NovelToon NovelToon
Seharusnya

Seharusnya

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:9.4k
Nilai: 5
Nama Author: Lu'lu Il Azizi

Tentang sebuah perasaan dan liarnya hati ketika sudah tertuju pada seseorang.
Rasa kecewa yang selalu menjadi awal dari sebuah penutup, sebelum nantinya berimbas pada hati yang kembali merasa tersakiti.
Semua bermula dari diri kita sendiri, selalu menuntut untuk diperlakukan menurut ego, merasa mendapatkan feedback yang tidak sebanding dengan effort yang telah kita berikan, juga ekspektasi tinggi dengan tidak disertai kesiapan hati pada kenyataan yang memiliki begitu banyak kemungkinan.
Jengah pada semua plot yang selalu berakhir serupa, mendorongku untuk membuat satu janji pada diri sendiri.
”tak akan lagi mencintai siapapun, hingga sebuah cincin melekat pada jari manis yang disertai dengan sebuah akad.”
Namun, hati memanglah satu-satunya organ tubuh yang begitu menyebalkan. Untuk mengendalikannya, tidaklah cukup jika hanya bermodalkan sabar semata, satu moment dan sedikit dorongan, sudah cukup untuk mengubah ritme hari-hari berikutnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lu'lu Il Azizi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

21. Ass

“krakk..”suara rolling door terakhir baru selesai aku tutup.

“maaf, jika wajahku dari tadi terlihat aneh.”ucapku pada Laras sambil memberikan kunci toko padanya. Aku merasa tak enak hati dengannya, karena dia harus melihat moment tadi.

”mungkin... Atau lebih tepatnya wajah kalian sama-sama terlihat aneh.. hehe-”balasnya dengan gelagat penuh tanya. Kami berpisah karena jalur pulang yang berbeda.

***

Sesampainya di toko, aku dan Vika duduk di anak tangga teras. Kedatangan kami menandakan jam kerja Laksa habis dan dia bersiap untuk pulang.

“kalau capek, pulang duluan gak masalah Vik.” ku lirik jam di angka 19.45 wajah Vika terlihat lesu. Aku sendiri mungkin juga berwajah sama, apalagi jika teringat kejadian sore tadi.

”nanti saja El, boring di rumah.”jawabnya sambil membersihkan muka dengan tisu. Laksa datang dari gudang, kami bertiga mengobrol sebentar.

Permintaan Reno belum bisa ku tepati, aku masih belum menemukan moment pas untuk bicara dengan Vika. Melihat cara Laksa berpamitan juga memperhatikan respon Vika, pikiranku gusar, sedikit merasa bersalah dengan Reno.

”ada apa dengan kepalamu Vik!!”batinku protes melihat teman akrabku sedang bermain api, intuisiku mengatakan seperti itu.

Aku tinggalkan mereka berdua dan segera masuk ke dalam, caraku pergi mengisyaratkan pesan pada Vika. Jika aku tidak setuju dengan tingkah mereka.

Rasa cemburu juga marahku pada Ain belum sepenuhnya berhasil ku tekan. Namun sedikit teralihkan, kepalaku terfokus pada tingkah Vika, menunggu moment itu tiba sepertinya terlalu memakan waktu. Aku harus membuat moment itu sendiri.

“besok datang ke toko jam berapa?”aku mengirim pesan pada Laras setelah melempar tubuh ke atas sofa favoritku, merebahkan diri. Hari ini begitu melelahkan, tubuh, pikiran, dan hati di paksa berkeringat secara bersamaan.

***

Dari pagi aku datang sendiri ke toko Laras. Kami membagi tugas, Laksa menggantikan tugasku menyuplai stok dan Vika mulai menggarap pembukuan untuk bulan ini. Karena lokasi toko yang tidak jauh dari kampus Laras, beberapa teman dengan seragam kebangsaan kampus mereka datang silih berganti, beberapa lumayan membantu pekerjaan kami berdua, beberapa lagi hanya terkesan menggangu dengan pertanyaan keponya.

“aku perhatikan, hampir semua temanmu yang datang kesini cewek, ass.”tanyaku pada Laras setelah mereka pamit untuk kesibukan masing-masing. Aku menirukan cara teman Laras memanggilnya,”Ass.”seperti itulah mereka memanggilnya.

”hehe.. emang kenapa mas, aneh?”jawabnya sembari mengulurkan botol kaleng berisi bibit parfum padaku, aku sedang berdiri di atas kursi kayu kotak persegi, membariskan botol kaleng itu sesuai harga permilinya pada etalase dinding. Kami mulai mendisplay semua jenis aroma.

”makanya jangan terlalu cantik, juga jangan terlalu rajin apalagi terlalu mandiri...”gurauku padanya sambil meminta botol kaleng berikutnya. Laras menatapku. Diam, dia tidak merespon tanganku yang sudah siap, dengan santai dia malah mengusap wajahnya menggunakan lengan.

”ambil sendirilah!! Katanya wanita gak boleh terlalu rajin.”

Aku menggaruk kepala belakang, mengubah posisi dari berdiri menjadi duduk di atas kursi, kini kami sejajar.

”kata rajin aku tarik kembali Ass. Hehehe...”ucapku nyengir, terkena ulti oleh ucapanku sendiri.

“gak konsisten!!” jawabnya singkat, meraih botol minuman yang terletak tidak jauh dari posisinya.

“canda mbak Laras...”tanganku memberi isyarat, meminta tolong untuk sekalian mengambilkan minumanku.

”tenyata kau bisa ngambek juga.”tambahku setelah memegang botol minuman yang baru saja dia berikan.

Laras membuang nafas panjang, menatap geram ke arahku dengan mengerutkan kening.

”habis.. aneh!!”protesnya dengan tangan yang mulai memainkan tutup botol.”wanita rajin kok di larang!!”lanjutnya menggerutu karena masih tidak terima dengan ucapanku.

Aku tersenyum, sedikit menahan tawa. Melihat ekspresi Laras merajuk.

“lucu....!”protesnya lagi melihat gelagat ku.

Aku terkekeh mendengar nada bicaranya.“setidaknya calon suamimu masih memiliki tugas merayu, untuk mengembalikan mood mu ketika memasang ekspresi wajah seperti sekarang."aku sudah tak bisa menahan tawa.

Laras langsung melempar ku dengan tutup botol, sebelum dia membuang wajah ke samping. Aku semakin terkekeh.

“mas, menurutmu wanita yang berkarakter dewasa tidak baik?”Laras menanggapi serius gurauanku.

”hmm.. tentu baiklah Ass.”aku menaruh botol minumanku pada etalase dinding yang belum terisi botol kaleng parfum.

”namun, dalam beberapa hal. Lelaki tetap suka dengan sifat manja dan kekanak-kanakan wanitanya.”

Tiba-tiba aku teringat wajah Ain dengan ekspresi manjanya, namun moment ketika dia menggandeng lelaki itu juga muncul setelahnya. Ku tarik nafas panjang.

Hati! Bersahabat Lah, keadaan tidak selalu berpihak pada kita.

Kami melanjutkan pekerjaan. Masih banyak rak-rak yang kosong dan juga barang yang belum terdisplay, sebagian masih rapi terbungkus kardus, sisanya masih terkumpul di dalam keranjang kotak.

Hampir dua jam berlalu, kami sibuk dengan tugas masing-masing. Pukul 13.32 aku mengajak laras break, wajahnya mulai kusut, lengannya mungkin juga mulai terasa ngilu, karena menaruh barang di rak bagian paling atas membutuhkan tenaga lebih. Apalagi dengan tinggi rak yang melebihi tinggi badannya. Laras setuju untuk rehat sebentar, pertama-tama kami sholat secara bergantian. Waktu awal renovasi toko ini, Laras mengusulkan untuk membuat tiga sekat kamar, ruang untuk sholat, kamar mandi, dan yang terakhir kamar untuk istirahat.

Kardus bekas, potongan lakban dengan ukuran random, juga plastik-plastik bekas masih berserakan di lantai keramik warna putih. Mata kami setuju jika pemandangan itu sangat menggangu, tapi kami sama-sama hanya melihatnya saja, capek.

Kami selonjor beralaskan lantai, bersandar pada etalase yang masih kosong, beberapa bungkus snack ringan sudah terbuka menjadi pemisah antara posisiku dan Laras.

”habis ini kau lanjut mendisplay botol kaca parfum saja Ass.”pintaku menoleh ke arahnya. Sehabis sholat, dia masih belum memakai kerudungnya kembali, membiarkan rambut lurusnya yang panjang terurai bebas. Tidak ada yang berubah, dia tetap cantik.

”rak bagian atas biar aku yang lanjutin.”lanjutku bicara.

Laras mengangguk setuju.“sudah berapa lama mas, kau bekerja di bidang ini.”jari Laras menunjuk ke arah karet gelang yang ada di samping kaki kiriku.

”tolong ambilkan mas.”lanjutnya.

Pandanganku otomatis tertuju pada karet warna merah itu.“sepertinya menuju lima tahun.”jawabku sembari mengambil karet gelang tersebut. Sifat jahilku kambuh, aku menarik karet gelang itu menggunakan jari telunjuk dan mengarahkannya pada wajah Laras. Mata laras terpejam karena reflek, dengan kedua tangan melindungi wajah.

“mas...! jangan bercanda!”suara Laras bernada sedikit manja. Kali pertama aku mendengarnya. Aku tertawa sembari melemparkan karet gelang ke arahnya.

“sampai usia sekarang, hingga skripsimu yang sudah berada di tahap akhir. Kau beneran belum pernah pacaran??”

Dia mengangguk, bersiap untuk mengikat rambutnya dengan karet itu.

“kalau jatuh cinta? Pernah, Ass?”lanjutku penasaran.

“gak tau, entah itu di sebut jatuh cinta atau cuma perasaan kagum.”suara Laras tertahan, tidak begitu jelas karena karet gelang masih terjepit di antara bibir, kedua tangannya masih sibuk dengan rambut yang akan dia ikat. Mencari posisi pas.

“saat hari itu tiba semoga saja kita masih menjadi teman.”aku mengambil snack yang sudah terbuka.

”maksudnya...”Laras menatap ke arahku. Dia mulai mengikat rambutnya.

“maksudku, saat kau menikah Ass...”aku mulai nyemil.

“lelaki seperti apa yang akan beruntung hidup dengan mu. Ehh, entah beruntung entah penuh tekanan, hehehe”kembali, Aku sedikit menggodanya.

Laras melotot, menaikan alisnya.”ee.....” dia mengurungkan niat untuk bicara, entah apa yang baru saja ingin dia ucapkan. Perlahan raut wajahnya nampak sedikit kecewa.

“aku bercanda Ass...wanita hebat sepertimu tentu saja akan di satukan dengan lelaki hebat pula.”aku berhenti ngemil, menatapnya dengan serius.

1
Riyana Dhani@89
/Good//Heart//Heart//Heart/
mr sabife
wahh alur ceritanya
mr sabife
luar biasa ceritnya
mr sabife
bagus dan menarik
mr sabife
bgusssss bnget
mr sabife
Luar biasa
queen.chaa
semangat terus othorr 🙌🏻
Charles Burns
menisan 45menit biar setengah babak
Dale Jackson
muach♥️♥️
Dale Jackson
sedang nganggur le
Mary Pollard
kelihatannya
Wayne Jefferson
gilani mas
Wayne Jefferson
siap ndoro
Alexander Foster
mubadzir woii
Alexander Foster
mas koprohh ihhh
Jonathan Barnes
kepo kek dora
Andrew Martinez
emoh itu apa?
Andrew Martinez
aku gpp kok kak
Andrew Martinez
kroco noob
Jonathon Delgado
hemmbbbb
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!