Setelah dikhianati sang kekasih, Embun pergi ke kota untuk membalas dendam. Dia berusaha merusak pernikahan mantan kekasihnya, dengan menjadi orang ketiga. Tapi rencanya gagal total saat Nathan, sang bos ditempatnya kerja tiba tiba menikahinya.
"Kenapa anda tiba-tiba memaksa menikahi saya?" Embun masih bingung saat dirinya dipaksa masuk ke dalam KUA.
"Agar kau tak lagi menjadi duri dalam pernikahan adikku," jawab Nathan datar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MENGINAP
Nathan berteriak memanggil Bi Nila, menyuruhnya segera mengambil obat yang biasanya dikonsumsi saat gatal gatal karena alergi. Tak pelak, Bu Salma dan Navia yang mendengar teriakan Nathan ikut datang kedapur.
"Ada apa Nath?" tanya Bu Salma.
"Embun sepertinya alergi Mah."
Bu Salma langsung menyuruh Ida mendorong kursi rodanya mendekati Embun. Melihat kulit Embun yang mulai muncul ruam dan sedikit bengkak diarea mata dan bibir, dia jadi cemas.
Sementara Navia, dia tersenyum miring. Rencananya balas dendam pada Embun berjalan lancar. Sebenarnya, disemua hidangan tadi mengandung udang. Navia sengaja menyuruh art menambahkan kaldu udang bubuk kesemua makanan. Tak hanya itu, takut kaldu udang tak terlalu bereaksi, dia menyuruh menambahkan udang yang disudah dihancurkan kesemua makanan.
"Ini obatnya, Non." Bi Nila menyerahkan obat serta segelas air putih pada Embun.
"Padahal gak makan udang, tapi kenapa kayak gini," ujar Bu Salma.
Bi Nila seketika melihat kearah Navia. Dia tahu betul jika ini semua karena ulah Navia. Tapi pelototan tajam wanita itu membuatnya tak berani berkata apa apa.
"Panggil dokter Edo, suruh dia kesini,"ujar Bu Salma.
"Halah, cuma gatal doang, ngapain pakai panggil dokter sih," gerutu Navia sambil memutar kedua bola matanya malas.
"Jangan dianggap sepele. Alergi jika berat, bisa sampai sesak nafas dan pingsan. Cepetan Nath, panggil Dokter Edo." Nathan mengangguk dan langsung menelepon dokter Edo.
Navia mendekati Rama. Dia menatap sengit pada suaminya tersebut. "Kok kamu ada disini sih, Mas?" bisiknya. "Bukannya tadi angkat telepon ya?"
"A-aku." Rama garuk garuk kepala, tak mungkin dia jawab jika melihat Embun masuk kedapur lalu mengikutinya.
"Jangan bilang kalau kamu dan dia nyari kesempatan buat ketemuan?" bisik Navia sambil memelototi Rama. "Keterlaluan kamu, Mas."
"Kamu jangan nuduh sembarangan. Aku kesini karena dengar Nathan teriak." Mereka terus berkomunikasi dengan berbisik karena tak mau Bu Salma sampai dengar. Tiba-tiba Rama teringat satu hal, hanya Navia yang tahu tentang alergi Embun. "Jangan bilang kalau ini semua ulah kamu?"
"Kalau iya kenapa?" sahut Navia santai.
"Astaga," Rama hanya bisa geleng-geleng.
"Bawa Embun ke kamar kamu Nath," titah Bu Salma.
"Iya Bu." Nathan langsung menggendong Embun ala bridal style, membuat mata Embun langsung terbeliak.
"Antar saya ke kamar Nathan Sus," titah Bu Salma pada suster Ida. Dia ingin terus memantau kondisi menantunya.
"Baik Bu."
Rama hendak mengikut tapi lengannya lebih dulu ditarik oleh Navia. "Mau kemana kamu?" tanyanya ketus.
"Ma_" Rama tak jadi melanjutkan kata-katanya.
"Gak usah ikut. Ayo kita ke kamar aja."
Rama menghela nafas lalu mengangguk. Dia segera berjalan meninggalkan dapur, tapi Navia malah masih diam ditempat. Membuat Rama berhenti lalu menoleh kearah Navia.
"Yang, katanya mau ke kamar?"
"Aku mau digendong kayak pelakor tadi."
"Astaga," Rama tepok jidat. Dia kembali menghampiri Navia lalu menggendongnya seperti Nathan menggendong Embun. Navia tersenyum lalu melingkarkan kedua lengannya dileher Rama.
Dasar wanita manja, beda banget sama Embun. Kalau aja dia gak kaya, gak bakal aku mau nikahin dia.
"Kok wajahnya kayak gak ikhlas gitu," ujar Navia.
"Perasaan kamu aja kali Sayang, ikhlas kok," Rama tersenyum kecut, menyembunyikan rasa kesalnya.
Ditempat lain, Embun segera mengalungkan lengannnya dileher Nathan, jaga jaga agar tak jatuh karena saat ini, pria itu mulai menapaki tangga.
"Ngapain senyum-senyum, gak usah ge er," ujar Nathan pelan. "Aku hanya sedang berakting saja didepan Mama."
"Tapi Mama gak ada."
Nathan menoleh kebelakang, lalu berdecak pelan. Mamanya pakai kursi roda, sudah pasti beliau tak naik tangga, melainkan pakai lift, kenapa dia bisa sampai lupa. Dia hendak menurunkan Embun tapi lebih dulu, Embun mengeratkan pelukannya dileher Nathan.
"Kepalaku pusing," Embun berpura pura. Kapan lagi bisa ngerjain Nathan pikirnya.
Nathan berdecak pelan sambil kembali membenarkan posisi Embun dalam gendongannya. Alhasil, dia menggendong Embun hingga masuk kedalam kamar.
Tak lama kemudian, dokter datang dan memeriksa Embun.
"Ini alergi makanan," ujar Dokter Edo setelah memeriksa Embun.
"Tapi dia gak makan udang," ujar Bu Salma.
"Mungkin tak makan secara langsung, melainkan makan kaldu udang, terasi udang, atau makanan yang ada campuran udangnya." Bu Salma merasa bersalah. Embun seperti ini karena jamuan makan yang dia buat. Seharusnya dia mencari tahu lebih dulu makanan apa yang tidak bisa dikonsumsi Embun agar lebih hati-hati.
Setelah memberikan obat, dokter segera pamit pulang.
"Maafin Mama ya Sayang," Bu Salma menggenggam tangan Embun yang saat ini duduk diatas ranjang.
"Bukan salah mama," ujar Embun.
"Tapi kamu seperti ini gara-ga_"
"Bukan, " sahut Embun cepat. "Mungkin daya tahan tubuh Embun saja yang lagi menurun, bukan salah Mama." Firasat Embun mengatakan jika ini adalah ulah Navia. Tapi sudahlah, dia tak marah pada adik iparnya tersebut, toh Navia membencinya karena menganggapnya pelakor.
Astaga, pandai sekali pelakor berakting. Dia terlihat seperti wanita baik-baik, sama sekali tak terlihat jika dia seorang pelakor.
"Sepertinya, kami segera pulang saja Mah," ujar Nathan.
"PULANG!" seru Bu Salma. "Bagaimana kamu ini, Nath? Istri lagi sakit kok malah mau diajak pulang. Malam ini, kalian nginep disini."
"Embun gak bawa baju ganti, Ma." Nathan berusaha mencari alasan agar tak perlu menginap. Karena jika menginap, itu artinya dia harus tidur sekamar dengan Embun.
"Nanti biar dipinjami baju Navia."
Nathan menghela nafas, pupus sudah harapannya untuk segera pulang.
"Ya udah, sekarang temani istrimu istirahat, nanti biar baju gantinya mama suruh suster Ida yang antar." Bu Salma pamit lalu keluar dari kamar Nathan.
Setelah Bu Salma keluar, tercipta kecanggungan diantara Embun dan Nathan. Malam ini untuk pertama kalinya, mereka akan tidur sekamar.
Bingung mau melakukan apa, Nathan mengambil baju ganti lalu ke kamar mandi. Tapi saat keluar, dia kaget melihat rok Embun yang tersingkap hingga memperlihatkan pahanya yang mulus.
"Jadi kau sedang menggodaku. Cih, dasar pelakor," cibirnya.
Buru-buru Embun menutupi pahanya. "Aku hanya sedang menggaruk pahaku yang terasa gatal. Aku tidak tahu kalau Bapak sudah keluar dari kamar mandi."
Nathan tersenyum miring lalu mendekati Embun. Menatapnya penuh intimidasi sampai sampai, Embun membuang pandangannya. "Apa selain pahamu, ada bagian lagi yang gatal? Apa perlu aku bantu menggaruknya?" Pertanyaan yang terdengar seperti hinaan itu membuat Embun kesal. Tak adakah rasa simpati sedikit saja melihat kondisinya saat ini?
"Ya, pantatku gatal, apa kau mau menggaruknya?" sahut Embun dengan nada jengkel. "Minggir," Embun mendorong tubuh Nathan lalu turun dari ranjang dan masuk kedalam kamar mandi.
Saat keluar dari kamar mandi, Embun melotot melihat Nathan yang bertelanjang dada.
Sialan, apa maksudnya seperti itu. Apa dia mau balas dendam?
"Kenapa menatapku seperti itu?" tanya Nathan. "Buang pikiran kotormu, aku terbiasa tidur tak pakai baju, jadi jangan berfikiran yang macam-macam."
Embun tersenyum miring, memangnya siapa yang berfikiran kotor, dasar ge er. Tiba tiba, tersirat keinginan untuk membalas Nathan.
"Sama, aku juga tak terbiasa tidur memakai paju press bodi seperti ini." Embun menarik resleting yang ada dipunggungnya. Lalu pelan pelan, menurunkan bagian lengan bajunya.
"STOP!" teriak Nathan. Bagaimanapun, dia pria normal. Jangan sampai ada sesuatu yang bereaksi jika Embun benar benar melepas gaunnya. Dia segera turun dari ranjang lalu mengambil kaos yang ada dialmari. "Pakai ini," Nathan melempar kaos tepat dikepala Embun.
Embun memejamkan mata sambil mengepalkan kedua tangannya. Menarik nafas dalam lalu membuangnya perlahan. Nathan memang juara 1 kalau urusan membuat dia kesal.
Embun pergi ke kamar mandi lalu mengganti gaunnya dengan kaos milik Nathan. Kaos tersebut terlihat seperti daster pendek dibadannya. Kaos berbahan dingin tersebut membuat Embun merasa sangat nyaman, setidaknya rasa gatalnya sedikit berkurang.
Berbeda dengan Embun yang merasa nyaman, Nathan, pria itu justru kepanasan. Dia menelan ludahnya susah payah melihat penampilan Embun. Entah matanya yang salah atau tubuh Embun yang memang menggoda, Nathan justru kelimpungan melihat penampilan Embun.
Sial, kenapa dia terlihat sangat menggoda. Tak seharusnya aku menyuruhnya ganti baju tadi.
Nathan berharap Suster Ida segera datang dan membawakan Embun baju.
/Grin/
🥳🥳🥳🥳
🤣🤣🤣🤣🤣
Nathan 🤣🤣🤣