Setelah bercerai, lalu mengundurkan diri sebagai seorang Ajudan pribadi. Akhirnya pria yang akrab disapa 'Jo' itu kembali menerima sebuah tawaran pekerjaan dari Denis yang tak lain adalah temannya saat sejak masih SMA.
Dia yang biasanya mengawal wanita-wanita paruh baya, seorang istri dari beberapa petinggi. Kini dia di hadapkan dengan seorang gadis keras kepala berusia 20 tahun, Jasmine Kiana Danuarta. Sosok anak pembangkang, dengan segala tingkah laku yang membuat kedua orang tuanya angkat tangan. Hampir setiap Minggu terkena razia, entah itu berkendara ugal-ugalan, membawa mobil di bawah pengaruh alkohol, ataupun melakukan balapan liar. Namun itu tak membuatnya jera.
Perlahan sifat Kiana berubah, saat Jo mendidiknya dengan begitu keras, membuat sang Ayah Danuarta meminta sang Bodyguard pribadi untuk menikahi putrinya dengan penuh permohonan, selain merasa mempunyai hutang budi, Danu pun percaya bahwa pria itu mampu menjaga putri semata wayangnya dengan baik.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggika15, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Langganan razia polisi!
Tak!!
Kiana melempar handphone miliknya sampai membentur dinding kamar cukup kencang.
Dia sangat kesal. Kala tak ada satupun temannya yang dapat dihubungi. Hilmi, Kevin, Starla, Sharla, terutama Zayna. Sepertinya gadis itu masih sangat kesal, hingga mampu mempengaruhi teman-temannya yang lain agar tidak menjalin komunikasi apapun dengan dirinya.
Beberapa orang mengatakannya bodoh, termasuk mungkin sang Bodyguard, Jovian. Karena selalu menuruti keinginan teman-temannya. Dia tahu, Kiana pun sadar betul akan hal itu, namun dia berusaha menepis dan tidak peduli dengan umpatan orang lain terhadap dirinya, yang terpenting adalah dia memiliki beberapa orang yang mau menemaninya dan menjadikan dia teman.
Ya. Sejak sekolah dasar Kiana selalu mendapatkan perlakuan kurang baik, bahkan beberapa dari mereka membenci gadis itu hanya karena Kiana dapat memiliki apapun atas uang yang dimiliki oleh orang tuanya. Dan mungkin itu salah satu penyebab Kiana menjadi berubah sekarang, dirinya mau melakukan apapun hanya karena teman-temannya tidak pergi.
"Ya aku bodoh! Memang bodoh, … bahkan setelah kejadian itu aku masih mengharapkan mereka tetap mau berteman." Kiana bergumama, gadis itu melihat langit-langit kamar dengan tatapan kosong.
Rasanya jenuh seharian terus berada di dalam rumah. Tapi apa yang harus dia lakukan? Bahkan teman-temannya tidak ada yang bisa di hubungi, bahkan hanya sekedar untuk diajak minum dan makan bersama seperti biasanya.
Dia benar-benar kesepian.
Pandangan Kiana beralih menatap jam di dinding kamarnya, yang sudah menunjukan pukul lima sore hari.
Lalu sebuah ide muncul di dalam kepalanya, membuat gadis itu kembali terlihat bersemangat, beranjak dari tempat tidur, kemudian menghambur memasuki walk in closet.
***
Kiana berdiri di hadapan cermin besar. Dia menatap dirinya yang sudah sangat siap untuk segera pergi, terus bergerak-gerak menatap dirinya dari segala arah.
Tennis skirt (rok mini) berwarna Lilac dengan aksen kotak-kotak kecil. Di padukan denga crop top biru muda, tak lupa dia lengkapi jaket jeans oversize juga sepatu Nike Air force. Membuat Kiana terlihat dewasa, namun masih menyisakan kesan imut pada dirinya, belum lagi rambut pendeknya yang di lengkapi aksesoris berwarna coklat tua (Jepitan rambut). Kiana benar-benar tampak sangat manis.
Kiana memang pandai memadupadankan segalanya, sampai membuat penampilannya selalu terlihat modis dan elegan. Ya, itu terlihat lumrah di kalangan orang-orang dengan ekonomi keluarga yang sangat bagus.
Kiana menyemprotkan parfum hampir keseluruh tubuhnya. Kemudian memasukan semua barang bawaan kedalam tas kecil, dan beranjak pergi dari kamarnya dengan raut wajah riang.
Dia berlari menuruni setiap anak tangga.
"Non? Mau pergi? Tidak makan dulu?" Seorang Asisten rumah datang menghampiri, ketika menyadari keberadaan Kiana.
"Nanti saja, Mbak. Aku pergi dulu." Katanya sambil terus berjalan mendekati pintu utama yang tampak tertutup rapat.
"Tapi dari siang belum makan. Nanti masuk angin!"
Kiana yang hampir meraih handle pintu rumah pun berhenti, dan segera menoleh.
"Cuma masuk angin, bukan masuk penjara." Tukas gadis itu, kemudian membuka pintu dan keluar. Meninggalkan sang asisten yang masih tertegun dengan apa yang baru saja Kiana katakan.
Suasana sekitaran rumahnya terasa begitu hening. Orang-orang terlihat sangat santai. Tentu saja, orang yang memiliki segudang kesibukan sedang tidak ada di tempat.
"Aman!" Katanya saat pandangannya tidak mendapati Jovian di area sana.
Dia berlari mendekati tempat dimana para supir pribadi berkumpul.
"Pak Yanto?" Panggil Kiana, gadis itu tersenyum.
"Non Kiana mau kemana?"
"Mau keluar nyari angin. Minta kunci mobil, Pak. Cepetan!" Pintanya seraya mengedarkan pandangan ke segala arah untuk berjaga-jaga dari Jovian yang mungkin saja akan menghalanginya untuk pergi.
"Udah izin belum?"
Kiana mengangguk.
"Aku telfon Papa tadi. Cepatlah Pak! Aku telat." Kiana berbohong.
Yanto mendekati tempat penyimpanan kunci mobil.
"Mau pakai yang mana? Kunci mobil punya Non nggak ada, mungkin Pak Jovian yang simpan."
"Yang mana kek, … aku minta sama Pak Yanto soalnya Om Jovian lagi istirahat, aku nggak mau ganggu dia." Dia semakin was-was.
Pria itu meraih salah satu kunci, berjalan mendekati Kiana dan memberikannya. Sedikit ragu, namun apa yang bisa dia lakukan ketika anak dari atasannya meminta hal yang sepatutnya memang dia dapatkan, telebih Kiana mengatakan jika dirinya sudah meminta izin, benar atau tidak jelas Yanto tidak tahu, namun dia tidak ada alasan untuk menolak permintaan gadis cantik itu.
"Ini mobil yang mana, Pak?"
"Itu, … Mazda CX-3 punya Ibu."
Kiana mengangguk, lalu memperlihatkan senyuman yang begitu manis.
"Makasih, Pak Yanto."
Setelah itu Kiana segera berlari ke arah garasi rumah yang terasa begitu sepi. Menekan remot sampai kunci otomatis mobil itu benar-benar terbuka.
"Pak, itu Kiana!" Salah seorang berkata dengan nada yang terdengar begitu panik.
Jovian yang baru saja berniat menyuapkan sesendok nasi kedalam mulutnya terhenti.
"Kenapa dia?" Katanya tanpa mengalihkan pandangan sedikitpun. Namun, dia kembali meletakan sendok itu ke atas piring makan sorenya.
"Kiana pergi membawa mobil Bu Herlin!"
Pria itu langsung bangkit dari duduknya, meninggalkan sepiring nasi yang belum tersentuh sama sekali, melihat ke arah luar dimana mobil merah mengkilap melaju melewati gerbang keluar.
"Ah dia ini manusia atau belut? Kenapa licin sekali! Dari tadi aku pantau baik-baik saja, baru berapa menit mengalihkan perhatian langsung bertingkah." Jovian menggeram kesal.
Dia menarik pintu dengan keras, kemudian berlari keluar.
"Pak Yanto, Pak?" Jovian berteriak seraya berlari ke arah mobil milik Kiana.
"Pak Yanto!" Panggilnya lagi, dan kali ini lebih kencang.
"Kenapa Pak?" Pria yang Jovian maksud datang mendekat.
"Cepat masuk, ikut dengan saya!" Katanya.
"Baik."
"Haduh, kenapa Bapak kasih kunci mobil sama dia!" Jovian menggerutu.
"Katanya tadi sudah izin sama Pak Danu." Jawabnya saat dia menyusul Jovian masuk kedalam mobil sana.
Keduanya duduk bersisian, lalu mengenakan sabuk pengamanan.
"Ah kenapa juga Bapak harus percaya."
Jovian memutar setir mobil, lalu menginjak pedal gas sampai mobil itu melaju cukup kencang. Melewati gerbang utama yang masih terbuka, dan melesat berusaha menyusul Kiana yang sudah jauh di depan sana.
***
Jovian terus mengunci pandangannya pada mobil Mazda merah yang tampak melesat dengan sangat kencang. Meliuk-liuk mendahui kendaraan di depannya tanpa merasa ragu sedikit pun.
Sementara Yanto merapatkan punggungnya pada sandaran kursi, tak lupa tangan kirinya berpegangan pada Hand Grip, saat Jovian terus mempercepat laju mobilnya.
"Dia benar-benar mempunyai jiwa pembalap, pantas saja teman-teman menggunakan dia sebagai joki." Jovian bermonolog.
"Pak Jovian? Boleh saya saja yang bawa mobilnya?" Yanto tampak ketakutan.
"Memangnya kenapa? Kita tidak mempunyai waktu untuk berhenti, Kiana sudah melaju sangat jauh di depan sana. Bapak tidak lihat?"
"Ahh, … pantas saja Non Kia menjadi langganan razia polisi!" Yanto frustasi. Dirinya benar-benar takut karena tidak biasa berkendara dengan kecepatan tinggi seperti yang Jovian lakukan hanya untuk menyusul Kiana.
Jovian tidak menjawab, dia hanya fokus mengendalikan mobil yang dia tumpangi, berusaha menyusul Kiana yang berusaha kabur dan menjauh dari pengawasannya, sehingga terjadilah aksi kejar-kejaran pada sore hari ini di jalanan yang terlihat sedikit lengang.