Istri Pilihan Mama

Laras mengompres pinggangnya yang memar membiru dengan es batu, terasa sangat sakit. Dia hanya bisa meringis, menahan rasa sakit yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata.

Setelah beberapa menit mengobati memarnya, wanita itu segera mengambil uang yang diberikan Arga dan dengan langkah pelan menuju pintu. Tidak lupa dia mengunci rumah.

Sampai di luar halaman, dia kebingungan harus belanja dimana? Dia belum hafal jalan di Komplek Perumahan Elit ini.

"Ya Allah, dimana harus beli sayur dan lauk buat masak? Komplek ini luas. Tidak mungkin di dalam Komplek ini ada warung sayuran, orang kaya tidak mungkin mau berjualan sayur. Aku jalan saja, siapa tahu ada orang yang bisa menunjukkan warung sayur padaku," gumam wanita itu mulai melangkahkan kaki.

Dia berjalan terus, mengikuti langkah kaki, sementara rasa sakit di pinggang masih saja terasa, dia mencoba mengabaikannya.

Hampir sepuluh menit berjalan, akhirnya dia melihat ada pos keamanan, dan langsung menemui Security yang tengah duduk memainkan ponsel.

"Pak, maaf, saya mau tanya, di sini warung sayuran ada dimana?," tanyanya tersenyum ramah.

Security itu tercengang sesaat. Memasukkan ponsel ke dalam saku celana, lalu fokus melihat wanita cantik yang bertanya padanya.

"Ada mbak di luar Komplek ini. Mbak jalan saja dua puluh meter. Nanti ada pintu keluar, belok kiri. Tanya saja warung sayur, pasti tahu semua kok," jelas Security itu tak lepas memandang pada wanita cantik berkulit putih di depannya dari rambut hingga kaki.

"Baiklah pak, terima kasih banyak ya," Laras hendak melangkah lagi.

Tetapi tiba-tiba Security itu memanggilnya lalu bertanya.

"Mbak, warga baru di sini? Saya baru kali ini melihat mbak,"

"Oh iya pak benar, baru kemarin saya pindah ke sini," sahut Laras.

"Kalau boleh tahu, mbak tinggal di rumah siapa dan Blok berapa?," Security itu meminta info.

"Saya tinggal di rumah Tuan Arga, tapi...kalau Blok nya saya belum tahu pak," Laras menjawab sambil tetap tersenyum ramah kepada Security itu.

"Ooo ya, pak Arga, yang tampan itu kan? Mbak istrinya? Cocok! Pasangan yang serasi. Satunya tampan, satunya cantik," Security itu mengangkat kedua jempol ke arah Laras seraya terkekeh. Dia tidak mendengar perkataan Laras yang menyebut nama Arga dengan sebutan "tuan".

"Bu-bukan pak, saya pelayan di rumahnya," elak Laras kikuk.

Dia takut kalau membenarkan kata-kata Security itu, justru akan membuat Arga marah. Bukankah Arga sendiri yang mengatakan padanya kalau dia menganggapnya hanya pelayan.

"Oalah pelayan toh? Apa mungkin ada pelayan secantik mbak? Tidak mungkin. Pak Arga modus saja mbak. Sekarang dijadikan pelayan, nanti lama-lama dijadikan istri, hee,hee," celoteh Security itu tertawa dengan mimik muka lucu.

Laras hanya tersenyum miris mendengar perkataan security itu.

"Tidak mungkin Arga mau menjadikanu istri. Melihat dan berdekatan denganku saja dia jijik, apalagi mau menjadikanku istri seutuhnya. Itu tidak akan pernah terjadi. Sekarang aku sudah jadi istri sah nya, tapi dia malah menjadikanku pelayan, bahkan terus-terusan menyiksaku," batin Laras teriris, merasakan sesak di dada.

"Baiklah pak, saya permisi dulu. Sekali lagi terima kasih atas infonya," ucap Laras sedikit menundukkan kepala tanda terima kasih.

"Sama-sama mbak, hati-hati di jalan," Security itu membalas anggukan kepala.

"Terima kasih pak," Laras tersenyum melangkah ke arah pintu keluar.

Setelah Laras menghilang dari pandangannya, Security itu menggaruk-garuk kening, seperti orang kebingungan.

"Pak Arga, Pak Arga.., Cantik begitu dijadikan pelayan. Mengapa tidak dijadikan istri saja? Apalagi dia kelihatan gadis yang baik. Dasar orang kaya, ada-ada saja kemauannya," Security itu menggeleng-geleng.

...*******...