NovelToon NovelToon
CAMARADERIE (CINTA DAN PERSAHABATAN)

CAMARADERIE (CINTA DAN PERSAHABATAN)

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta / Cinta Murni
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: Leova Kidd

Guliran sang waktu mengubah banyak hal, termasuk sebuah persahabatan. Janji yang pernah disematkan, hanyalah lagu tak bertuan. Mereka yang tadinya sedekat urat dan nadi, berakhir sejauh bumi dan matahari. Kembali seperti dua insan yang asing satu sama lain.

Kesepian tanpa adanya Raga dan kawan-kawannya, membawa Nada mengenal cinta. Hingga suatu hari, Raga kembali. Pertemuan itu terjadi lagi. Pertemuan yang akhirnya betul-betul memisahkan mereka bertahun-tahun lamanya. Pertemuan yang membuat kehidupan Nada kosong, seperti hampanya udara.

Lantas, bagaimana mereka dapat menyatu kembali? Dan hal apa yang membuat Nada dibelenggu penyesalan, meski waktu telah membawa jauh kenangan itu di belakang?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leova Kidd, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bullying dan Efeknya

 

 

Semenjak obrolan bersama Satria sore itu, aku seakan mendapat alarm peringatan untuk menjaga jarak dengan Raga. Sedikit demi sedikit, aku menghindari dia. Kebetulan waktu itu libur panjang kenaikan kelas, jadi Raga sering datang ke rumah. Nah, pada jam-jam dia biasa datang, aku sengaja pergi ke tempat kerja Ibu. Seperti itu terus hampir setiap hari, hingga seminggu lamanya.

Jujur aku takut jika suatu saat apa yang Satria katakan menjadi kenyataan. Walau sejak awal sudah memiliki feeling bahwa hubungan antara aku dan Raga pasti akan mengalami hal tersebut, nyatanya aku tidak pernah siap.

Pada dasarnya, aku adalah orang yang suka overthinking. Temanku sedikit saja berubah sikap, pikiranku bisa melanglang buana ke mana-mana. Dan saat itu, meski perihal tentang perasaan Raga hanya kudengar dari Satria, aku sudah mulai berpikir akan menjawab apa jika sampai Raga benar-benar menyatakan perasaannya.

Untuk menjawab jujur, jelas itu akan menyakiti dia. Aku tidak mungkin sanggup. Mustahil aku katakan bahwa sebenarnya Kevin yang aku suka. Hal itu sama saja dengan mengusir Raga dari sisiku. Padahal, aku tidak pernah siap kehilangan dia. Aku tidak mau kehilangan seseorang yang selama ini memberi kenyamanan dan membuat kehidupanku di Kota Madiun jadi lebih bermakna. Tetapi, untuk menerimanya pun, sepertinya bukan pilihan bijaksana.

Mungkin aku bisa bersikap seakan mencintai dia dan mengabaikan perasaanku terhadap Kevin. Tapi, aku cukup tahu diri bahwa mendampingi Raga dalam posisi lebih dari sahabat itu tak pantas buatku. Aku ini hanya setitik debu yang menempel di pakaian mahalnya. Tak seharusnya sang pungguk bersanding dengan rembulan, karena bisa menikmati cahayanya pun sudah lebih dari cukup.

Memainkan peran hati mungkin memang keahlianku. Berpura-pura cinta, padahal hati dan pikiran tercurah untuk yang lain. Namun, alangkah jahatnya andai sanggup berbuat demikian terhadap orang sebaik Raga. Apalagi secara tak langsung memaksa dia untuk bersaing dengan sahabat karibnya sendiri.

Tidak mungkin! Aku tidak setolol itu.

 

🍁🍁

 

Beberapa hari menjelang masuk tahun ajaran baru, ada kakak sepupu main ke Madiun. Namanya Mbak Winda. Kami selalu bareng dan tidak pernah terpisah sejak kecil hingga lulus SMP dan aku pindah rumah. Sekolah pun satu angkatan, meski dia 2 tahun lebih tua. Dulu, orang selalu berkata, “di mana ada Nada, di situ pasti ada Winda. Dan sebaliknya.”

Malam itu malam Minggu. Kami berdua jalan-jalan ke Pasaraya Sri Ratu, salah satu Mal terbesar di Kota Madiun pada masanya. Lokasi yang strategis dan berada di pusat kota, membuat Mal yang pernah sangat populer tersebut menjadi tempat favorit para remaja untuk hangout. Dari sekadar jalan-jalan, nongkrong, cuci mata, hingga belanja sesuatu yang tentu saja harganya terjangkau oleh kantong remaja.

Aku biasa ke sana untuk belanja buku. Barang-barang mewah di mal tersebut sama sekali tidak menarik minatku, sebab kocek juga tidak mendukung. Yang aku incar setiap kali ke sana kalau bukan novel atau komik, ya coklat egg roll. Coklat egg roll yang hingga sekarang tidak dapat aku temukan di tempat lain.

Malam itu, aku dan Mbak Winda sekadar jalan-jalan, singgah baca buku di Gramedia. Pulangnya, kami dijemput oleh Bapak dan Ibu di depan Mal, lalu naik becak bertiga.

Sesampainya di depan gang masuk Jalan Srindit, ada sekelompok anak remaja lelaki nongkrong di belakang tiang gapura. Di antara mereka, aku melihat Raga—yang sudah seminggu tidak kutemui—dan kawan-kawannya, tapi minus Kevin. Semenjak peristiwa di Kampus Unmer, aku tidak pernah melihat Kevin lagi. Cowok itu hilang begitu saja, bagai debu tertiup angin.

“Itu teman Nada, bukan?” Ibu bertanya kepadaku dengan nada heran. “Tumben diem aja. Biasanya pecicilan.”

Maksud Ibu, si Raga itu kan selalu bertingkah menarik perhatian jika melihatku. Berbeda dengan malam itu. Dia cuek, seakan tidak melihat aku berlalu di hadapannya.

“Nggak lihat mungkin,” jawabku sedikit menghibur diri, sebab aku juga heran dengan sikap cowok itu.

Aku tahu, sepintas ekor matanya menatap ke arah kami ketika becak Bapak melintas di depan mereka. Akan tetapi, dia bersikap seakan tak melihat apa-apa, lalu kembali mengobrol serius bersama kawan-kawannya. Mukanya betul-betul serius, bukan hanya pura-pura. Entah apa yang mereka bahas saat itu.

Bapak membuka pintu pagar lebar-lebar, sedianya untuk memasukkan becak ke garasi. Aku, Ibu, dan Mbak Winda menunggu di teras. Ketika Bapak sudah membawa becak masuk, dan pintu seng yang menuju lorong samping sudah dikunci dari dalam, tiba-tiba di depan gang terjadi kegaduhan.

Ibu hendak mengintip ke jalan, merasa kepo ada kejadian apa di jalan raya. Takut ada kecelakaan atau musibah. Namun, sebelum langkahnya mencapai pagar depan, dia berbalik lari ke arah kami. Di belakangnya, menyusul puluhan remaja lelaki yang saling kejar dan saling serang.

Rupanya mereka terlibat tawuran. Tanpa peduli apapun, anak-anak itu saling pukul dan saling tendang dengan lawannya. Mulanya, mereka di jalanan depan. Entah siapa yang memulai, lama-lama semua menyeruak masuk ke halaman rumah kami. Akibatnya, halaman itu menjadi kancah pertempuran, penuh dengan mereka yang menendang dan memukul membabi buta. Heboh pokoknya.

Ibu berteriak panik, meminta mereka berhenti. Aku hanya berdiri diam, tertegun dengan sikap kaku, tanpa tahu harus berbuat apa. Sementara Mbak Winda, karena takut, dia bersembunyi di belakangku. Untung Bapak segera membukakan pintu yang ada di belakang tempat Mbak Winda berdiri. Dia buru-buru masuk dan menarik tanganku, disusul oleh Ibu. Lalu, Bapak bergegas menguncinya dari dalam.

Andai kami tidak cepat masuk rumah, mungkin akan ikut terdesak juga. Itu pun mukaku sudah nyaris kena tendangan salah satu dari mereka. Teriakan Ibu yang berusaha menghentikan keributan pun tak digubris. Justru anak-anak tersebut semakin beringas.

Melalui jendela, aku berusaha mencari keberadaan kawan-kawanku di antara peserta perkelahian. Sayang, minimnya penerangan membuat mata kesulitan mengenali mereka. Yang terlihat hanya bayang-bayang saja. Meski begitu, aku yakin Raga terlibat.

Bapak keluar melalui halaman samping. Dibantu oleh Pak RT yang rumahnya tepat di sebelah, mereka menghalau gerombolan anak-anak tersebut hingga semua lari kocar-kacir meninggalkan rumah kami. Ada beberapa yang sempat tertangkap tangan oleh pak RT, dan saat ditanya apa alasannya hingga tawuran, jawabannya seperti yang Bapak sampaikan.

“Biasa, lah ... awalnya saling olok. Ada anak Cendrawasih yang diejek masalah orang tuanya. Dikatain anak nggak jelas, anak perek. Yang ngatain nggak tahu anak mana, Citarum apa mana gitu. Nah, teman-teman si anak Cendrawasih ini nggak terima, menyerang ke sini.”

“Yang diolok anak Cendrawasih, Pak?”

“Iya, tapi anaknya malah nggak ikut tawuran. Yang ke sini teman-temannya saja.”

“Diolok apa?” Ibu yang baru datang dari dapur ikut nimbrung.

“Anak perek,” jawab Bapak.

“Perek itu apa, sih?” Aku menatap Ibu dan Bapak dengan ekspresi datar. “Kok sampai mereka sedemikian marah?”

“Husss!” hardik Ibu setengah membentak. Padahal, aku sekadar bertanya. “Itu tuh sebutan kasar untuk perempuan nakal.”

“Lonte,” celetuk Bapak yang langsung dihadiahi Ibu dengan sebuah cubitan mesra. Bapak pun nyengir.

Aku ngeloyor meninggalkan orang tuaku yang kembali berdebat—entah mendebatkan apa. Sembari berjalan menuju kamar, otakku terus berpikir. Dari penuturan Bapak, meski tidak detail, dapat kuambil kesimpulan tentang siapa yang dimaksud 'anak perek' tadi. Dan karenanya, batinku terluka amat dalam.

Hingga malam, aku belum bisa memejamkan mata. Pikiranku mengembara jauh tentang bagaimana keadaan mereka. Aku khawatir perkelahian tersebut dilanjutkan di lain tempat. Aku khawatir hal itu berdampak saling serang dan balas dendam tak berujung. Pokoknya, segala kekhawatiran menumpuk di dadaku.

Di satu sisi, aku memaklumi sikap yang diambil para pemilik darah muda tersebut. Wajar mereka marah. Temannya dihina. Aku saja ikut sakit hanya mendengar ceritanya. Perek itu kata-kata yang kasar. Aku rasa tak punya otak anak yang mengatai seperti itu. Kasihan Kevinku.

Apa salah Kevin?

Bukan keinginan dia untuk terlahir dari Ibu yang bagaimana. Siapa yang dapat mengubah takdir? Tentang hidup, mati, dan rezeki, semua sudah ditentukan oleh sang pemilik kehidupan. Apabila disuruh memilih, mungkin Kevin pun tidak mau memiliki takdir demikian. Namun, sebagai manusia, dia bisa apa? Mungkin nasib bisa diubah, tapi tidak dengan takdir.

Apakah mereka—anak-anak yang mengolok Kevin—bisa merasakan perihnya menjadi anak terbuang? Pada saat teman-teman lain begitu mudah menikmati kasih sayang orang tua, dia harus berjuang untuk hidupnya. Dia harus pandai mengambil hati orang tua angkat agar tetap disayangi tak ubahnya anak kandung sendiri.

Mereka tidak tahu itu semua. Yang bisa dilakukan hanya merisak, menertawakan, dan berupaya menjatuhkan mental. Mereka tidak berpikir, apa efek yang ditinggalkan untuk si Kevin sendiri. Tidak mudah menerima takdir hidup yang demikian. Tidak semua anak bisa sekuat dia. Dia butuh dukungan, bukan malah dihancurkan.

Malam itu aku menangis, menangisi orang yang mungkin tidak peduli kepadaku, menangisi orang yang untuk bertemu aku pun sudah tak sudi, menangisi orang yang menganggapku tak ubahnya parasit. Anehnya, semua sikap dia tidak menyurutkan rasa sayangku. Aku bahkan rela dibentak, dikasari, memendam pedih dan sakit hati sendirian, hanya demi menunjukkan bahwa aku peduli.

Bagiku, orang seperti Kevin seharusnya dikasihi, bukan dibully. Sayangnya, begitulah kebiasaan warga negara ber-flower yang generasinya menamakan diri sebagai people +62. Saat menemukan orang yang bernasib beda, bukan dikasihani dan dirangkul, justru dikucilkan.

Satu kata ... miris!

Mungkin hal tersebut—besarnya rasa iba terhadap Kevin, yang akhirnya menjebak perasaanku masuk dalam lingkaran dilema. Aku sendiri kadang tidak yakin, yang aku rasakan itu sebenarnya cinta, simpati, iba, atau hanya sekadar kekaguman semata. Jika definisi cinta adalah kenyamanan, maka bersama Kevin sangat jauh dari kata nyaman.

Mana mungkin aku nyaman bersama orang yang beku macam Kutub Utara. Mana mungkin aku nyaman bersama lelaki ketus yang bahkan senyumnya lebih mahal dari berlian. Mana mungkin aku nyaman dengan dia yang menganggap aku ada pun, hanya musim-musiman. Bisa jadi sebenarnya dia tak peduli, ada atau tidak ada aku di dunia ini.

Kadang bingung terhadap diriku sendiri. Sebenarnya perasaan apa yang aku miliki? Nyaman bersama Raga, tapi panik begitu tahu Kevin menjauh. Bahagia dengan semua perhatian Raga, tapi tak pernah bisa memalingkan perhatian dari Kevin barang sedikit pun.

 

🍁🍁

 

 

1
𝕻𝖔𝖈𝖎𝕻𝖆𝖓 menuju Hiatus
Hai ka
gabung yu gc bcm
caranya wajib follow akun saya ya
spaya bs sy undang mksh.
leovakidd
👍
Mugini Minol
suka alur ceritanya.. b8kin deh deg an.. jengkel juga sama sikap si nada.. bikin gemes.. juga sama si raga
leovakidd: masya Allah, makasih kakak 😍
total 1 replies
Kiran Kiran
Susah move on
leovakidd: pasukan gamon kita
total 1 replies
Thảo nguyên đỏ
Mendebarkan! 😮
leovakidd: Thanks
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!