Blurb :
Ling, seorang Raja Legendaris yang bisa membuat semua orang bergetar saat mendengar namanya. Tak hanya orang biasa, bahkan orang besar pun menghormatinya. Dia adalah pemimpin di Organisasi Tempur, organisasi terkuat di Kota Bayangan. Dengan kehebatannya, dia dapat melakukan apa saja. Seni beladiri? Oke! Ilmu penyembuhan? Oke! Ilmu bisnis? Oke!
Namun, eksperimen yang dia lakukan menyebabkan dirinya mati. Saat bangun, ternyata ia bereinkarnasi menjadi pria bodoh dan tidak berguna yang selalu dihina. Bahkan menjadi tertawaan adalah hal yang biasa.
Popularitas yang selama ini ia junjung tinggi, hancur begitu saja. Mampukah ia membangun kembali nama besarnya? Atau mungkin ia akan mendapat nama yang lebih besar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Daratullaila 13, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dewa Tabib
Ling yang bertubuh tinggi dan tegap perlahan mendekati Chen Qi. Tubuhnya yang atletis terlihat jelas dalam kaos lengan pendek yang dikenakannya, memperlihatkan lengan yang kokoh dan berotot. Kaos yang kini sedikit ketat karena basah oleh keringat itu juga menonjolkan perut sixpack-nya, membuat sosoknya terlihat semakin tampan dan gagah.
"Selamat pagi, Kakek," sapa Ling dengan suara tenang.
Chen Qi menanggapi sapaannya dengan sedikit mengangguk. "Ya, selamat pagi."
Ling tidak membuang waktu dan langsung berkata, "Aku belum terlambat kan? Aku akan mandi terlebih dahulu," ucapnya sambil berbalik dan berjalan menaiki tangga menuju kamarnya.
Chen Qi memperhatikan sosok Ling hingga ia menghilang di ujung tangga, seakan masih tak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya.
Setelah beberapa saat terdiam, Chen Qi menyadari bahwa ini bukan kebiasaan Ling yang biasanya malas. Ia bertanya kepada paman Qian, "Dia bangun pukul berapa pagi ini?"
"Menurut pelayan yang melihatnya, Tuan Muda sudah bangun sejak pukul lima pagi, Tuan. Bahkan penjaga melaporkan bahwa Tuan Muda sudah jogging di luar sejak subuh," jelas paman Qian yang sama terkejutnya.
Chen Qi tak menyangka. "Li-lima pagi? Dan dia jogging?"
*
Di kamarnya, Ling mulai mempersiapkan keperluan untuk di arena pelatihan. Pertama-tama, ia mengeluarkan beberapa lembar daun rumput gruv dan merendamnya. Kemudian, ia mengatur barang-barang yang akan dibawanya. Satu botol ramuan khusus, pakaian ganti, peralatan tulis, serta jaket semuanya ia susun rapi ke dalam tas. Tak lupa, ia membawa buku kuno yang ditemukannya di perpustakaan kamar. Ia berencana untuk mempelajari lebih lanjut bahasa kuno itu di perpustakaan kota Urban.
Setelah memastikan semuanya siap, Ling berendam dalam larutan rumput gruv selama sepuluh menit. Tak lupa ia juga memasukkan liontin giok kunonya. Begitu selesai, ia keluar dari kamar mandi, mengenakan celana jeans dan kemeja.
Ling akhirnya turun ke bawah untuk menikmati sarapan bersama keluarganya.
Saat Ling menuruni tangga, Chen Lin yang ada di belakangnya dengan cepat menyusul dengan ekspresi serius.
“Jangan melakukan hal yang bisa mempermalukan keluarga saat kau di sana,” ujar Chen Lin tegas, mengingatkan Ling untuk bersikap hati-hati.
Ling menoleh, memberikan senyum kecil yang meyakinkan. “Tenang saja, Bu. Aku tidak akan mempermalukan keluarga Chen,” jawabnya dengan nada santai, lalu berjalan menuju meja makan.
Di sana, ia mulai menikmati sarapan dengan tenang, tanpa sedikit pun terpengaruh oleh tatapan heran dari ibunya maupun kakeknya yang sepertinya masih sulit memercayai perubahan pada dirinya.
Usai sarapan, Ling mengambil tasnya dan bersiap untuk berangkat ke arena pelatihan. Namun, sebelum sempat melangkah keluar, Chen Qi menghentikannya.
“Ling, tunggu sebentar. Ada yang ingin aku bicarakan denganmu,” ucap Chen Qi sambil menatapnya serius. Ling berhenti dan menatap balik, menunggu nasihat yang akan disampaikan oleh Chen Qi.
“Kau tidak harus menjadi yang terbaik di arena pelatihan nanti. Tidak perlu menyaingi Wuzhou. Cukup jaga dirimu dan jangan sampai menimbulkan masalah. Jika kau punya sedikit saja kecerdasan seperti Wuzhou, bahkan 10% dari itu, aku akan sangat bangga padamu. Tapi ingat, aku tidak ingin membebanimu. Cukup belajarlah dengan baik,” ujar Chen Qi dengan suara lembut, menepuk lengannya dengan penuh kasih sayang.
Ling tersenyum tipis dan menjawab dengan penuh percaya diri, “Tenang saja, Kek. Aku akan menjadi lebih baik dari siapa pun di sana.”
Chen Qi mendengus kecil, agak skeptis dengan kata-kata Ling. “Lebih baik dari mereka? Jangan terlalu banyak bermimpi. Aku sudah cukup senang jika kau bisa menunjukkan kecerdasan seperti Wuzhou, meskipun hanya sebagian kecilnya.”
Ling hanya tersenyum dan mengangkat bahunya tanpa mempermasalahkan keraguan kakeknya. “Bagaimana jika aku memang bisa seperti itu?”
Chen Qi terkekeh, memandang Ling seolah tidak percaya. “Jangan terlalu percaya diri,” katanya, meski tampak sedikit tersenyum, lalu tertawa kecil.
Liam, yang datang untuk menjemput Ling hari ini, hanya bisa tersenyum hambar mendengar kata-kata Chen Qi. Dalam hati, ia berpikir, Tuan Tua Chen, mungkin Anda tidak akan pernah percaya, tetapi ucapan Ling barusan mungkin saja benar.
*
Ling masuk ke dalam mobil Liam, yang sejak kemarin memang bersikeras mengajaknya pergi bersama. Katanya untuk mengucapkan terimakasih.
"Ling, kondisi kakekku sudah jauh membaik, semua berkat ramuan yang kau berikan. Keluargaku sangat ingin memberimu hadiah sebagai rasa terima kasih, tapi kami bingung apa yang mungkin kau sukai," ujar Liam dengan nada antusias.
"Benarkah?" Ling tampak sedikit terkejut mendengar itu.
Liam mengangguk dan menambahkan, "Aku tahu kau mungkin tidak membutuhkan ramuan lain. Ramuan dari keluargaku juga jelas tidak sebanding dengan buatanmu sendiri," katanya dengan nada sedikit murung.
Ling berpikir sejenak, sambil menopang dagunya. "Apakah keluargamu memiliki ramuan pemulihan?"
Liam tampak terkejut. "Ramuan pemulihan?" Sebagai ahli ramuan, ia tahu ramuan itu sangat sulit dibuat dan memerlukan bahan-bahan langka. Bahkan, ia sendiri belum pernah melihatnya secara langsung.
"Apa kau benar-benar membutuhkannya? Aku bisa menanyakan pada kakekku," tawar Liam, menatap Ling.
"Ya, boleh," jawab Ling dengan tenang, lalu beralih memainkan ponselnya.
Liam sempat ingin bertanya lebih lanjut karena ia penasaran untuk apa Ling membutuhkan ramuan itu. Namun, melihat Ling yang tampak enggan melanjutkan pembicaraan, ia memilih menahan diri.
Ramuan pemulihan merupakan ramuan khusus yang bisa memulihkan apa pun yang diinginkan, tergantung pada apa yang difokuskan saat meminumnya. Biasanya ramuan ini dipakai untuk mengembalikan ingatan yang hilang.
Mungkinkah Ling kehilangan ingatan? Apa itu alasan dia berubah seperti ini? pikir Liam dalam hati, merasa semakin penasaran.
“Oh, Ling, bagaimana kau bisa tahu soal penyakitku? Hanya aku dan kakek yang tahu, bahkan orang tuaku pun tidak,” tanya Liam penuh rasa ingin tahu.
Ling menatapnya tenang dan menjawab dengan pertanyaan, “Pernahkah kau dengar tentang Dewa Tabib?”
"Tentu saja," jawab Liam dengan antusias.
Dewa Tabib adalah sosok legendaris yang dikenal hampir di mana-mana. Dia berasal dari kota Bayangan dan dikenal karena keahliannya yang luar biasa. Dia telah belajar dari banyak guru senior, dan kemampuannya sangat jarang tertandingi.
Semua orang yang diobati olehnya selalu sembuh, tidak peduli seberapa berat penyakit mereka. Bahkan, dia hanya perlu sekali lihat untuk mendiagnosis masalah kesehatan seseorang. Namun, menemui Dewa Tabib tidaklah mudah. Hanya segelintir orang terpilih yang bisa menghubungi atau mendapatkan pertolongannya.
Liam merasa heran dan bertanya, "Apa hubungannya dengan Dewa Tabib?"
Bahkan bagi warga kota Bayangan, bertemu Dewa Tabib itu hampir mustahil. Ling, yang hanya berada di kota Urban, tentu kecil kemungkinannya mengenal sosok sehebat itu, pikirnya.
Ling tersenyum kecil dan berkata, “Aku hanya ingin tahu pendapatmu. Menurutmu, dia seperti apa?”
Liam menjawab dengan penuh kekaguman, “Dia luar biasa. Menurutku, dia adalah orang paling hebat yang pernah aku dengar. Bertemu dengannya adalah impianku yang terbesar.”
“Oh,” tanggapan Ling terdengar singkat dan datar, sambil ia mengangkat bahunya seakan hal tersebut tak terlalu penting baginya.
Liam menoleh dan menatap Ling takjub, seolah tak percaya. Bagaimana bisa Ling begitu acuh pada sosok sehebat Dewa Tabib? Ling benar-benar tampak tidak tertarik pada apa pun, dan bagi Liam, sikap ini benar-benar membingungkan.
“Aku benar-benar berterima kasih atas ramuannya, Ling. Hanya dalam waktu singkat, aku berhasil menembus tingkat ketiga! Bahkan kondisi kesehatanku jauh lebih baik dari sebelumnya. Ngomong-ngomong, tingkatanmu sekarang sudah di level berapa? Sejujurnya, aku tidak bisa melihat tingkatanmu sama sekali. Apakah kau masih berada di tingkat kedua? Rasanya tidak mungkin, melihat ramuan sehebat ini bisa kau buat. Atau mungkin kau sudah melampauiku?” Liam bertanya bertubi-tubi, matanya berbinar penuh antusias.
“Mungkin,” jawab Ling santai dengan nada malas, sama sekali tak menunjukkan rasa antusiasme yang sama.
“Baguslah kalau begitu. Setidaknya, sekarang kau tidak akan lagi diremehkan oleh Wuzhou atau Lu Yan. Mereka pasti akan gentar saat melihat betapa kuatnya dirimu sekarang,” ucap Liam menghibur Ling. Sedangkan Ling hanya memainkan ponselnya malas.
Tiba-tiba, Ling mengingat sesuatu. Ia menatap Liam sejenak sebelum bertanya, “Kenapa sebenarnya Chen Company menolak Wuzhou?”
Liam mengerutkan kening sejenak lalu menjelaskan, “Kabarnya, bibi Chen ingin agar Wuzhou lebih fokus pada pendidikannya. Tapi aku yakin ada alasan lain di baliknya. Ini semua pasti ada kaitannya denganmu, Ling. Bibi Chen pasti melakukan ini untuk kepentinganmu.”
“Karena penolakan itu, Wuzhou semakin memusatkan perhatiannya pada pengembangan Luo Company. Selain itu, mereka juga berencana untuk bergabung dengan Lu Company. Setelah Lu Yan memutuskan pertunangan denganmu, dia akan bekerja sama dengan Wuzhou dan akan bertunangan dengannya. Dan saat itu…” Liam terhenti mendadak, menyadari dirinya hampir mengucapkan sesuatu yang seharusnya tidak disampaikan. Ia melirik Ling dengan gugup, wajahnya berubah tegang. Pembicaraan tentang Lu Yan yang akan memutuskan kontrak pertunangan mereka adalah topik sensitif bagi Ling.
“Kenapa kau tidak melanjutkan?” tanya Ling dengan nada tenang, kini matanya tak lagi tertuju pada ponsel, namun pada Liam dengan sorotan tajam.
“I… itu…” Liam tergagap, merasa semakin gelisah. “Ah, tidak, aku hanya ingin mengatakan bahwa Lu Yan akan sangat menyesal jika dia benar-benar memutuskan pertunangan denganmu,” jawabnya buru-buru, berusaha menutupi kecemasannya.
Ling mengangguk pelan, kembali mengalihkan pandangannya pada ponsel di tangannya. Melihat itu, Liam menghela napas lega, menyadari ia baru saja selamat dari kesalahan fatal.
Bodoh, bodoh sekali aku ini! Untung saja dia tidak menerkammu! batin Liam, sadar akan kebodohannya setelah keceplosan.
Hampir saja Liam membangunkan singa yang sedang tidur.
kalo MCnya tetep kuat, kayak gk ada halangan sama sekali,, gk asik sih