Dealova, gadis cantik dengan segala kesedihannya. Dipaksa menjadi orang sempurna membuat Lova tumbuh menjadi gadis yang kuat. Dia tetap berdiri saat masalah datang bertubi-tubi menghantamnya. Namun, sayangnya penyakit mematikan yang menyerang tubuhnya membuat Lova nyaris menyerah detik itu juga. Fakta itulah yang sulit Lova terima karena selama ini dia sudah menyusun masa depannya, tapi hancur dalam hitungan detik.
***
⚠️NOTE: Cerita ini 100% FIKSI. Tolong bijaklah sebagai pembaca. Jangan sangkut pautkan cerita ini dengan kehidupan NYATA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widyaas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Ulangan harian pertama berlangsung dengan lancar. Tapi, berbeda dengan ulangan harian ke dua. Lova dilanda rasa resah, bukan resah tidak bisa mengerjakan soal, tapi karena rasa sakit di kepalanya. Dia berusaha secepat mungkin untuk mengerjakan soal agar bisa cepat keluar dari kelas. Namun, rasa sakit itu mengganggu konsentrasinya. Padahal hanya tersisa 3 soal lagi.
Sakit banget, Ya Tuhan... Batin Lova. Tangannya meremas kuat rambutnya. Tangan yang memegang pulpen pun sudah gemetar.
Setelah selesai semuanya, Lova segera beranjak maju ke depan untuk mengumpul lembar soalnya.
"Sudah semuanya?"
Lova mengangguk, "Saya boleh keluar?"
"Silakan."
Tanpa menunggu, Lova berlari keluar kelas menuju UKS.
Hingga sesampainya di UKS, baru sebelah kaki yang menginjak lantai UKS, Lova sudah jatuh pingsan. Anak-anak PMR dan seorang dokter yang bertugas di sana pun terkejut dan buru-buru membantu Lova.
Venus yang kebetulan sedang asik rebahan alias pura-pura sakit pun penasaran karena melihat salah satu siswa menggendong tubuh seseorang. Saat menyadari itu adalah Lova, Venus langsung bergegas masuk ke dalam tirai di sebelah.
"Kak Venus, keluar dulu, biar ibu dokter periksa." Salah satu siswi PMR mencegah Venus dan mendorong pelan tubuhnya agar keluar dari sana.
"Gue mau lihat cewek gue! Minggir lo!" gertaknya.
"Gak bisa, Kak. Ini perintah dari ibu dokter nya," balas siswa yang tadi menggendong Lova.
"Pelit amat!" kesal Venus. Pada akhirnya dia menunggu di depan tirai yang tertutup. Hendak menerobos pun tak bisa karena seorang siswa menjaga di depannya.
Di dalam sana, perlahan Lova membuka matanya.
"Lova," panggil Dokter Salma.
Lova hendak duduk, namun Dokter Salma melarangnya, akhirnya Lova tetap tiduran di atas ranjang.
"Kamu belum melakukan apa yang saya suruh?" Dokter Salma bertanya.
Lova terdiam sejenak sebelum menjawab, "Belum..."
"Kenapa? Saya siap temani kamu kalau mau."
"Saya takut..."
Dokter Salma menghela nafas. "Saya paham. Tapi kamu harus melakukan itu demi kesehatan kamu."
"Iya, nanti saya ke rumah sakit," jawab Lova, pada akhirnya dia memilih menuruti perintah Dokter Salma. Benar, ini demi kesehatannya.
"Obat yang saya kasih kemarin, diminum secukupnya, jangan berlebihan, kalau berlebihan kondisi kamu akan semakin memburuk nanti, ya?"
Lova mengangguk paham. "Makasih, Bu."
Dokter Salma tersenyum, dia mengelus pundak Lova dengan lembut. "Kalau kamu butuh bantuan, langsung hubungi saya aja."
"Sekali lagi makasih, Bu, maaf ngerepotin," ucap Lova.
"Tapi, tolong jangan kasih tau ini ke siapa-siapa, ya, Bu. Cukup Ibu aja yang tau," lanjut Lova.
"Orang tua kamu harus tau, Lova. Dukungan dari orang tua bisa membuat kondisi kamu semakin membaik."
"Nggak perlu. Saya bisa, kok."
Dokter Salma menghela nafas lagi, karena ini permintaan pasiennya, dia tak mungkin menolak. Jadi, untuk sekarang, lebih baik turuti saja.
"Jangan sampai terlambat makan. Saya permisi dulu, teman kamu udah nunggu di luar."
Lova mengangguk sambil tersenyum tipis.
Selang beberapa detik Dokter Salma keluar, Venus masuk dengan wajah khawatirnya.
"Lo kenapa, dah? Perasaan masuk UKS mulu." Venus langsung berkata seperti itu sebelum Lova bicara.
"Ngapain lo di sini?" Lova balik bertanya.
"Lah, suka-suka gue! Kalau lo ngapain di sini? Gak usah pura-pura lemah deh! Gue tau lo punya khodam barongsai—"
"Sembarangan! Pergi sana!" potong Lova. Matanya melotot tajam menatap Venus. Bisa-bisanya dia berpikir seperti itu.
"Nggak mau! Gue mau di sini aja sama lo. Gue itu baik, makanya rela temenin lo di sini. Jarang-jarang loh ada cowok se-peka gue."
"Gue gak minta lo di sini ya, monyet!"
"Ya emang! Tapi gue itu cowok peka, jadi—"
"Venus! Jangan bikin gue emosi ya!"
"Jual mahal banget, Va. Gue sumpahin kita jodoh!"
"Amit-amit deh! Sana! Hus hus hus!" Lova mengibaskan tangannya mengusir Venus.
"Kalau lo di sini terus, makin sakit kepala gue!" lanjut Lova.
"Nyenyenyenye! Padahal gue udah baik hati mau jaga lo."
"Gue lagi pengen sendiri," jawab Lova. Dia memijat pelipisnya yang berdenyut.
"Iya, deh. Gue keluar, nih. Tapi, lo gak papa kan?"
"Gak papa banget!"
Bibir Venus mencebik, dia pun terpaksa keluar dari sana dan lanjut tidur di ranjang lain.
****
"Aku denger, nanti malam ada pasar malam dekat sini," celetuk Lova. Dia menatap Aksa yang sedang menatapnya juga, di tangan pria itu ada keranjang mini market. Mereka memang sedang berada di mini market saat ini, bukan untuk belanja bulanan, Lova saja yang ingin jajan.
"Mau ke sana?"
"Boleh?" Lova mengerjapkan matanya berharap.
"Boleh."
Senyum Lova mengembang, dia memasukan 3 batang coklat ke dalam keranjang. "Kalau gitu, nanti gak usah masak, kita makan di sana aja!"
"Makan?"
"Iya. Biasanya aku ke pasar malam bukan buat naik wahana, tapi mau cari kulineran, hehehe..." Lova menyengir. Benar, jika kebanyakan orang pergi ke pasar malam karena ingin naik wahana, berbeda dengan Lova yang lebih ingin mencari makanan dan membuat perut kenyang.
Aksa mengangguk. Ya, lebih baik seperti itu dari pada dia ikut naik wahana.
"Oke. Anything for you."
"Yes!" Lova berseru kecil. Senyumannya sama sekali tak luntur saking senangnya.
"Beli apa lagi?" tanya Aksara.
"Udah aja, deh. Nanti uang Bapak habis. Belum lagi buat nanti malam," jawabnya.
Aksa mendengus geli, "Kamu pikir saya semiskin itu?" katanya dengan sombong.
"Gak boleh sombong, nanti giginya ompong!"
Aksa mengacak-acak rambut Lova sebelum berjalan lebih dulu menuju kasir. Lova meniup poninya dan menatap sebal ke arah Aksa.
"Eh bentar! Aku mau es krim!" Buru-buru Lova menggeser kulkas es krim dan mengambil 2 cup sekaligus. Setelahnya dia berlari menuju kasir.
****
Di pasar malam, Lova benar-benar menguras uang Aksa. Semua yang dibeli hanyalah makanan saja. Di tangan Aksa juga ada 2 plastik berisi makanan milik Lova, sedangkan sang pemilik makanan sedang menikmati takoyaki dengan lahap sambil melihat orang-orang menjerit dalam wahana.
Tatapan mata Lova yang begitu polos membuat Aksa semakin jatuh hati. Dia sangat suka saat Lova seperti sekarang, polos dan tidak pecicilan.
"Tinggal satu, mau gak?" Lova menyodorkan kotak berisi takoyaki yang dia pegang ke arah Aksa.
Aksa tak menjawab, tapi dia membuka mulutnya, tanda minta suapi.
"Manja banget!"
Meski sambil menggerutu, Lova menuruti permintaan Aksa. Dia juga mengelap saos yang ada di sudut bibir suaminya.
"Mau apa lagi?" tanya Aksa.
Lova terlihat celingak-celinguk mencari target.
"Ada yang jualan baju juga?!" serunya heboh.
"Kayaknya ada baju couple, mau beli gak, Pak?" Lova malah bertanya pada Aksa.
Itu artinya Lova ingin beli baju couple. Aksa pun mengangguk mengiyakan.
"Yuk!" Lova menarik tangan Aksa menuju tempat orang jualan baju. Sebenarnya hanya baju kaos biasa, tapi Lova tetap ingin couple dengan Aksa.
"Mau warna apa?" Aksa bertanya lagi.
"Bagusnya warna apa? Pink bagus gak?"
"Serius?" Aksa mengangkat sebelah alisnya.
"Bercanda~" Lova menyengir. Ia beralih memilih kaos berwarna putih yang memiliki motif simpel.
"Kalau yang ini?" Lova mengangkat salah satu kaos putih pilihannya.
"Bagus. Yang itu aja," jawab Aksa sesuai ekspektasi Lova.
"Oke! Mas, yang warna ini, ya! Ukuran XXL sama M," ucap Lova pada si penjual.
Asik sedang menunggu, tiba-tiba...
"Lova? Pak Aksa?"
Deg! Seketika badan Lova kaku.
***
up up up! CRAZY UP!
oiya janlup up ya kak