NOTES!!!!
Cerita ini hanya di peruntukan untuk orang-orang dengan pikiran terbuka!!
Cerita dalam novel ini juga tidak berlatar tempat di negara kita tercinta ini, dan juga tidak bersangkutan dengan agama atau budaya mana pun.
Jadi mohon bijak dalam membaca!!!
Novel ku kali ini bercerita tentang seorang wanita yang rela menjadi pemuas nafsu seorang pria yang sangat sulit digapainya dengan cinta.
Dia rela di pandang sebagai wanita yang menjual tubuhnya demi uang agar bisa selalu dekat dengan pria yang dicintainya.
Hingga tiba saatnya dimana pria itu akan menikah dengan wanita yang telah di siapkan sebagai calon istrinya dan harus mengakhiri hubungan mereka sesuai perjanjian di awal mereka memulai hubungan itu.
Lalu bagaimana nasib wanita penghangat ranjang itu??
Akankah pria itu menyadari perasaan si wanita sebelum wanita itu pergi meninggalkannya??
Atau justru wanita itu akan pergi menghilang selamanya membawa sebagian dari pria itu yang telah tumbuh di rahimnya??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tujuan rahasia
"El!!"
Adrian menahan tangan Elena ketika Elena sudah melangkahkan satu kakinya ke dalam lift.
"Apa yang kau lihat tadi tidak seperti yang kau pikirkan" Adrian meninggalkan Kamila di ruangan hanya untuk me jelaskan apa yang terjadi sebenarnya kepada Elena.
"Pak Adrian, sebenarnya anda tidak perlu menjelaskan apa-apa kepada saya. Karena yang saya lihat tadi adalah hal yang sangat biasa bagi anda. Apalagi ada bermesraan dengan tunangan anda sendiri. Lalu apa yang anda cemaskan sampai mengejar saya??"
Adrian membeku, dia baru sadar tentang hal konyol yang ia lakukan itu.
"Elena benar, kenapa aku harus panik dan mengejarnya hanya untuk menjelaskan apa yang terjadi dengan ku dan Kamila?? Kenapa aku justru ketakutan seperti pria yang sedang kepergok selingkuh??"
"Aku hanya tidak ingin terjadi salah paham. Aku juga tidak mai ada gosip tak baik karena hal ini" Jawab Adrian asal padahal dia sendiri tidak tau alasannya menahan Elena.
"Kadi Bapak mengira saya akan bergosip tentang apa yang saya lihat tadi?? Bapak tidak pernah mengenal saya??" Elena justru semakin di buat naik pitam oleh Adrian.
"Bu-bukan begitu El. Aku han..."
"Sudahlah Pak Adrian. Tidak perlu permasalahkan hal itu. Semua orang juga tau kalau kalian berdua itu akan menikah. Jadi tidak akan ada yang bergosip termasuk saya!!"
Elena kembali menekan tombol pada lift yang sudah tertutup itu. Dia ingin segera pergi dari hadapan Adrian yang aneh itu.
"Oke baiklah, tapi aku mohon berhentilah bersikap formal seperti ini kepadaku. Telingaku sakit mendengar mu berbicara seperti itu. Jelas sekali kalau kau mencoba menghindari ku sejak kemarin. Bahkan kau juga tidak datang ke apartemen ku untuk membangunkan ku!!"
Adrian tidak mungkin memberi tahu Elena kalau dia juga kesusahan mencari baju-bajunya. Bisa malu dia di hadapan Elena.
"Untuk saat ini, sangat tidak memungkinkan bagi ku untuk seenaknya masuk ke dalam apartemen mu. Bagaimana kalau Kamila tau tentang hubungan kita?? Bukankah kau mengusirku dari apartemen mu agar Kamila tidak tau??"
"Ssttt!!! Pelankan suaramu" Adrian menoleh ke belakang. Takut jika Kamila tiba-tiba ada di sana dan mendengar semua yang di katakan Elena.
"Aku tidak mengusir mu El. Aku hanya memintamu pulang untuk sementara. Setelah Kamila kembali, kamu bisa tinggal bersama ku lagi" Kali ini Adrian sedikit berbisik.
"Intinya sama saja. Kau mengusir ku dari apartemen mu. Jadi untuk sementara, urus dirimu sendiri, anggap saja hari libur untukku mengurus bayi besar seperti mu. Atau kau bisa meminta Kamila tinggal di apartemen mu. Hitung-hitung belajar menjadi istri yang baik dengan mengurus mu mulai saat ini"
"Tap.."
"Adrian!!!"
Adrian menoleh ke belalang, mendapati Kamila yang berdiri sambil menyandarkan tubuhnya pada pintu. Wanita itu masih memegangi kepalanya seperti tadi.
"Bisa antar aku pulang??" Lirih kamila dengan lemas.
Adrian menoleh lagi kepada Elena. Dia saat ini berdiri di antara dua wanita.
Elena hanya menatap Adrian dengan jengah, lalu melangkah masuk ke dalam lift yang kebetulan barus saja terbuka setelah kemunculan Kamila.
"Baiklah ayo ku antar pulang"
Adrian merasa bersalah pada Kamila. Di saat tunangannya sedang kesakitan seperti itu, dia justru mengejar Elena tanpa alasan yang jelas.
Adrian memapah Kamila di sepanjang perjalanannya menuju mobil Adrian. Tentu saja kemesraan mereka berdua menjadi pusat perhatian semua karyawan Adrian.
Meremas semua merasa iri dengan Adrian dan juga Kamila. Pasangan yang sempurna dari keluarga yang sama-sama orang kaya.
"Kenapa?? Sakit hati??" Tanya Hary pada Elena.
"Apa harus ku jawab??" Elena menyeruput es americanonya.
"Perihnya bahkan sampai bisa ku rasakan" Canda Hary sambil meringis memegang dadanya.
"Cih. Kau terlalu berlebihan"
Hary kembali menatap ke luar, dimana Adrian tang sedang melindungi kepala Kamila saat wanita itu memasuki mobil Adrian.
Yaa, Elena dan Hary memang sedang berada di loby perusahaan saat ini. Dan mereka tak menyangka jika akan melihat pemandangan romantis yang menjadi pusat perhatian semua orang di sana.
"Jadi kau benar-benar tidak akan menemui Adrian sampai tunangannya itu kembali ke luar negeri??" Elena sudah menceritakan semuanya kepada Hary, tentang Adrian yang memintanya keluar dari apartemen mewah itu.
"Hemm, aku rasa itu lebih baik. Biarkan tunangannya itu yang mengurusnya"
Elena terus menatap keluar sampai mobil milik Adrian berlahan menjauh dari gedung perkantoran itu.
"Tapi tadi pagi kau lihat sendiri kan El?? Dia sampai terlambat seperti itu karena aku yakin tidak ada tang membangunkannya, tidak ada yang menyiapkan baju untuknya, bahkan aku yakin kalai dia tidak tau dimana letak ****** ********" Ocehan Hary itu justru mengundang gelak tawa Elena. Sudah lama rasanya dia tidak tertawa selepas itu. Elena begitu puas membayangkan bagaimana wajah Adrian yang kebingungan mencari benda itu.
"Satu lagi El, aku yakin dia menahan lapar saat meeting tadi"
"Benar Har, aku bahkan bisa mendengar suara perutnya yang meronta-ronta"
Mereka berdua kembali tertawa dengan keras hingga mengundang perhatian karyawan lain. Sungguh kedua sahabat yang tak l*knat. Mereka malah menertawakan Adrian yang benar-benar kebingungan tadi pagi.
"Sudah-sudah. Kau hampir membuatku kencing di celana Hary" Elena memegangi perut bagian bawahnya yang terasa kaku karena terus-terusan tertawa.
"Oke, oke baiklah. Perutku juga terasa kram saat ini"
"Kita ke atas saja. Aku yakin kalau dia tidak akan kembali dengan cepat atau bahkan tidak kembali lagi ke sini setelah mengantarkan tunangannya itu. Bisa kacau kalau pekerjaannya yang segunung itu tidak segera di selesaikan" Elena mendahulukan langkahnya di depan Hary.
"Kau terlalu peduli kepadanya El"
"Kau tau sendiri alasannya Har, jadi tidak perlu ku jelaskan lagi kan??" Mereka berdua memasuki lift yang hanya terisi mereka berdua daja. Jam makan siang sudah selsai dari tiga puluh menit yang lalu. Tentu saja tampak sepi karena mereka semua sudah sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.
"Apa kau yakin bisa bertahan sampai waktu pernikahan mereka akan tiba?? Apa kau tak berniat menyerah saja dan pergi saat ini juga??"
Elena tersenyum kecut menatap Hary yang sedang menatapnya dengan iba.
"Kenapa memangnya?? Apa aku tampak menyedihkan??"
Hary tak tega sebenarnya melihat sahabatnya terus terbelenggu dengan cinta sepihak seperti itu. Tapi keras kepalanya Elena tak bisa ia pecahkan sampai detik ini.
"Tenang saja Har. Suatu saat jelas aku akan pergi, tapi aku masih menunggu kesempatan yang bagus. Lagipula masih ada satu tujuan ku yang belum tercapai" Ucap Elena memaksakan senyumnya.
"Apa itu??"
"Untuk yang satu ini cukup aku saja yang tau Har. Kau terlalu polos untuk hal-hal seperti ini"
"El, kau..."
Ting...
Saat pintu lift terbuka, Elena lebih dulu melesat pergi sebelum Hary melayangkan protesnya.
...sungguh cerita author bnyk yg bikin nangis
dia hanya emosi krn elena tidak bisa jujur
dia hanya pura ² lugu saja biar kelihatan baik