Hubungan asmaranya tak seindah kehidupannya. Hatinya sudah mati rasa karena selalu dipermainkan oleh para pria. Namun, seorang pria yang baru pertama kali ia jumpai malah membuat hatinya berdebar. Akankah Violet membuka hatinya kembali?
Sayangnya pria yang membuat hatinya berdebar itu ternyata adalah pria yang menyebalkan dan kurang ajar. Gelar 'berwibawa' tidaklah mencerminkan kepribadian si pria ketika bersamanya.
"Kau hanyalah gadis manja, jangan coba-coba untuk membuatku kesal atau kau akan tau akibatnya." — Atlas Brixton Forrester.
****
⚠️NOTE: Cerita ini 100% FIKSI. Tolong bijaklah sebagai pembaca. Jangan sangkut pautkan cerita ini dengan kehidupan NYATA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widyaas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
...Sebelum membaca wajib LIKE! ☺️...
...***...
Violet semakin panik saat mendengar suara orang baku hantam di luar sana. Dia menutup telinga sambil menelpon Atlas. Entah sejak kapan dia merasa tenang jika bersama pria itu, intinya ia hanya ingin Atlas saat ini. Dia takut!
Mobil yang Violet dan Lucas tumpangi pun menjadi sasaran, ada yang menembaknya dan berusaha memecahkan kaca mobil.
Lucas juga sesekali menembak musuh dari kaca mobil yang dia buka tutup.
Violet jadi bingung berada di situasi seperti ini. Dia tak paham apa motif orang-orang jahat itu.
"Atlas!" serunya saat melihat seorang pria yang dia tunggu-tunggu sudah berlari menuju mobilnya.
Orang-orang sibuk dengan perkelahian dan Atlas mencari kesempatan untuk membawa Violet pergi dari sana.
Pria itu membuka pintu mobil dan segera menggendong Violet. Dia berjalan cepat menuju mobilnya.
Violet menenggelamkan wajahnya di dada bidang yang wangi itu, dia tidak mau melihat apa yang terjadi di luar. Kalau dilihat, mungkin dia bisa trauma.
Nafasnya tersengal kala sudah berhasil masuk ke dalam mobil Atlas.
"Atlas, aku takut sekali..."
Atlas memasangkan sabuk pengaman untuk gadisnya. Dia mengelus rambut Violet sambil berkata, "Kita sudah aman. Tenangkan dirimu, aku tak yakin mereka tidak akan mengejar kita," ujarnya lalu segera tancap gas pergi dari sana.
Violet melihat kebelakang, ternyata semua orang masih sibuk.
Dor!
"Akkhh!" Violet memekik kala mendengar suara tembakan. Atlas semakin melajukan mobilnya ketika menyadari seseorang berusaha menembak ban mobilnya.
"Tutup matamu," titahnya pada Violet. Tanpa membantah, Violet menutup matanya.
Mobil hitam itu melaju kencang membelah jalanan. Atlas dengan lihai memutar stir nya tanpa ragu, kakinya juga terus menginjak gas dengan kencang.
Jantung Violet semakin berdegup kencang, tangannya gemetar dan nafasnya tersengal-sengal. Berada di situasi seperti ini tak pernah terpikirkan oleh Violet. Hidupnya terlampau tenang, tentu saja dia syok berat sekarang. Apalagi suara tembakan yang tidak pernah ia dengar secara langsung terus bersahutan tadi.
"Violetta...," panggil Atlas. Entah sejak kapan dia sudah berdiri di samping Violet, tepatnya di samping pintu mobil yang terbuka.
Violet mendongak dengan tatapan mata yang begitu ketakutan, "S-sudah sampai?" tanyanya.
Atlas mengangguk pelan, dia pun segera menggendong si gadis dan menutup pintu mobil menggunakan kakinya.
"Apakah mereka tidak mengikuti kita lagi?" bisik Violet. Dia semakin menenggelamkan wajahnya di dada bidang Atlas.
"Sudah tidak. Tenanglah," jawab Atlas.
Violet menghela nafas lega.
"Mereka ingin menyakiti aku, ya?" tanya Violet. "Aku tidak pernah merasakan ini sebelumnya," lanjutnya.
"Tidak. Mereka hanya ingin menggertak saja. Mereka tidak akan menyakitimu selagi aku masih hidup," jawab Atlas. Dia menekan tombol lift dan segera masuk ke dalam. Matanya menatap Violet yang sedang memejamkan mata.
"Akhir-akhir ini, banyak sekali keanehan. Apakah aku membuat kesalahan fatal? Aku rasa, orang-orang tadi memang benar ingin menyakiti aku, atau bahkan membunuhku?" Violet mendongak menatap wajah tampan tunangannya.
"Tidak perlu dipikirkan. Aku jamin kau akan baik-baik saja selagi bersamaku." Atlas melangkah keluar ketika pintu lift terbuka, selanjutnya dia memasukkan password unit apartemennya dan segera masuk lalu menutup pintu menggunakan kaki.
Dia berjalan menuju sofa untuk mendudukkan Violet di sana.
"Bagaimana jika mereka terus menggangguku?" tanya Violet.
"Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi," jawab Atlas. "Tunggu sebentar, aku—"
"Ikut!" sela Violet. Dia langsung berdiri dan merangkul lengan kekar pria itu.
Atlas mengangguk pasrah. Keduanya pun berjalan menuju dapur. Atlas memberikan Violet segelas air dan langsung diminum oleh Violet.
"Hah! Menyebalkan!" gumam gadis itu. "Aku tidak habis fikir dengan mereka. Apa yang mereka inginkan dariku?"
Atlas meletakkan gelas kosong itu di atas meja pantry. "Sudah ku bilang, tidak usah dipikirkan. Itu akan jadi urusanku," ucap Atlas.
"Bagaimana aku tidak memikirkannya? Mereka berusaha menghabisiku, Atlas!" geram Violet. Ini bukan pertama kalinya dia mendapat serangan seperti tadi.
Atlas menghela nafas. Dia memijat pelipisnya yang berdenyut. Sulit sekali membuat Violet mengerti.
Atlas memegang kedua pundak mungil itu, dia juga sedikit membungkuk untuk menatap mata Violet dengan intens.
"Aku janji mereka tidak akan mengganggumu lagi. Jangan pikirkan apapun. Aku yang akan menyelesaikan semuanya. Kau akan aman jika bersamaku," ucap Atlas.
Violet terhipnotis oleh tatapan teduh dari tunangannya. Bahkan dia tidak berkedip karena saking terpesonanya dengan mata Atlas.
"Violetta, apa kau mengerti?" tanya Atlas.
Violet mengangguk. "Iya..."
Atlas menegakkan tubuhnya, sebelah tangannya menepuk-nepuk puncak kepala Violet. "Bagus. Tetap percaya padaku, oke?"
Lagi-lagi Violet mengangguk patuh.
"Ingin makan sesuatu?" tanya Atlas. Ia melihat jam tangannya, masih jam 8 malam.
"Astaga! Belanjaanku ada di dalam mobil!" seru Violet. Lagi-lagi dia kehilangan belanjaannya karena ulah orang-orang jahat tadi.
"Biar Lucas yang akan mengantarkan kemari," ujar Atlas.
"Tapi, apakah dia baik-baik saja?" tanya Violet.
"Tentu."
Tak lama dari itu, suara bel apartemen Atlas berbunyi.
"Jangan bilang itu adalah Lucas?" Violet menatap horor Atlas.
"Kita lihat," balas pria itu.
Keduanya pun segera menuju pintu utama dan membukanya. Benar saja, Lucas berdiri di depan pintu sambil menenteng plastik berisi belanjaan Violet tadi. Violet pun segera mengambilnya.
"Bagaimana kau bisa sampai sini?" tanya Violet syok.
"Semuanya sudah bubar, Nona," jawab Lucas. Kemudian dia membungkuk sekilas, "Kalau begitu saya pamit, Tuan, Nona. Selamat malam," ujarnya.
Melihat Violet dan Atlas mengangguk, Lucas pun segera angkat kaki.
"Bagaimana bisa dia tidak kacau?" gumam Violet sembari masuk kembali ke dalam.
Tentu dia heran, karena tadi Lucas sempat menembak sana sini. Setidaknya ada raut tegang di wajah Lucas, tapi ini tidak ada sama sekali.
"Jadi, kau mau makan apa?" tanya Atlas mengalihkan pembicaraan.
"Aku ingin makan mie, apakah kau punya?" tanya Violet.
Atlas mengangguk. Dia segera pergi ke dapur sedangkan Violet memilih mengeluarkan belanjaannya yang rata-rata berisi susu dan minuman lainnya, sisanya hanya sosis kesukaannya.
Setelah mengambil sosis yang ada di dalam plastik itu, Violet pun segera menyusul Atlas di dapur.
"Biar aku saja—"
"Tidak." Atlas menyela. Dia mendorong pelan tubuh Violet agar menyingkir dari area kompor.
Violet mencebikkan bibirnya. Akhirnya ia memilih membuat susu hangat saja. Tapi, yang menyeduh airnya pun tetap Atlas, karena pria itu tidak akan membiarkan tangan Violet terkena teko panas lagi.
"Aku bisa!" kesal Violet. Dia menatap sebal ke arah Atlas.
"Anak kecil dilarang mendekati area berbahaya."
"What?! Anak kecil kau bilang?!" Violet melotot tajam.
Atlas tersenyum miring, "Lihatlah tubuhmu," katanya. "Seperti kurcaci."
"Kurcaci?! Tubuhmu yang seperti Titan! Aku bukan kurcaci!"
*Buk*! Tangan mungilnya memukul punggung Atlas.
"Apa itu? Tidak sakit sama sekali. Itu bukti bahwa kau adalah kurcaci."
"KURANG AJAR!!"
***
Gak papa kurcaci, yang penting bukan botol yakult😭😭🙏
kalau ky gitu mlah mirip binaragawan