Sherin mempunyai perasaan lebih pada Abimanyu, pria yang di kenalnya sejak masuk kuliah.
Sherin tak pantang menyerah meski Abi sama sekali tidak pernah menganggap Sherin sebagai wanita yang spesial di dalam hidupnya.
Hingga suatu ketika, perjuangan Sherin itu harus terhenti ketika Abi ternyata mencintai sahabat Sherin sendiri, yaitu Ana.
Lalu bagaimana kisah mereka setelah beberapa tahun berlalu, Abi datang lagi dalam kehidupannya sebagai salah satu kreditor di perusahaan Sherin sedangkan Sherin sendiri sudah mempunyai pria lain di hatinya??
Apa masih ada rasa yang tertinggal di hati Sherin untuk Abi??
"Apa sudah tidak ada lagi rasa cinta yang tertinggal di hati mu untuk ku??" Abimanyu...
"Tidak!! Yang ada hanya rasa penyesalan karena pernah mencintaimu" Sherina Mahesa....
Lalu, bagaimana jika Abi baru menyadari perasaanya pada Sherin ketika Sherin bukan lagi wanita yang selalu menatapnya dengan penuh cinta??
Apa Abi akan mendapatkan cinta Sherin lagi??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Secangkir teh
Hari dimana Sherin berangkat ke Bandung atas undangan Abi pun tiba. Dia sudah hampir tiba di lokasi yang di tunjuk oleh Abi setelah beberapa jam berangkat dari pusat kota Jakarta.
...Sherin dan Nana berangkat sabtu siang karena memang rangkaian acara akan di mulai malam nanti. Sebelum besok menuju ke acara inti yaitu menanam seribu pohon, malam harinya akan di lakukan gathering terlebih dahulu....
Dia juga baru tau kalau, Abi mengundang beberapa perusahaan juga dari luar kota. Jadi acara itu juga sekaligus untuk menggalang dana yang akan Abi sumbangkan untuk pemberdayaan lingkungan di sekitar puncak yang mulai gundul akibat pembukaan lahan dan penebangan pohon.
Sherin sebenarnya cukup memuji apa yang Abi lakukan itu. Dia juga ingat kalau itu memang cita-cita Abi dari dulu. Menjadi sukses untuk bisa mengubah lingkungan di sekitarnya menjadi lebih baik. Itu juga yang tercantum jelas di dalam visi perusahaan Abi.
Sherin menyadari itu saat pertama kali membaca profil perusahaan Abi. Kalimat itu juga terus terngiang-ngiang di kepalanya meski dia sudah tidak lagi mempedulikan Abi.
Dan entah mengapa Sherin juga menggunakan kalimat itu menjadi salah satu visi di perusahaannya. Meski hanya mengubah sedikit kata dari kalimat aslinya. Yaitu, Jadilah sukses agar lingkungan di sekitar kita menjadi lebih baik.
Mobil yang di kendarai Nana sudah memasuki sebuah resort yang cukup besar menurut Sherin. Suasana di area luar resort itu juga sudah ramai dengan beberapa orang dari perusahan Abi yang menyambut tamu-tamunya, juga beberapa standing banner yang menggambarkan pergerakan goo green berlebel perusahaan Abi juga sudah terpasang di berbagai sudut, membuat resort itu terlihat meriah.
"Selamat datang Bu Sherin" Sapa Ela, Sherin sempat melirik ID Card yang menggantung di leher wanita berkacamata itu. Sherin juga pernah melihat Ela beberapa kali di kantor Abi meski tidak pernah saling menyapa.
"Terimakasih Ela, ternyata ramai juga ya yang datang hari ini" Sherin masih menunggu Nana yang sedang mengeluarkan kopernya dari bagasi.
"Benar Bu, ini hanya beberapa saja tamu yang penting untuk acara nanti malam. Sisanya akan datang besok untuk acara inti" Sherin manggut-manggut mendengar penjelasan Ela.
"Sudah Nona, mau istirahat dulu atau mau lihat-lihat resort dulu" Ucap Nana.
"Istirahat dulu kali ya, badanku pegal semua"
"Oh ya Bu Sherin. Ini key card kamar Bu Sherin dan sekretaris Nana. Tadi Pak Abi menitipkan kepada saya untuk di berikan langsung ketika Bu Sherin datang, karena beliau sedang menjamu tamu yang lain"
Sherin melihat Ela mengambil kunci itu sari saku blazernya, dan di sekitar Ela juga tidak terlihat kunci untuk tamu yang lain.
"Oke, terimakasih. Saya istirahat dulu, acara masih jam delapan kan??" Ana menerima kunci itu dari Ela.
"Ayo Nana, kamu juga harus istirahat"
"Benar Bu, masih ada waktu tiga jam untuk beristirahat Bu"
Sherin hanya tersenyum pada Ela lalu melenggang pergi di ikuti Nana dibelakangnya.
"Sempurna sih, cantik, tinggi, pintar, kaya, nggak sombong juga. Kira-kira gimana suaminya nanti ya?? Kayaknya kalau nggak spek pangeran, pasti bakalan minder" Gumam Ela masih mengagumi Sherin yang sudah menjauh.
"Ela, ngapain kamu??"
"Eh Pak Abi" Ela terkejut dengan Abi yang sudah ada di sampingnya.
"Apa Sherin sudah datang??"
"Sudah Pak, baru saja. Katanya mau istirahat dulu karena capek"
"Hemm ya sudah"
Ela hanya bisa melongo menatap Abi yang kini kembali pergi. Bosnya itu hanya menanyakan itu saja kepadanya.
"Tapi apa tadi?? Sherin?? Kenapa Pak Abi nggak pakai embel-embel Bu atau apa gitu ya?? Apa mereka sedekat itu??" Ela mengingat-ingat saat tadi Abi memberikan key card itu. Apa atasannya itu juga menyebut nama seperti tadi, dia malah bingung sendiri.
*
*
*
Malam gathering pun tiba. Sherin mematut penampilannya pada cermin sekali lagi. Karena acaranya malam hari, Sherin memilih dress putih lengan panjang dengan panjang sebatas betis. Dia juga menambahkan jepit mutiara di atas telinga kirinya.
Dia ingin tampil sebaik mungkin karena akan menjadi salah satu pengisi acara sesuai dengan permintaan Abi waktu itu.
"Oke Sherin, lets go"
Ucapnya dengan semangat sebelum akhirnya meninggalkan kamarnya.
Dia bersama Nana memasuk ruangan yang telah di sulap sedemikian rupa termasuk ada sebuah panggung kecil di depan sana.
Saat Sherin datang, dia sudah melihat Abi berada di atas panggung itu untuk memberikan sambutan tamu-tamunya.
"Kita telat sedikit Nona" Bisik Nana.
"Sudah, tidak papa. Ayo duduk"
Nana memperhatikan Abi yang tampak berkarisma di atas panggung. Wajahnya yang tampan, juga penampilannya yang selalu rapi, membuat siapa saja betah memandangnya.
"Nona, kalau di lihat-lihat, Pak Abi keren juga ya??" Bisik Nana lagi.
"Apanya yang keren??"
"Ya keren aja pokonya"
Sherin melihat Abi daei kejauhan, pria itu tampak tenang membawa dirinya di atas sana. Tidak terlihat gugup dalam kalimat-kalimatnya itu.
"Tapi, saya pernah beberapa kali melihat Pak Abi menatap Nona dengan tatapan dalam gitu, apa Nona menyadarinya??"
"Tidak, mungkin perasaan mu saja" Bantah Sherin.
"Tidak Nona, saya ya..."
"Untuk Bu Sherin dari Global Group, waktu dan tempat kami persilahkan" Ucapan Nana terpotong oleh MC yang lebih dulu mengundang Sherin naik ke atas panggung.
Sherin mengumbar senyum cantiknya saat melewati puluhan undangan di sana. Melangkah begitu anggun menaiki panggung dengan pujian-pujian kecil yang sempat ia dengar dari mereka.
"Gila bro, kalau gue jadi lo, gue pati nyesel udah melepas Sherin" Anjas sampai terpesona melihat penampilan Sherin malam ini.
Tapi Abi, hanya diam tetap fokus pada sesuatu yang menarik perhatiannya saat ini.
"Cantik" Puji Abi tanpa mengeluarkan suaranya.
Abi tak pernah melepas tatapannya pada Sherin di atas sana. Dan Sherin pun menyadari itu, karena matanya beberapa kali sempat bersinggungan dengan mata Abi. Tapi Sherin mencoba untuk tidak mempedulikannya. Sherin tidak tau apa maksud Abi menatapnya seperti itu.
Acara pun selesai begitu saja. Sherin dan Nana pun kembali ke kamarnya, tapi entah kenapa tempat asing sering kali membuat Sherin tak bisa tidur. Dia memilih keluar dan duduk di taman yang tepat berada di depan kamarnya.
Sherin di buat terkejut karena tiba-tiba ada seseorang yang meletakkan secangkir teh panas di depannya.
"Pak Abi??" Ucap Sherin setelah mendongak menatap orang itu.
"Udaranya dingin, tah hangat sepertinya cocok untuk Bu Sherin"
Abi duduk di samping Sherin, namun masih memberi jarak di antara keduanya. Dia ternya cukup tau diri.
Dia juga memegang secangkir teh, sama seperti yang ia berikan pada Sherin.
"Maaf karena dari tadi sore belum sempat menyambut Bu Sherin" Abi benar-benar menuruti Sherin untuk berbicara dengan begitu formal seperti itu.
"Tidak papa, saya tau kalau Pak Abi sibuk. Terimakasih tehnya" Sherin mengulas senyum tipis lalu mengambil cangkir yang masih mengepul itu.
"Sama-sama Bu Sherin"
Susana kembali hening, masih jelas terjadi kecanggungan di antara keduanya jika tidak membahas masalah pekerjaan.
"Tapi kenapa Bu Sherin malah keluar?? Udaranya dingin di sini. Apa Bu Sherin tidak nyaman dengan kamarnya??"
"Tidak Pak Abi, kamarnya bagus, apalagi lebih bagus dari kamar tamu-tamu yang lain. Hanya saja, saya susah tidur di tempat yang asing" Sherin tidak tau apa tujuan Abi memberikan kamar dengan fasilitas yang bernada dari tamu undangan yang lain.
"Kalau begitu, kita sama. Saya lebih suka tempat yang lama, walaupun sederhana yang penting nyaman" Sherin hanya mengangguk menyetujui Abi.
"Ngomong-ngomong, tadi saya kagum sama pengetahuan Bu Sherin tentang lingkungan bisa seluas itu" Bukan basa-basi, tapi dia memang mengatakan yang sesungguhnya.
"Sebenarnya kalau maslah seperti itu, tidak perlu belajar pun kita tau kalau kita benar-benar peduli dengan lingkungan sekitar kita. Lagi pula, kalau lingkungan kita bersih, tidak tercemar, sehat, pasti kita juga kan yang senang"
Abi senang sekali bisa mendengar Sherin bicara panjang seperti itu. Sepertinya keputusannya untuk keluar memesan dan memesan tah adalah keputusan yang tepat, nyatanya dia bisa bicara dengan Sherin hanya berdua seperti itu.
"Bu Sherin benar, dan semakin hari saya semakin bersyukur karena bisa mewujudkan impian saya untuk membawa perubahan bagi banyak orang. Seperti acara kita besok. Walaupun penanaman pohon sebanyak itu manfaatnya baru akan terlihat sepuluh atau dua puluh tahun lagi, tapi saya senang. Sedikit demi sedikit bisa memperbaiki ekosistem. Kita memang tidak bisa mencegah orang-orang yang tidak bertanggungjawab merusak lingkungan kita, tapi setidaknya kita bisa menanggulangi walaupun sedikit, daripada tidak sama sekali"
"Saya setuju dengan pemikiran Pak Abi"
"Hemm, memang kalau dalam hal ini, kita mempunyai pikiran yang sejalan" Jawab Abi percaya diri.
"Halo?? Ada apa Njas??" Abi mengangkat panggilan dari Anjas yang tiba-tiba memanggilnya.
"......"
"Oke, bentar gue kirim" Abi sebenarnya masih ingin di sana menemani Sherin. Mengingat ini adalah kesempatan langka. Namun Anjas memintanya untuk mengirim file penting tentang pekerjaannya, dan Abi terpaksa harus kembali ke kamarnya karena file itu dia simpan di laptopnya.
"Maaf Bu Sherin, saya ke kamar dulu, saya ada pekerjaan saat ini"
"Silahkan Pak Anjas" Tanpa bertanya ataupun menahan, Sherin membiarkan Abi pergi ke kamarnya yang entah ada di mana.
Tapi baru beberapa detik berlalu setelah kepergian Abi, Sherin merasakan sesuatu yang menyelimuti punggungnya dari belakang.
"Maaf Bu Sherin, saya tidak memiliki maksud lain. Tapi udara di sini terlalu dingin. Pakai ini dan segera masuk ke dalam kamar, agar lebih hangat" Abi mengatakan itu di belakang Sherin. Setelah itu dia pergi lagi sebelum Sherin sempat menolak jaket yang tadi di pakai oleh Abi itu kini sudah di pakaikan untuk menutupi punggungnya.
Memang Sherin masih memakai dress yang tadi dia pakai saat gathering tanpa memakai kardigan atau sweater untuk menghangatkan tubuhnya.
Sherin menyentuh jaket milik pria itu, merasakan tubuhnya yang mulai menghangat setelah sejak tadi menahan dingin.
"Apa yang sebenarnya dia pikirkan?? Kenapa dia sekarang berubah?? Atau karena aku sudah membantunya??" Sherin hanya mengedikkan bahunya tak peduli.