Kamala Jayanti, gadis malang yang terlahir dengan tanda lahir merah menyala di kulit pipinya dan bekas luka di bawah mata, selalu menyembunyikan wajahnya di balik syal putih. Syal itu menjadi tembok penghalang antara dirinya dan dunia luar, membentengi dirinya dari tatapan penuh rasa iba dan cibiran.
Namun, takdir menghantarkan Kamala pada perjuangan yang lebih berat. Ia menjadi taruhan dalam permainan kartu yang brutal, dipertaruhkan oleh geng The Fornax, kelompok pria kaya raya yang haus akan kekuasaan dan kesenangan. Kalingga, anggota geng yang penuh teka-teki, menyatakan bahwa siapa yang kalah dalam permainan itu, dialah yang harus menikahi Kamala.
Nasib sial menimpa Ganesha, sang ketua geng yang bersikap dingin dan tak berperasaan. Ganesha yang kalah dalam permainan itu, terpaksa menikahi Kamala. Ia terpaksa menghadapi kenyataan bahwa ia harus menikahi gadis yang tak pernah ia kenal.
Titkok : Amaryllis zee
IG & FB : Amaryllis zee
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amaryllis zee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ini Wajah Asli Saya, Tuan
Mobil taxi online berhenti di depan rumah megah dan modern yang memiliki 5 lantai. Kamala, yang baru keluar dari mobil, tercengang. Matanya membulat sempurna, menatap rumah itu dengan tak percaya. Rumah itu berdiri gagah di atas lahan yang luas, dihiasi taman yang indah dan kolam renang yang berkilauan. Pintu gerbang yang terbuat dari besi tempa terbuka lebar, memperlihatkan kemegahan rumah itu.
"Tuan, kenapa kita kesini?" tanya Kamala, suaranya sedikit gemetar, seakan-akan dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Ganesha, yang berdiri di samping Kamala, tersenyum lebar. Akhirnya, ia bisa bernafas lega. Ia tidak akan menyembunyikan identitas aslinya lagi. Ia sebenarnya bukanlah tukang bangunan, melainkan pemilik perusahaan arsitektur, Steel Cedar Inc.
"Kita kesini untuk tinggal," jawab Ganesha santai, sambil melangkahkan kaki menuju pintu masuk rumah.
"Maksudnya?" tanya Kamala, masih merasa bingung.
"Saya pemilik orang ini, Kamala! Kamu pikir, saya ini orang miskin gitu!" jawab Ganesha, suaranya penuh dengan canda. Ia menarik tangan Kamala dan mengajaknya masuk ke dalam rumah.
Kamala terdiam, matanya masih tertuju pada rumah megah itu. Ia tidak percaya bahwa Ganesha, pria yang ia ketahui sebagai tukang bangunan sederhana, adalah pemilik rumah mewah ini. Ia teringat kembali pada kata-kata Renata dan Davina yang meremehkan Ganesha karena kemiskinannya.
Ganesha menggandeng tangan Kamala, mengajaknya masuk ke dalam rumah. Di dalam, Kamala disambut oleh kemewahan yang luar biasa. Ruangan-ruangan yang luas, dihiasi dengan perabotan mahal dan karya seni yang indah. Kamala terkesima, hatinya berdebar kencang. Ia tidak pernah membayangkan bahwa ia akan tinggal di rumah semewah ini.
"Ini rumah saya, Kamala," ujar Ganesha, "Saya membangunnya sendiri dengan keringat dan jerih payah saya."
Kamala terdiam, matanya berkaca-kaca. Ia terharu melihat kesungguhan Ganesha. Ia tidak pernah menyangka bahwa pria yang selama ini ia cintai memiliki kehidupan yang begitu sukses.
"Saya tidak pernah bermaksud untuk menyembunyikan identitas asli saya darimu, Kamala," jawab Ganesha jujur, suaranya sedikit bergetar.
Kamala mengangguk, hatinya dipenuhi rasa haru. Ia mencintai Ganesha bukan karena kekayaannya, tetapi karena kebaikan hatinya dan kesungguhannya dalam bekerja.
"Sekarang, ayo kita masuk," ajak Ganesha, "Saya ingin menunjukkan seluruh rumah ini padamu."
Kamala mengangguk, ia mengikuti Ganesha masuk ke dalam rumah. Ia berjalan menyusuri lorong yang dihiasi dengan lukisan-lukisan indah. Ganesha menunjukkan setiap ruangan, mulai dari ruang tamu, ruang makan, ruang keluarga, hingga kamar tidur.
"Kamar ini untukmu," ujar Ganesha, menunjukkan sebuah kamar yang luas dan mewah. Kamar itu dihiasi dengan perabotan yang elegan dan pemandangan taman yang indah.
Kamala terkesima, ia tidak pernah membayangkan bahwa ia akan memiliki kamar semewah ini. Ia tersenyum, hatinya dipenuhi rasa bahagia.
"Terima kasih, Tuan," ucap Kamala, suaranya bergetar karena haru.
Ganesha, dengan wajah yang memancarkan kasih sayang, mencium kening Kamala dengan lembut. "Tidak perlu berterima kasih, ini juga rumahmu," bisiknya, suaranya lembut seperti deburan ombak di pantai.
Sepasang suami istri yang sudah halal dalam segala hal, namun sang suami sama sekali belum pernah melihat wajah istrinya. Sebuah misteri yang terselubung dalam kain sutra.
Mata Ganesha tertuju pada syal yang menutupi wajah Kamala. Rasa penasaran menggerogoti hatinya. Ia mengulurkan tangan, jari-jarinya menelusuri kain sutra yang lembut. "Izinkan saya untuk melihat wajahmu!" ucap Ganesha, suaranya sedikit bergetar.
Kamala, yang selama ini menyimpan rahasia di balik syal itu, merasakan jantungnya berdebar kencang. Ia sadar, sudah waktunya Ganesha tahu wujud wajah aslinya. Dengan ragu, ia mengangguk mengizinkan Ganesha membuka syalnya.
Jari-jari Ganesha gemetar saat ia membuka lipatan syal terakhir. Detik berikutnya, wajah Kamala terungkap, cantik dan bersinar, namun sebuah kejutan menghantam Ganesha. Di kedua pipinya, terdapat tanda lahir berwarna merah yang mencolok, dan di bawah matanya, bekas luka yang samar terukir.
Ganesha terdiam, matanya terbelalak tak percaya. "Ka … ma … la, kenapa wajahmu seperti itu?" tanyanya, suaranya bergetar menahan kekecewaan.
Kamala merasakan jantungnya mencelos. Ia sudah menduga reaksi Ganesha, namun rasa sakit tetap menusuk hatinya. "Ini wajah asli saya, Tuan!" jawabnya, suaranya terbata-bata.
Sebuah keheningan menyelimuti ruangan, hanya suara detak jantung mereka yang terdengar. Momen yang seharusnya menjadi momen kebahagiaan, berubah menjadi kekecewaan yang pahit.
Apakah cinta Ganesha akan bertahan menghadapi kenyataan ini?
Ganesha berlari keluar rumah, langkah kakinya berat, menyeret beban perasaan yang tak terungkapkan. Ia perlu menenangkan diri, mencoba untuk mencerna kenyataan pahit yang baru saja ia hadapi.
Kamala, istrinya, tak secantik yang ia bayangkan. Syal putih yang selalu menutupi wajah Kamala terkuak, menyingkap tanda lahir merah menyala di kulitnya dan bekas luka di bawah matanya. Ganesha terkejut, kecewa. Ia menginginkan istri yang cantik, yang bisa membanggakannya di mata teman-temannya.
Namun, di balik kekecewaan itu, Ganesha melihat sepasang mata yang indah. Mata itu berbinar-binar, mencerminkan jiwa yang lugu dan tulus. Mata itu menarik perhatian Ganesha, mengingatkannya pada keindahan yang tak terlihat, keindahan yang tersembunyi di balik luar yang tak sempurna.
Ganesha berlari ke garasi, masuk ke dalam mobil sportnya dan berlalu meninggalkan rumah, meninggalkan Kamala di malam pertama pernikahan mereka. Ia perlu waktu untuk menenangkan diri, untuk mencoba memahami perasaannya yang bercampur aduk. Ia perlu waktu untuk mencari jawaban atas pertanyaan yang menghantui pikirannya.
Apakah ia bisa mencintai Kamala, gadis yang tersembunyi di balik syal putih itu?
Kamala terduduk di lantai, punggungnya menempel pada pintu kamar, tangisnya pecah, menyeruak keheningan malam. Ia menangisi keadaannya yang menyakitkan. Ternyata, suaminya sendiri pun merasa jijik dengannya.
Ganesha, pria yang baru saja menikahi Kamala, meninggalkan rumah tanpa sekalipun menoleh ke belakang. Ia tak mampu menahan kekecewaan yang menyergap hatinya saat melihat wajah Kamala yang tak sempurna.
Kamala menutupi wajahnya dengan tangan, air matanya mengalir deras, membasahi syal putih yang selalu menutupi wajahnya. Ia merasa terpuruk, terjatuh ke dalam lubang kesedihan yang dalam.
"Tuhan, kapan aku bisa bahagia!" gumam Kamala terisak dengan air mata. Ia merasa tak berdaya, tak berharap lagi pada kebahagiaan. Ia hanya bisa menyerahkan segalanya pada takdir, mengharapkan keajaiban yang mungkin tak akan pernah terjadi.
Namun, di tengah kesedihannya, sebuah suara lembut menembus kesunyian. "Kamala, kamu kenapa?"
Kamala menoleh, matanya melihat seorang wanita tua berdiri di pintu kamar. Wanita itu adalah Nenek Ganesha.
“Nek, aku... aku sedih," ucap Kamala, suaranya bergetar, menahan tangis yang ingin meletus kembali.
Nenek Gamita mendekati Kamala, menarik gadis itu ke dalam pelukannya. "Tenanglah, Kamala. Nenek disini untukmu," bisik Nenek Gamati, menenangkan hati Kamala yang terluka.
Nenek Gamati tahu segalanya. Ia tahu tentang permainan kartu yang menjadikan Kamala sebagai taruhan. Ia tahu tentang kekecewaan Ganesha yang menyakitkan hati Kamala.
"Ganesha butuh waktu untuk menerima kondisimu," ucap Renata, suaranya tegas, menunjukkan keberaniannya. "Kau pantang untuk sedih, Kamala. Kau gadis yang kuat, kau punya keindahan yang tak terlihat oleh mata biasa. Kau harus percaya pada dirimu sendiri."
Nenek menarik Kamala ke cermin. Ia menunjuk mata Kamala yang berbinar. "Lihatlah, matamu indah, mencerminkan jiwa yang luhur. Kau tak perlu menutupi wajahmu, Kamala. Kau indah dengan segala kekuranganmu."
Nenek Gamita mencoba menenangkan Kamala. Ia tahu bahwa jalan yang menanti Kamala tak akan mudah. Namun, ia bertekad untuk selalu ada di samping Kamala, memberinya kekuatan dan semangat untuk menghadapi segalanya.
Nenek Gamita menuntun Kamala ke kamarnya, tangannya yang keriput mencengkeram lembut tangan Kamala. Ia menuntun Kamala dengan hati-hati, seolah menjaga sebuah benda yang sangat berharga.
"Sebaiknya, kamu istirahat dan jangan menunggu Ganesha pulang," ucap Nenek Gamita, suaranya lembut dan menenangkan. Ia tahu betul sifat cucunya yang nakal, tidak pulang semalaman itu sudah hal biasa dan ia tidak pernah menegurnya, karena percuma ia menegur, hanya buang-buang tenang saja. Ia membebaskan cucunya, dan tidak ikut campur dalam urusannya, ia hanya menyimak saja dan diam-diam memantaunya dari kejauhan.
Kamala menangguk, ia tidak akan banyak bertanya, karena ia cukup sadar diri, Ganesha butuh waktu sendiri seperti dirinya juga yang membutuhkan waktu sendiri. Ia merasa takut dan sedih, namun ia tak mau menunjukkan kelemahannya di depan Nenek Gamita.
Nenek Gamita menatap Kamala dengan tatapan penuh kasih sayang. Ia melihat kesedihan yang tersembunyi di balik senyum palsu Kamala. Ia tahu, Kamala terluka, hatinya tergores oleh perbuatan Ganesha.
Nenek Gamita menarik Kamala ke pelukannya. "Jangan sedih, Kamala," bisik Nenek Gamita, suaranya menenangkan. "Aku di sini untukmu. Aku akan selalu menjagamu."
Nenek Gamita melepaskan pelukannya, menatap mata Kamala dengan tatapan yang penuh kehangatan. "Kamu gadis yang kuat, Kamala. Kamu bisa melewati segalanya. Percayalah pada dirimu sendiri."
Nenek Gamita mencium kening Kamala dengan lembut. "Istirahatlah, Kamala.”
Nenek Gamita meninggalkan kamar Kamala, meninggalkan gadis itu sendiri dengan segala perasaannya. Ia tahu, jalan yang menanti Kamala tak akan mudah. Namun, ia bertekad untuk selalu ada di samping Kamala, memberinya kekuatan dan semangat untuk menghadapi segalanya.
Terimakasih sudah suka dengan cerita ini
kalo bisa 2 atau 3🙏
jangan lama lama up nya dan banyakin up nya pls😭