senang.
Tapi senyum Widya memudar, ketika mobil Aldy memasuki pelataran parkir Rumah Sakit. Widya dan Reva masih setia mengikuti langkah kaki Aldy, bahkan lebih mudah lagi, karena Reva tak banyak protes.
Dari jauh Aldy tak melakukan apa-apa, ia hanya berdiri di taman, sementara pandangannya mengarah ke satu kamar, dari tabakan Widya kamar itu pastilah Kamar tempat anak Hilda dirawat.
"Pantas saja, Mas Aldy tak fokus bekerja, rupanya ia selalu datang ketempat ini, awas saja kalau ingin rujuk demi anaknya dengan wanita itu." Gumam Widya.
"Maaa … ayo, katanya mau kasih Papa kejutan." rengek Reva pada sang Mama.
"Ah … iya, Ayu sayang."
Masih dengan koper di tangan kiri, sementara tangan kanan menggandeng tangan mungil Reva. Widya semakin memangkas jaraknya dengan Aldy.
"Mas, Apa yang kamu lakukan di sini? Siapa yang sakit?" tanya Widya dengan penuh sandiwara.
"Papa …" Reva segera melepaskan tangannya dari genggaman sang Mama, ia berlari kemudian memeluk sang Papa yang sudah sangat ia rindukan.
Sementara Aldy tak mampu berkata-kata melihat kehadiran sang istri.
.
.
Sementara itu di ruang rawat Ammar, Hilda heran karena sang suami sibuk berkirim pesan dengan seseorang, sementara kedua anaknya sibuk berceloteh sendiri, tak biasanya Irfan mengabaikan kedua anaknya.
"Mas …"
Irfan menoleh, tersenyum memandang wajah letih sang istri yang sejak tadi sibuk berbenah sendirian. "Iya, Bund?"
"Aku perlu bantuan loh?"
"Maaf, sayang … mana yang perlu aku bantu?" Irfan gegas berdiri, usai mengirimkan pesan terakhirnya pada Aldy.
"Bunda … kita jadi pulang kan?" tanya Ammar.
"Iya, Mas Ammar … habis ini kita pulang,"
"Yeaayy … Mas kangen Eyang."
"Iya, Eyang juga tuh, tiap hari tanya-tanya kapan Mas Ammar boleh pulang."
"Sini … biar aku bawa barang-barang kita ke mobil,"
Tanpa menunggu persetujuan sang istri, Irfan bergegas menghampiri meja perawat, meminjam trolley untuk mengangkut barang, agar lebih mudah dan hemat tenaga.
"Mas meminta Aldy mengikuti kita dari belakang." Irfan membuka percakapan, ketika mereka sudah dalam perjalanan pulang.
"Maaasss??!!" pekik Hilda tak suka, karena Irfan melakukannya tanpa seizin dari dirinya.
Irfan menggenggam tangan Hilda, "Ssssttt … jangan berteriak, anak-anak bisa kepo."
"Ayah juga sih, gak bilang-bilang dulu sama Bunda." jawab Hilda kesal, karena segala sesuatu yang berkaitan dengan Ayah kandung Ammar itu, masih membuat Hilda masah.
"Jangan marah sayang, nanti kerutannya nambah loh." goda Irfan.
Sriiingg … Hilda segera menoleh dengan tatapan tajam dan bibir manyun.
"Bercanda sayang …" Irfan Menoel pipi Hilda. "Dia berhak sayang, Aku tak ingin menghalanginya bertemu dengan Ammar," Bisik Irfan agar tak terdengar Ammar.
"Tapi aku gak suka, dia dekat-dekat anak kita, walau dia Ayah biologisnya."
"Nanti malam kita bahas lagi," Jawab Irfan yang kembali menggenggam tangan Hilda.
"Iiiihh Ayah … kata Bu Guru, laki-laki itu gak boleh pegang perempuan sembarangan." Protes Azam ketika melihat ulah sang Ayah, menggenggam tangan Ibundanya.
"Hahaha … benar sayang, tapi Ayah sama Bunda kamu sudah menikah, jadi Allah tidak melarang."
"Emang gitu, Bund?" Azam mencari pembenaran.
"Iya, dek … " Jawab Hilda.
Azam terus berceloteh, sementara Ammar diam memandang keluar jendela. "Mas Ammar, kok diam?" Tanya Azam.
Namun Ammar hanya menjawab dengan senyumannya.sekilas tadi ia melihat Om yang pernah ia kalahkan dalam pertandingan bola satu lawan satu, tapi aneh sekali Om itu tak berani mendekatinya, padahal kali terakhir sebelum kecelakaan, Om itu menghampirinya, memanggil namanya dengan wajah bahagia.
"Gak Papa, Mas cuma males ngomong." Jawab Ammar.
.
.
"Apa-apaan kamu, Mas, Kenapa malah mengikuti wanita itu?" Tanya Widya kesal.
Namun Aldy enggan menjawab, karena mereka sedang bersama Reva di mobil, Aldy tak menyangka Widya benar-benar nekat menyusulnya ke Yogyakarta, bahkan menggunakan Reva sebagai alasan, karena Widya sudah berada di Yogyakarta, maka Aldy pun tak ingin menyembunyikan apa-apa lagi perihal keberadaan Ammar.
"Jangan memancing perdebatan, Wie … Ada anak kita."
"Alasan, Mas cuma mau menutupi kenyataan kan?"
"Kenyataan apa maksudmu?" tanya Aldy balik.
"Kenyataan, bahwa Mas belum bisa melupakan Hilda kan?"
"Mama … Hilda itu siapa?" Tanya Reva polos.
Apa yang akhirnya Aldy khawatirkan akhirnya terjadi, Reva benar benar menanyakan siapa orang yang baru saja disebut oleh Mamanya.
Disaat Aldy bingung memikirkan jawaban, widya tiba tiba berseloroh.
"Hilda itu, mantan Istri Papa kamu, sekaligus Ibu dari Kakak tirimu."
Ckiiiitttt …. mendadak Aldy menginjak rem mobilnya, hingga mobilnya berhenti secara tiba-tiba, dan bunyi klakson mobil-mobil yang ada di barisan belakang pun mulai bersahutan, namun Aldy mengabaikannya.
"Aku tak pernah menyebut-nyebut soal anakku dari Hilda, dari mana kamu mengetahuinya? apa kamu memata-matai ku selama ini?"
andai..andai.. dan andai sj otakmu skrg