Seorang pendekar muda bernama Panji Rawit menggegerkan dunia persilatan dengan kemunculannya. Dia langsung menjadi buronan para pendekar setelah membunuh salah seorang dedengkot dunia persilatan yang bernama Mpu Layang, pimpinan Padepokan Pandan Alas.
Perbuatan Panji Rawit ini sontak memicu terjadinya kemarahan para pendekar yang membuatnya menjadi buronan para pendekar baik dari golongan putih ataupun hitam. Sedangkan alasan Panji Rawit membunuh Mpu Layang adalah karena tokoh besar dunia persilatan itu telah menghabisi nyawa orang tua angkat nya yang memiliki sebilah keris pusaka. Ada rahasia besar di balik keris pusaka ini.
Dalam kejaran para pendekar golongan hitam maupun putih, Panji Rawit bertemu dengan beberapa wanita yang selanjutnya akan mengikuti nya. Berhasilkah Panji Rawit mengungkap rahasia keris pusaka itu? Dan apa sebenarnya tujuan para perempuan cantik itu bersedia mengikuti Panji Rawit?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ebez, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sepasang Gembel
"Pimpinan mungkin tidak akan menyukai berita ini, Mpu Wendit. Akan tetapi, jika Si Panji Rawit ini dibiarkan begitu saja dan terus merajalela, bisa jadi ini akan mengganggu rencana besar dari pimpinan", ucap Nyai Supraba sembari mengalihkan perhatiannya pada lelaki paruh baya di hadapannya.
"Bukan hanya itu, yang aku khawatirkan adalah bahwa orang-orang Padepokan Pandan Alas telah membocorkan rahasia kita pada orang ini.
Bisa jadi kitalah yang akan diincar oleh Si Panji Rawit ini selanjutnya.. ", ungkap Mpu Wendit yang kemudian menghela nafas panjang.
" Takut apa, tua bangka?!
Hihihihihi, jika dia berani mendatangi ku maka jarum jarum Racun Selaksa Sakit yang sudah ku siapkan pasti akan bisa membuatnya menyesal karena berani macam-macam dengan ku", senyum penuh percaya diri terukir jelas pada wajah Nyai Supraba.
"Terserah pada mu bagaimana memikirkan masalah ini. Aku sebaiknya menghadap pimpinan sekarang mumpung hari masih terang", setelah berkata demikian, Mpu Wendit bergegas meninggalkan tempat itu. Dengan gerakan yang terlihat pelan tapi mengandung ilmu meringankan tubuh yang tinggi, lelaki paruh baya itu sebentar saja sudah tidak terlihat lagi.
Setelah kepergian Mpu Wendit, Nyai Supraba segera bertepuk tangan dua kali. Tiba-tiba saja, sesosok bayangan berpakaian hitam hitam sudah muncul di sebelahnya. Dia dengan cepat berjongkok penuh hormat pada Nyai Supraba.
"Kumpulkan orang-orang mu, Garubhumi. Lalu sebarkan mereka untuk mencari keberadaan Si Panji Rawit", Nyai Supraba merogoh balik bajunya lalu melemparkan gulungan kulit kambing kering ke arah orang yang ia panggil dengan nama Garubhumi itu segera. Dengan cekatan, Garubhumi menangkap gulungan kulit kambing kering itu dan membuka nya. Sebuah lukisan wajah seseorang dengan ciri ciri seperti Panji Rawit terpampang disana.
"Perbanyak lukisan itu dan temukan orang yang seperti dia. Ingat jangan bertindak gegabah untuk mencoba menangkapnya seorang diri. Dia adalah orang yang dicurigai sebagai pembantai Padepokan Pandan Alas. Jika sudah ada kabar, lekas beritahu aku.. ", imbuh Nyai Supraba.
" Saya mengerti.. ", setelah berkata demikian, Garubhumi dengan gerakan cepat nya meninggalkan tempat itu untuk melakukan tugas yang ia terima. Sedangkan Nyai Supraba kembali menatap ke arah sepasang burung cendet yang masih asyik melompat kesana kemari di atas ranting pohon nangka.
Mpu Wendit terus melangkah ke arah sebuah bangunan yang tersembunyi oleh rimbun pepohonan di bantaran Sungai Kapulungan. Beberapa orang prajurit yang nampak berjaga di tempat itu langsung menghormat begitu melihatnya. Tanpa mempedulikan mereka, Mpu Wendit terus melangkah masuk ke dalam bangunan tua yang masih terawat dengan baik itu.
Di dalam bangunan kayu tua itu, seorang laki-laki berusia sekitar 3 dasawarsa nampak duduk di atas kursi kayu jati berukir indah. Dari pakaian yang ia kenakan jelas bahwa ia adalah seorang bangsawan. Akan tetapi wajahnya tak nampak jelas karena sebagian rambut panjang nya nampak menutupi wajah.
Melihat kedatangan Mpu Wendit, orang itu segera memberi isyarat pada dua emban yang menuangkan twak pada cangkir kuningan di tangan nya untuk pergi. Dua emban itu menghormat sebelum meninggalkan tempat itu. Mpu Wendit segera menghormat sebelum ia duduk bersila di hadapan orang berpakaian bangsawan ini.
"Ada apa kau menghadap tanpa di panggil, Mpu Wendit?", terdengar nada suara kurang suka dari kata-kata itu.
" Mohon ampun Gusti jika hamba lancang menghadap. Ada sesuatu hal yang perlu hamba laporkan.. ", ucap Mpu Wendit dengan penuh hormat. Lelaki itu tak menjawab, hanya melambaikan tangannya sebagai isyarat untuk Mpu Wendit melanjutkan omongannya.
" Padepokan Pandan Alas telah dimusnahkan oleh seorang pendekar muda bernama Panji Rawit. Seluruh penghuni maupun pucuk pimpinan mereka termasuk Mpu Layang, Sasongko, Sepasang Burung Tua dan Keempat Rajawali Penjaga Penjuru turut menjadi korban amukan pendekar muda ini.
Yang menjadi kekhawatiran hamba, orang-orang Padepokan Pandan Alas membocorkan rencana besar kita pada nya karena Panji Rawit membunuh semua orang itu dengan dalih balas dendam atas kematian Mpu Ranudaksa dari Jonggring ", lanjut Mpu Wendit kemudian.
Wajah bangsawan ini langsung merah padam mendengar laporan itu. Dia bangkit dari tempat duduknya dan membanting cangkir kuningan di tangannya ke lantai tempat itu dengan keras.
Brrrraaaaaaaakkkkkkk...!!
" Dasar bodoh! Tidak berguna!! Mengatasi masalah sepele seperti ini saja tidak becus!! Keris Pulanggeni nya tidak didapatkan, malah muncul masalah berbahaya seperti ini...
Kau segera temui Paman Adipati Aji Wiraprabhu di Lwaram untuk menyiapkan segala sesuatu nya dengan baik. Begitu rampung, aku akan menentukan kapan waktunya kita bergerak. Paman Prabu Mpu Sindok sudah mulai mencurigai ku dan mengawasi semua pergerakan ku. Kita tidak boleh keduluan oleh nya", ucap bangsawan muda ini segera.
"Hamba mengerti. Mohon pamit untuk melakukan tugas.. ", setelah menghormat pada bangsawan muda itu, Mpu Wendit bergegas keluar, meninggalkan bangsawan muda ini. Dengan raut muka penuh kekesalan, bangsawan muda ini meraih kendi berisi twak dan menenggak nya tanpa gelas.
" Sungguh sial. Dyah Widowati ( putri kelima Prabu Mpu Sindok ) belum bisa aku dekati malah muncul masalah berbahaya seperti ini. Kurang ajar, sungguh sangat kurang ajar..!!! ", maki bangsawan muda itu penuh kekesalan. Sembari terus memaki-maki, bangsawan muda itu memanggil dua emban nya yang cantik. Segera ia melucuti semua pakaian mereka dan dengan kasar menggilir mereka untuk meredam rasa amarah. Dari luar, lengguhan dan erangan kedua emban cantik itu terdengar bergantian. Hal ini sudah biasa terjadi.
*****
Hujan deras mengguyur seluruh wilayah Kota Kadipaten Lwaram setelah sore menjelang tiba. Udara menjadi dingin menusuk tulang. Suasana sore Kota Kadipaten Lwaram yang biasanya ramai langsung berubah sepi seperti kota mati. Para penduduk memilih untuk berdiam diri di dalam rumah selama hujan deras ini berlangsung.
Ini juga membuat seorang perempuan cantik pemilik sebuah rumah makan yang ada di dekat jantung kota itu bersedih hati. Biasanya warung tempat jualannya selalu ramai oleh pembeli kini sepi senyap. Hanya ada dua orang yang terlihat sedang menyantap makanan nya di salah satu pojokan ruangan warung makan. Selebihnya hanya bangku-bangku kosong. Empat pembantu nya yang biasanya sibuk hampir tak bisa duduk saat seperti ini, terlihat duduk menganggur di pojokan dapur.
"Kalau hujan terus seperti ini, bisa-bisa kita tutup lebih awal ya Sri. Wong tidak ada orang yang beli.. ", ucap seorang pelayan perempuan yang berusia sekitar 3 dasawarsa pada kawannya yang ia panggil Sri.
" Lha mau bagaimana lagi to Yu Darmi, wong keadaan nya memang hujan. Kita kan juga tidak bisa to menolak hujan karena itu sudah diatur oleh Dewa Bayu di Kahyangan", balas Sri yang membuat dua kawannya yang lain manggut manggut saja.
"Tapi ya kasihan Ndoro Larasati to Sri. Masakan sudah segitu banyaknya siapa yang akan menghabiskan nya? Cuma sayur lodeh nangka muda dan ayam kuah nya yang masih di hangatkan dan dijual lagi esok hari, terus yang lainnya kan tidak bisa? Mau dihabiskan oleh kita? Perut ini tak akan muat.. ", sahut Sentiko, satu-satunya pelayan laki-laki di rumah makan ini sambil mengelus perutnya yang membuncit.
Larasati si pemilik rumah makan ini hanya terdiam mendengar ocehan para pembantunya. Semua yang mereka katakan ada benar nya namun ia juga tidak punya solusi untuk masalah yang sedang ia hadapi.
Saat itulah, sepasang laki-laki dan perempuan dengan pakaian compang-camping berlarian ke arah warung makan. Sebagian baju mereka telah basah terkena air hujan yang seperti ditumpahkan dari langit. Payung daun pisang yang mereka gunakan tak mampu melindungi diri mereka sendiri dari guyuran deras air hujan.
Dengan sedikit menggigil karena kedinginan, dua orang berpenampilan seperti gembel itu berjalan mendekati ke arah Larasati dan para pembantunya.
"Nuwun sewu Ndoro, mohon maaf bolehkah kami numpang berteduh untuk sebentar saja? ", ucap si lelaki bogel dengan wajah bopeng penuh bekas jerawat itu dengan sopan.
" Eh eh eh mau apa kemari heh? Kere seperti kalian ini pasti mau cari sisa nasi ya hah? Sana sana, keluar dari sini, jangan merusak selera makan para pengunjung kami.. ", usir Sentiko segera.
" Yang sopan ya kalau bicara! Siapa bilang kami hanya mencari sisa nasi untuk dimakan hah?!", balas si gembel perempuan yang tidak terima dengan omongan Sentiko dengan sengit.
"Sudah jelas mau mengemis, masih saja... ", Sentiko langsung menghentikan omongan nya kala melihat Larasati mendelik tajam ke arah nya.
" Sentiko, tutup mulut mu atau kau ku pecat sekarang juga!! ", nyali Sentiko langsung ciut mendengar ancaman Larasati. Perempuan cantik yang biasanya lemah lembut itu jarang sekali marah, tapi sekalinya marah semua bawahannya langsung keder seketika.
" Maafkan omongan pembantu ku tadi Nisanak. Dia mulutnya memang keras tapi sebenarnya dia baik kog.
Silahkan jika kalian ingin menumpang berteduh. Aku sama sekali tidak keberatan. Oh iya sebagai wujud permohonan maaf ku, silahkan kalian berdua mencari tempat duduk. Aku akan memberikan makanan secara cuma-cuma sebagai wujud ketulusan ku", ucap Larasati dengan lemah lembut juga dengan memamerkan senyuman nya yang menawan.
"Ini nih baru benar dalam bersikap pada orang. Jangan asal menilai seseorang dari penampilan luarnya saja.. ", ucap si gembel perempuan sambil menggelandang tangan si gembel laki-laki ke salah satu sudut warung makan.
Tak lama berselang, Larasati membawa nampan berisi sebakul nasi putih dengan sayur lodeh nangka muda lengkap dengan lauk dua ekor ikan lele bakar dan sekendi air putih. Si gembel perempuan yang memang sedang kelaparan langsung menyantap hidangan itu dengan lahap.
Sementara itu dua lelaki di pojokan warung makan terus saja memperhatikan sepasang gembel itu tanpa berkata sepatah kata pun. Hal ini juga diketahui oleh si gembel lelaki yang sejak awal telah waspada dengan keduanya. Ingin menjajal kemampuan beladiri mereka berdua, salah seorang diantaranya segera melemparkan tulang ayam ke arah si gembel perempuan.
Whhhhuuuuuuugggggh....
Larasati yang melihat serangan percobaan ini dengan cepat menangkap tulang ayam itu sembari berkata,
"Maaf Kisanak, jangan memancing keributan di tempat ku..!! "
eh lha kok justru nyawa mereka sendiri yang tercabut 😆
modyar dengan express dan success 😀
bisa membuat tanah terbelah...keren! 👍
Ajian Malih Butha tak ada gregetnya di hadapan Lokapala 😄
up teruus kang ebeezz..🤗🤗
tuh kan bnr iblis pencabut nyawa cmn skdr nama.
nyatanya nyawa mreka sndiri yg di cabut