NovelToon NovelToon
Battle Scars

Battle Scars

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia
Popularitas:5.7k
Nilai: 5
Nama Author: Irma pratama

Apa jadinya kalo seorang anak ketua Organisasi hitam jatuh cinta dengan seorang Gus?

Karena ada masalah di dalam Organisasi itu jadi ada beberapa pihak yang menentang kepemimpinan Hans ayah dari BAlqis, sehingga penyerangan pun tak terhindarkan lagi...
Balqis yang selamat diperintahkan sang ayah untuk diam dan bersembunyi di sebuah pondok pesantren punya teman baiknya.

vagaimanakah kisah selanjutnya?
Baca terus ya...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma pratama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Lamaran Dadakan

"Assalamu'alaikum?"

"Wa'alaikumussalam"

"Ini Dek,"

Badriah yang pipinya merona menerima kantung kain yang isinya tidak diketahui.

"Terima kasih, Kang!"

"Ets, ini maksudnya apa?" Balqis berdiri di tengah-tengah sambil berkacak pinggang. Matanya juga memicing menatap Badriah dan santriwan bergantian.

"Siapa Lo, hah? Kenapa maen manggil da de da de segala sama Badriah?"

Santriwan itu menunjuk dirinya sendiri. Kemudian menggeleng melihat bengisnya Balqis.

"Balqis, dia itu Ustadz Ridwan. Calon suami Badriah," ucap Naila.

"What?" Balqis terkejut mendengarnya. "Bad, kamu kok menghianati Daddy?!"

Badriah dan yang lain melongo. Kapan pula mereka kenal dan saling cinta, bisa-bisanya ada kata penghianat secara tiba-tiba.

"Dek, memangnya kamu ada masalah apa dengan ayah Dek Balqis ini?" tanya Ridwan.

"Heh jangan panggil gue Dek, dikira masih anak-anak," sela Balqis.

"Entahlah aku juga bingung, Kang. Aku tidak kenal ayahnya," jawab Badriah. "Sebaiknya Akang pulang saja dulu, ya?!"

Ridwan mengangguk. Dia pun pamitan undur diri sambil mendapatkan tatapan menerkam dari Balqis. Namun dia malah merasa gemas, karena tingkah Balqis sangat lucu seperti anak kecil.

"Hai Mommy Badriah! Jelaskan sama gue? Kenapa bisa kayak gini?" tanya Balqis.

"Itu semua salah kamu, Balqis. Kenapa tidak kembali membawa ayah kamu beberapa bulan lalu, jadinya Badriah menerima pinangan laki-laki lain," sela Naila.

"Tapi kan harusnya kamu setia nunggu?" balas Balqis sambil memalingkan wajahnya. "Ck... Ternyata nggak ada kata setia dalam cinta." sambungnya frustasi.

"Mau setia bagaimana? Cinta di antara mereka saja tidak ada. Kenal dan saling tahu wajah saja tidak pernah," gumam Siska.

Naila menyenggol lengan Badriah agar dia bicara. Dia dan yang lain dapat melihat bila Balqis sedih karena tidak biasanya dia menunjukkan wajah seperti itu.

"Maaf ya, Balqis! Mungkin aku bukan yang terbaik untuk Daddy kamu. Aku yakin Daddy kamu akan mendapatkan yang lebih baik dari aku," ujar Badriah.

"Ck.. Iya, lo bener!" sahut Balqis. "Ayo Mel? Gue bakalan kenalin Daddy sama lo aja!?" sambungnya sambil menarik tangan Melodi pergi meninggalkan Badriah dan teman-temannya.

"Apa?" mereka terkejut. Balqis memang benar-benar konyol, Badriah sudah jadi milik orang Melodi pun jadi sasaran baru.

Tap!

"Daddyyyyy!" panggil Balqis berteriak antusias.

Hans menoleh. "Kenapa Sayang?"

"Ini, Melodi. Aku milih dia jadi Mommy baru aku? Kalo Daddy mau dua aku bakalan milih Naila juga!" jawab Balqis. "Kalo Daddy mau tiga, aku memilih Teh Naila, Kalo sekaligus ingin empat aku milih Siska,"

"Balqis, jangan bawa-bawa nama kita, ya?!" teriak Naila dan Siska di belakang.

Alis Hans mengeryit. Dia pun melirik Melodi yang wajahnya dipenuhi keterkejutan. Sedangkan Arsalan tertegun melihat Balqis yang sangat bersemangat mencari ibu baru dan cinta untuk ayahnya.

"Sayang, Daddy cuma mau satu aja. Jangan nyuruh empat sekaligus," ucap Hans.

"Nggak papa, Daddy. Kalo yang satu milih karir, Daddy kan masih punya tiga," balas Balqis.

Hans hanya tersenyum. Dia pun beranjak menatap wajah putrinya dengan lekat. "Daddy tau, kamu mau liat Daddy bahagia. Tapi kamu juga harus bahagia,"

"Aku bahagia kalo Daddy juga bahagia!" sahut Balqis.

Hans pun mengangguk. Dia melihat Melodi yang menunduk. Dia terlihat tertekan dengan perkataan putrinya. Dia tahu gadis itu masih muda dan mungkin lebih pantas menjadi anaknya.

"Kita bicara di dalam bagaimana?" ajak Arsalan karena takut obrolan mereka terdengar yang lain. Itu bisa saja membuat pondok menghangat karena berita.

Setelah sang ayah masuk, Balqis dan Melodi kembali bergabung dengan yang lain. Bukan hanya melepas rindu, mereka juga bertukar banyak cerita.

"Hans, apa perkataan Balqis serius?" tanya Arsalan.

"Dari kemarin dia meminta Mommy baru. Aku sudah coba membawa perempuan ke rumah, tapi dia menolak dan bilang kalau aku sudah mempunyai calon istri seorang ustadzah," jawab Arsalan.

"Tapi kamu serius ingin menikah?" Arsalan meyakinkan. Dia tahu sejak ditinggal oleh istri tercintanya, sahabatnya ini selalu menutup hatinya.

"Iya. Bila itu yang terbaik, aku akan menikah lagi." jawab Hans mantap. "Karena setelah jadi duda dan punya anak, aku juga harus mencari yang pas untuk putriku bukan hanya untukku,"

Arsalan mengangguk. "Lalu apa Balqis serius dengan pilihannya itu, Melodi?'

"Mungkin. Dulu dia pernah bilang kalau Dia ingin Mommy yang diam di rumah agar dirinya diperhatikan baik. Kamu sendiri kan tau, dia belum pernah merasakan kasih sayang Mommynya karena Nadin pergi saat dia lahir...."

"Aku tahu. Balqis perempuan kuat." balas Arsalan. " Terus bagaimana dengan Melodi? Bila Balqis menginginkan dia apa kamu akan menerimanya?"

"Yah... Kalau itu pilihan Balqis, aku akan menerimanya. Kamu tenang saja aku akan belajar mencintai dan menerimanya juga. Karena aku yakin, pilihan putriku tidak akan salah untukku." jawab Hans. "Hmm, dan kalau tidak salah seingatku namanya bukan Melodi. Dia sering kali menyebut nama Badriah," sahut Hans sambil mengingat dan heran dengan nama yang kenalkannya tadi.

"Badriah! Dia sudah punya calon suami." balas Arsalan. "Apa mungkin Balqis memilih Melodi karena Badriah sudah mempunyai calon?"

"Bisa saja. Ck... Anak itu sangat susah ditebak," timpal Hans.

Arsalan kembali mengangguk. Kemudian mereka pun bicara serius mengenai hal tersebut, apalagi niat harus tertanam dalam hati agar semua berjalan baik.

Di satu sisi.

Balqis sedang menatap Melodi yang tengah bicara. Dia sampai menopang dagu memperhatikannya, dia merasa senang ada di dekatnya. Meskipun dia tahu sahabatnya itu akan menolak ayahnya.

"Qis, berapa usia ayah kamu?" tanya Siksa.

"40 tahun," jawab Balqis.

"Serius? Aku kira 38 tahun loh. Wajahnya awet muda, " sela Naila.

"Iyalah. Daddy gue gitu loh, masih keliatan kayak bujangan kan? Padahal udah punya anak segede ini," balas Balqis cekikikan.

"Aku kira berbulan-bulan tidak bertemu sifat kamu sudah berubah, ternyata masih sama saja," ucap Siti.

"Ck... Ini karakter gue tau. Gue nggak bakalan bisa berubah, apalagi berubah jadi lo. Mana bisa gue," sahut Balqis tertawa renyah. Padahal dia tidak sebahagia itu ketika di pesantren barunya.

"Gus Alditra!"

Balqis menoleh ke belakang. Dia melihat Alditra baru turun dari mobilnya. Style yang di pakainya seperti orang kantoran. Bahkan dia terlihat gagah dan tampan. Seperti bukan Alditra yang biasanya dia kenal.

"Kamu tau nggak Qis, dia itu sama kayak Gus Zaigham loh, cuma kalau dia dokter spesialis Bedah konsultan, kalau Gus Zaigham kan dokter umum.... Dulu sebelum sakit Gus Al sering berdakwah ke mana-mana, dan juga sering sekali melakukan operasi besar di rumah sakit, malah saking sibuknya dia sampai tidak di rumah. Namun sekarang setelah sembuh dia hanya fokus di rumah sakit."

Balqis terdiam. Dia tau karena kemarin saat dia tertembak pria itulah yang merawatnya bersama temannya.

Sememtara dia hanyalah perempuan yang tidak bisa apa-apa dan di masa depan pun dia belum tahu mau jadi apa.

"Tetap ya, Seorang Ning menjadi pemenangnya untuk seorang Gus," ucap Siksa. "Kita yang hanya seorang santri tidak bisa menggapainya,"

"Iya. Enggak ada harapan selain dapetin ustadz," sahut Siti.

Balqis masih terdiam. Mereka memang benar, Alditra seorang Gus yang sangat pantas bila berdampingan dengan seorang Ning. Iya, Ning Annisa.

"Eh! Gus Al lagi lihatin siapa?"

Balqis kembali menoleh. Matanya bertemu dengan mata Alditra yang jaraknya beberapa meter. Dia pun memalingkan wajahnya, dia tidak ingin cinta di hatinya semakin menguasai dirinya.

"Cih.... Jangan dilihatin. Palingan dia lagi tebar pesona."

Melodi bersama yang lainnya kembali fokus. Mereka kemakan perkataan Balqis yang menganggap Alditra sedang tebar pesona. Padahal sedang menatap salah satu di antara mereka.

"Balqis, anti dipanggil aby, dan ajak juga Melodi ."

Balqis beranjak. Dia juga meraih tangan Melodi yang diam dengan seribu satu pikirannya. Sebenarnya Melodi ragu karena tidak mengerti apa yang akan terjadi, namun dia tetap ikut.

"Qis, kamu tidak serius kan dengan perkataan kamu yang tadi?" tanya Melodi.

"Kalo lo mau nolak Daddy gue juga nggak apa-apa, Mel. Jawabannya ada sama lo, dan gue nggak maksa, cuma hmgue oengen aja lo jadi Mammy gue..." jawab Balqis.

Melodi dibuat kebingungan. Dia tidak tahu harus apa? Apalagi masalah ini datang secara mendadak.

Sesampainya di rumah Arsalan. Balqis duduk di dekat Hans. Di sana juga sudah ada Fatimah, Azizah dan Alditra. Mereka ikut bergabung.

"Mel, begini? Pak Hans ayahnya Balqis ingin mempersunting kamu menjadi istrinya. Meksipun usianya 40 tahun, tapi kamu tenang saja karena dia masih gagah," ujar Arsalan yang sontak membuat semua orang mengulum senyuman. "Aby tahu, kamu tidak kenal dengannya. Tapi masih ada waktu untuk kamu mengenalnya sebelum memantapkan diri,"

Melodi hanya diam tidak bersuara. Tangannya juga meremas ujung kerudungnya. Ini sangat jauh di luar dugaannya. Dilamar secara mendadak oleh orang yang tidak dikenal, membuatnya sangat kebingungan. Apalagi dia belum meminta pendapat pada orang tuanya.

"Melodi, Kalo lo nggak mau sama Daddy gue yang tampan ini, Is's okay, nggak papa. Lo bisa nolak kok," ucap Balqis. "Mungkin emang Daddy kurang sempurna aja,"

"Balqis!" Hans menutup mulutnya. Putrinya itu bila bicara sering ke mana saja. "Dek Melodi, bila masih ragu adek bisa meminta jawaban pada Allah untuk memantapkan diri. Setelah yakin, pulanglah pada orang tuamu. Nanti saya yang akan datang ke rumah,"

Melodi kali ini menoleh. Dia menatap wajah Hans, namun kembali menunduk karena malu. Dia akui wajah ayah Balqis terlihat sangat tampan.

"Daddy, dia gemesin banget kan?" bisik Balqis karena melihat Melodi malu-malu.

"Balqis!" Hans kembali menutup mulut putrinya. Melodi terlihat menggemaskan. Dan iya, inilah yang dicarinya. Perempuan sholehah. Meskipun usia di antara mereka terpaut jauh, tapi ukuran cinta bukan dari segi usia.

"A-aby, berikan aku waktu untuk menjawabnya," ucap Melodi.

"Tiga hari. Lo punya waktu tiga hari, Mel," Balqis menentukan sendiri waktunya dengan antusias.

Melodi mengangguk. Dia memang bisa saja menolak ayahnya Balqis sekarang. Namun dia tidak bisa mengambil keputusan secara gegabah, karena siapa tahu dialah yang terbaik dari Allah tanpa kita ketahui.

"Baik, saya terima." ujar Hans. "Nanti kabari saja. Saya dan Balqis akan datang meminta jawaban,"

"Kenapa sama aku Dad?" tanya Balqis. "Aku bakalan tinggal di sini sampe Melodi ngasih jawaban,"

"Nope! Absolutly No! Pokonya nggak boleh. Yang ada kamu akan mengganggunya," ucap Hans.

"Daddy, aku tuh baik banget loh orangnya. Aku cuma bakalan ngerayu dia supaya dia mau menerima Daddy," sahut Balqis.

Hans menggeleng. Tingkah Balqis di rumah dewasa, namun di sini dia sangat pecicilan. Namun dia tetap suka karena senyumannya tidak pernah luntur.

Setelah lamaran singkat tanpa jawaban itu selesai. Hans kembali ke kota meninggalkan Balqis tinggal tiga hari. Akhirnya dia mengizinkannya karena masih ada waktu masa libur dari pesantren.

Ting!

Ting!

Balqis menyuruh Melodi pergi ke kobong lebih dulu. Dia merogoh ponselnya saat mendengar notif pesan masuk. Senyumannya yang barusan terukir hilang membaca pesan Haziq.

(Kenapa belum kembali?)

(Kapan akan ke sini?)

"Baru juga dua minggu Gus. Libur juga masih beberapa hari lagi kan, saya masih menikmati waktu sama keluarga dulu Gus..."

Entah keberanian dari mana Balqis membalas pesan Haziq, karena sejak kemarin dia hanya membacanya saja. Dia juga tidak peduli obrolan penting yang akan dibicarakannya.

"Dari siapa?"

"Hah?!"

Balqis pun mendongak. Kemudian mundur satu langkah saat Alditra berdiri di depan ikut menatap layar ponselnya.

"Gus Haziq? Pesan apa yang dikirimnya?"

Balqis menggeleng. Dia pun memasukkan ponselnya ke dalam tas.

"Ck... Mau tau aja!"

"keliatannya makinnsini kamu makin dekat sama Gus Haziq ya..."

Mata Balqis memicing kearah Alditra.

"Ya.... Nggak apa-apa dong, siapa tau dia jadi jodoh gue!"

"Emangnya kamu mau jodohnya Gus Haziq?! Trus dia udah siap calon istrinya wonder women?"

"Ck... Om Gus... Mulai ya rese nya! Awas aja ya.. Kalo bilang-bilang,"

Alditra mengulum tawa.

"Kalau gitu biar saya aja yang jadi jodoh kamu karenansaya udahbtau siapa oamu sebenarnya,"

"Ck.... Seneng banget ngecengin gue, udah mau kawin juga.. Inget Ning Annisa Om...." Balqis merasa kesal. Dia pun berlalu melewati Alditra. Ada satu misi lagi yang belum selesai, yaitu mencari gelangnya yang hilang.

"Tunggu!"

"Om Gus, nggak usah ngurusin kehidupan gue. Om Gus udah punya calon istri,"

"Kata siapa?"

Balqis menoleh. "Hah, kata siapa?"

Alditra tersenyum tipis. "Kejutan buat kamu!"

Tap!

Balqis kebingungan sambil memperhatikan punggung Alditra.

"Iihh.. Apaan sih? Nggak jelas banget!" gerutunya.

Dia pun segera pergi ke kobong untuk menanyakan tentangnya pada Melodi.

Di kobong.

Balqis menatap tempat tidur dan lemarinya yang sudah ditempati santri lain.

"Cepet banget gue terusir dari sini, sampe diambil alih orang laen,"

"Suruh siapa hilang berbulan-bulan?" sahut Amel.

"Bukan ngilang, tapi lagi nikmatin hidup yang indah." balas Balqis sambil mengedarkan pandangannya. "Ke mana Melodi?"

"Masak."

Balqis segera pergi ke dapur menyusulnya. Terlihat Melodi tengah berkutat dengan wajan dan beberapa bumbu.

"Ciee, belajar masak nih ceritanya!"

"Aku harus belajar masak enak. Karena aku tidak ingin setelah menikah masih belum bisa masak,"

"Hihihi... Lo nggak perlu ngelakuin itu sih Mel, di rumah ada tiga koki. Lo tinggal duduk manis aja dan makanan udah siap,"

Melodi tersenyum. "Balqis, meskipun di rumah banyak koki, tapi aku ingin suami aku itu kenyang perutnya sama masakan aku. Itu salah satu bakti aku sama suami,"

Mata Balqis berbinar mendengarnya. Dia pun memeluk Melodi.

"Kalo gitu gue bakalan pecat semua koki di rumah supaya perut Daddy kenyang."

Melodi terkekeh. Kemudian melepaskan pelukan Balqis mengambil mangkuk. Dia akan menuangkan masakannya.

"Daddy harusnya pilih dua yang kayak gini, biar perutnya kenyang terus,"

"Balqis, sangat jarang ada perempuan yang ingin dimadu atau poligami. Setiap perempuan menginginkan menjadi ratu satu-satunya untuk suaminya."

"Berarti lo juga kayak gitu?"

Melodi mengangguk. Dia menggeser masakannya yang sudah selesai agar dibawa Balqis ke atas. Dia harus ikut membantunya karena banyak yang harus dibawa.

"Mel, sekarang gue tau kenapa bunda Halimah masih sendiri?"

"Kenapa?"

"Bukannya dia masih cintai sama aby Arsalan. Tapi dia punya alasan lain, kayak trauma, jadi belum nemuin yang tepat, memperbaiki diri, dan nyaman dengan kesendirianmya,"

"Bisa jadi seperti itu,"

Balqis mengangguk antusias.

"Hah... Senengnya dapet Mommy yang bisa diajak ngegosip!"

"Balqis!"

"Hehehe. Gue ke atas dulu ya, Mel." Balqis bergegas pergi sambil membawa orek tempe. Dia takut melihat wajah Melodi yang ketus karena perkataannya.

Balqis sampai lupa menanyakan tentang Alditra pada Melodi, dia terlalu sibuk mengobrolkan hal yang tidak penting.

Kecerian Balqis kembali setelah beberapa bulan kaku. Di pesantren barunya kenyamanan bersama teman-temannya seketika hilang, dia lebih banyak sendirian dibandingkan berkumpul. Mungkin beda tempat beda keadaan.

1
sukronbersyar'i
mantap seru, gan , jgn lupa mampir juga ya
Tara
wah...dasar preman Yach😅😂
Tara
hope happy ending
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!