Setelah dikhianati sang kekasih, Embun pergi ke kota untuk membalas dendam. Dia berusaha merusak pernikahan mantan kekasihnya, dengan menjadi orang ketiga. Tapi rencanya gagal total saat Nathan, sang bos ditempatnya kerja tiba tiba menikahinya.
"Kenapa anda tiba-tiba memaksa menikahi saya?" Embun masih bingung saat dirinya dipaksa masuk ke dalam KUA.
"Agar kau tak lagi menjadi duri dalam pernikahan adikku," jawab Nathan datar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
OBAT PENGHILANG RASA PEDAS
Embun meletakkan ponselnya dimeja Nathan lalu mulai memijat. Dulu, dia sering memijat alm. ayahnya. Jadi bisa dibilang jika memijat bukanlah sesuatu yang sulit untuknya. Pijatannya sukses membuat Nathan mengantuk. Hingga pria itu tak lagi bisa fokus dengan pekerjaannya. Sesekali dia terlihat menguap.
"Kak, kalau kita seruangan, mejaku nanti ditaruh dimana?"
Mata Nathan yang hampir terpejam kembali terbuka karena pertanyaan Embun. "Apa?" dia tak begitu mendengar karena tadi hampir tertidur.
"Mejaku, meja kerja. Nanti aku duduk dimana?"
"Kamu gak usah pakai meja."
"Loh," Embun mengerutkan kening. "Terus komputer ditaruh mana?"
"Kamu duduk disofa aja. Kalau butuh laptop, kan bisa pakai meja itu." Nathan menunjuk meja didepan sofa.
"Tapi masa kerja kayak gi_"
"Udah gak usah protes. Kalau masih protes lagi, kamu aku suruh duduk dipangkuanku."
Embun seketika melotot. Rasa-rasanya, pekerjaannya makin tak jelas saja.
Dret dret dret
Ponsel Embun yang ada diatas meja bergetar. Sebelum Embun sempat mengambilnya, Nathan lebih dulu meraih benda pipih tersebut.
"Eric?" Nathan mengerutkan kening. Dia jadi ingat kalau selain Rama, ada beberapa kontak cowok yang sering mengirim pesan dan menelepon Embun, salah satunya Eric ini. "Siapa dia?"
"Teman," sahut Embun sambil berusaha merebut ponselnya yang dipegang Nathan. Sayang gagal karena Nathan langsung menjauhkan benda tersebut.
"Teman apa?"
"Teman satu divisi."
"Jadi dia kerja disini juga?"
Embun mengangguk.
"Minta dipecat ini orang. Jam kerja malah teleponan," gerutu Nathan.
Ponsel yang dipegang Nathan akhirnya berhenti bergetar. Tapi tak lama kemudian, ada pesan masuk dari Eric. Dan tanpa izin, Nathan langsung membukanya.
[ Mbun, beneran kamu pindah bagian? Ada OB yang lagi mindahin barang kamu. Katanya mau dipindahin ke ruangan Pak Nathan. ]
Embun tak tahu jika saat ini, terjadi kehebohan didivisinya. Tentu saja itu karena Embun yang tiba-tiba dipindahkan tanpa ada pemberitahuan dulu. Dan yang makin bikin heboh, pindahnya1 bukan kedivisi laun, melainkan ke ruangan Nathan, jadi asisten pribadi.
"Kak Nathan apaan sih, kok buka-buka, itu privasi," protes Embun.
[ Mbun, kok diread doang. Kamu beneran pindah Mbun? ]
Satu lagi pesan masuk dari Eric.
"Perhatian banget dia sama kamu? Ada hubungan apa kalian?" tanya Nathan.
"Teman."
"Bukan friends with benefits kan?"
"Teman biasa," Embun akhirnya berhasil menarik ponselnya yang ada ditangan Nathan.
"Dia suka sama kamu?"
Dret dret dret
Belum sempat Embun menjawab, Ponsel yang dia pegang kembali bergetar, dan ada nama Eric dilayar. Embun melirik Nathan, ragu antara mau menjawab atau tidak.
"Angkat."
"Hah!" Embun melongo mendengar Nathan menyuruhnya mengangkat.
"Jangan lupa loadspeaker."
Embun masih diam saja, membuat Nathan jadi geregetan. "Aku bilang angkat," tekannya.
Tak ada pilihan lain, akhirnya Embun mengangkat telepon dari Eric.
"Akhirnya kamu angkat juva Mbun," terdengar helaan nafas lega dari Eric. "Mbun, beneran sekarang kamu jadi asisten Pak Nathan?"
Embun melirik Nathan sekilas sebelum menjawab. "I-iya Ric."
"Kok tiba-tiba gini sih? Dia gak ada maksud tertentu kan?"
"Hem, maksud tertentu?" Embun menoleh kearah Nathan. "Maksud apa?" Embun grogi sekali telepon sambil dipelototi Nathan. Dah gitu yang dibahas Nathan pula. Jadi makin salah tingkahkan.
"Ya mungkin aja dia punya maksud tersembunyi, mau balas dendam mungkin. Dia pasti marah karena kamu jadi orang ketiga dirumah tangga adiknya. Tapi gosip itu gak benerkan Mbun? Kamu bukan selingkuhannya Pak Rama kan?"
Tenggoran Embun seperti tercekat. Terlalu memalukan untuk menjawab jika gosip itu benar.
"Mbun, kok takut ya."
"Takut, takut apa?"
"Takut kamu diapa apain sama Pak Nathan."
Mata Nathan langsung melotot. Apa maksud dari kata diapa apain? Dikira dia bos mesum apa, yang ngambil keuntungan dari bawahannya.
"Diapa-apain gimana maksud kamu?" Embun sampai gemetaran melihat Nathan yang melotot tajam padanya.
"Gak enak ngomong lewat telepon. Gini aja, kita makan siang diluar saat jam istirahat."
Nathan menggeleng, memberi isyrat agar Embun menolak.
"Kayaknya gak bisa Ric."
"Kenapa?"
"A-aku.."
Nathan merebut ponsel Embun lalu memutus sambungan.
"Kak Nathan apaan sih," Embun merebut kembali ponselnya.
"Jam istirahat, kamu disini aja."
"Tapi a_"
Ucapan Embun terhenti saat ada yang mengetuk pintu. Ternyata Dimas yang datang. Dia memberitau Nathan jika mereka harus segera keruangan meeting.
"Ingat, tetap disini, jangan kemana-mana, apalagi ketemuan sama Eric." Nathan menutup laptop yang akan dia bawa. "Rapikan mejaku."
"Hem," sahut Embun sambil memutar kedua bola matanya malas.
Nathan berjalan bersama Dimas keluar ruanganya. Tapi sebelum benar benar keluar, dia kembali menoleh kearah Embun. "Ingat, tetap disini sampai aku kembali."
"Ish, iya," sahut Embun sambil melotot. "Dasar bawel," umpatnya saat Nathan sudah benar-benar keluar.
.
.
Selesai meeting, Nathan segera kembali keruangannya. Sudut bibirnya terangkat keatas melihat Embun yang sedang tertidur disofa dalam keadaan setengah duduk. Dan yang paling bikin Nathan tak bisa menahan tawa, mulut Embun menganga.
Nathan mengambil ponsel, mendekati Embun demi mendapatkan jepretan terbaik versinya.
Padahal mulutnya nganga, tapi kenapa masih terlihat cantik.
Nathan buru-buru menyadarkan dirinya sendiri. Bisa bisanya dia terpesona pada gadis yang saat tidur mulutnya menganga. Harusnya dia ilfeel, bukan malah mengagumi diam diam.
Nathan menatap kresek berisi dua kotak nasi ayam geprek yang tadi dibelikan Anisa. Dia yakin Embun pasti kelaparan karena belum makan siang. Gimana mau makan siang, Nathan melarangnya keluar dari ruangan.
Tiba-tiba muncul ide iseng dikepala Nathan. Dia meletakkan kresek berisi makanan tersebut lalu membukanya. Mengambil sedikit sambal lalu memasukkan kemulut Embun yang sedikit terbuka.
Merasa ada sesuatu yang masuk kemulutnya, Embun yang masih setengah sadar langsung menyapukan lidahnya pada bibir. Dan seketika, matanya terbuka. Panas, bibirnya terasa seperti terbakar.
"Panas, panas," teriak Embun sambil mengibas mulutnya dengan telapak tangan. Dia segera berlari menuju meja Nathan untuk mencari minuman.
Nathan tak bisa menahan tawa. Dia sampai memegangi perutnya melihat tingkah lucu Embun yang kepedesan.
Embun berteriak frustasi saat mendapati botol air mineral diatas meja Nathan sudah kosong. Kopi, ya, dia langsung meraih cangkir kopi, tapi lagi-lagi, dia harus kecewa karena saat membuka tutupnya, ternyata sudah kosong.
"Panas, panas," Air mata Embun sampai mengalir saking panasnya bibir serta lidahnya. Bahkan sebagian sambal itu sudah masuk ketenggorokannya. Saat ini, mulut hingga tenggorokannya terasa seperti terbakar.
Melihat wajah Embun yang memerah dan air matanya mengalir, Nathan jadi merasa bersalah. Apalagi dia tak memperhitungkan jika tak ada minuman diruangan ini. Selain itu, Nathan tak tahu jika Anisa sengaja memesankan sambal dengan level paling pedas.
"Aahh..panas," Embun hendak keluar untuk mencari minum, tapi Nathan lebih dulu menarik tangannya dan cup. Bibir Nathan mendarat tepat dibibir Embun. Dia mengelap sisa sambal di bibir wanita itu menggunakan bibir dan lidahnya. Takut digigit lagi, Embun reflek membuka mulutnya, membuat lidah Nathan langsung menyeruak masuk. Membelit dan mengisap lidahnya untuk menghilangkan sisa sisa pedas disana.
/Grin/
🥳🥳🥳🥳
🤣🤣🤣🤣🤣
Nathan 🤣🤣🤣