Deskripsi Novel: "Bayang di Balik Jejak"
Di kota kecil Rivermoor yang diselimuti kabut, sebuah rumah tua bernama Rumah Holloway menyimpan rahasia kelam yang tidak pernah terungkap. Sejak pembunuhan brutal bertahun-tahun lalu, rumah itu menjadi simbol ketakutan dan misteri. Ketika Detektif Elena Marsh, yang penuh ambisi dan bayangan masa lalu, ditugaskan untuk menyelidiki kembali kasus tersebut, dia segera menyadari bahwa ini bukan sekadar pembunuhan biasa.
Jejak-jejak misterius membawanya ke dalam jaringan ritual gelap dan pembunuhan berantai yang melibatkan seluruh kota. Setiap langkah yang diambilnya memperdalam keterlibatannya dengan sesuatu yang lebih jahat daripada yang pernah ia bayangkan. Namun, ancaman terbesar justru datang dari bayang-bayang yang tak kasatmata—dan nama Elena ada di daftar korban berikutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zylan Rahrezi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PINTU YANG TERTUTUP
Pagi itu, udara terasa lebih dingin dari biasanya. Elena duduk di ruang bawah tanah rumah Edward, memandangi pedang yang kini tampak lebih gelap dari sebelumnya. Setiap goresan pada permukaannya mengingatkan pada kenyataan yang tidak bisa dia hindari—Liam masih terjebak, dan ada sesuatu yang lebih besar sedang mengintai di balik semua ini.
Edward duduk di meja depan komputer tua, meneliti beberapa teks kuno yang dia temukan selama pencarian mereka. Di atas meja, berbagai buku tebal dan lembaran-lembaran peta yang penuh dengan simbol-simbol kuno berserakan. Tapi meskipun semuanya menunjukkan bahwa ada jalan keluar, jawabannya tetap samar.
"Elena, kita perlu lebih banyak informasi," kata Edward dengan suara tegas, matanya fokus pada layar. "Ini bukan hanya tentang artefak. Ada sesuatu yang lebih besar yang mengendalikan semuanya—sesuatu yang sangat kuno."
Elena mengangguk, namun rasa putus asa perlahan merayap di dalam dirinya. "Aku sudah mencoba semua yang bisa kulakukan. Bayangan-bayangan itu... mereka mengikutiku."
Edward menatapnya dengan penuh perhatian. "Kita harus mencari tahu siapa yang mengendalikan bayangan-bayangan itu, Elena. Jika kita bisa mengidentifikasi kekuatan di baliknya, kita mungkin bisa menghentikan semuanya."
---
Jejak Misterius
Selama beberapa hari berikutnya, Elena dan Edward melakukan perjalanan ke tempat-tempat yang mereka anggap dapat memberikan jawaban—perkumpulan kuno, candi yang tersembunyi jauh di dalam hutan, dan bahkan ke perpustakaan pribadi seorang kolektor artefak. Setiap petunjuk yang mereka temui membawa mereka lebih dalam ke dalam misteri yang semakin gelap.
Namun, setiap langkah yang mereka ambil sepertinya hanya menggiring mereka lebih dekat pada bahaya yang tidak mereka pahami. Di suatu malam, saat mereka berada di dalam perpustakaan besar di sebuah kota terpencil, Elena menemukan sesuatu yang menarik di antara halaman-halaman kuno. Sebuah teks yang menceritakan tentang "Pintu yang Tertutup"—sebuah portal yang hanya dapat dibuka oleh pemegang artefak yang terpilih.
"Ini..." Elena berkata pelan, matanya terbelalak saat membaca lebih lanjut. "Pintu ini, Edward. Itu bisa menjadi jalan menuju dunia yang lebih gelap—tempat di mana kekuatan gelap itu berasal."
Edward mendekat dan membaca bersama. "Ini mengatakan bahwa untuk membuka pintu itu, seseorang harus membuat pengorbanan besar—sesuatu yang tidak bisa kembali."
Elena merasakan keringat dingin mengalir di dahinya. "Jadi ini bukan hanya tentang menyelamatkan Liam. Ini tentang membuka pintu ke sesuatu yang lebih berbahaya."
---
Pertemuan dengan Penjaga Pintu
Setelah banyak pencarian yang tidak membuahkan hasil, mereka akhirnya menemukan petunjuk yang membawa mereka ke sebuah reruntuhan kuno yang terletak jauh di pegunungan. Tempat itu tampaknya terlupakan oleh waktu, dengan batu-batu besar yang tertutup lumut dan rumput liar. Di sana, mereka menemukan pintu yang terbuat dari batu hitam yang penuh dengan ukiran yang tidak bisa mereka pahami.
"Ini dia," kata Edward, suaranya penuh ketegangan. "Ini adalah pintu yang kita cari."
Elena mendekat dengan hati berdebar, menyentuh permukaan batu yang terasa dingin di bawah jarinya. Tiba-tiba, suara rendah terdengar, dan sebuah bayangan besar muncul di depan mereka.
Seorang pria besar, berpakaian dengan jubah hitam panjang, muncul dari bayangan. Wajahnya tersembunyi dalam kegelapan, hanya matanya yang bersinar merah. "Kalian berani datang ke sini," kata pria itu dengan suara menggelegar. "Apa yang kalian cari?"
Edward berdiri tegak. "Kami mencari jawaban. Kami ingin membuka pintu ini."
Pria itu tertawa dingin. "Pintu ini tidak bisa dibuka tanpa harga yang sangat mahal. Dan kalian tidak siap membayar harga itu."
---
Harga Pengorbanan
Elena merasakan ketegangan semakin meningkat. "Kami tidak takut," katanya dengan suara keras. "Kami tahu apa yang kami hadapi."
Penjaga Pintu itu mengangkat tangan, dan seketika bayangan-bayangan gelap mulai muncul dari tanah, mengelilingi mereka. "Jika kalian ingin membuka pintu ini, kalian harus membuktikan bahwa kalian sanggup menanggung konsekuensinya."
Elena menggenggam pedangnya dengan kuat. "Kami siap."
Pria itu menatap Elena dengan tajam, matanya berkilat merah. "Baiklah. Maka buktikanlah."
Dengan sekejap, bayangan-bayangan itu menyerang, dan Elena terpaksa bertarung dengan semua kekuatan yang ada padanya. Pedang itu bersinar terang, memotong bayangan-bayangan itu menjadi serpihan-serpihan hitam. Setiap gerakan terasa seperti pertarungan dengan kegelapan itu sendiri.
Namun, semakin lama mereka bertarung, semakin Elena merasa tubuhnya lelah. "Edward!" teriaknya, berusaha menjaga keseimbangan. "Ini... ini bukan hanya tentang fisik!"
Edward meraih sebuah batu besar dari dekat, melemparkannya ke tengah bayangan, dan berteriak, "Kalian tidak bisa mengalahkan kami dengan kegelapan! Kami lebih dari itu!"
Pahlawan mereka bertarung mati-matian, tetapi dalam setiap pukulan yang mereka lakukan, bayangan itu semakin banyak, dan semakin kuat. Pada akhirnya, Elena tahu—mereka harus membuat pengorbanan.
---
Pintu Terbuka
Saat bayangan terakhir hancur, Elena terjatuh ke tanah, kelelahan dan hampir kehilangan harapan. Tapi di depan mereka, pintu itu perlahan mulai terbuka.
Penjaga Pintu berdiri di sana, mengamati mereka dengan tatapan penuh rasa hormat. "Kalian telah membuktikan keberanian kalian, tapi pengorbanan itu belum selesai."
Elena menatap pintu yang terbuka. "Kami siap."
Pria itu mengangguk dan melangkah mundur. "Masuklah, jika kalian ingin mengetahui kebenarannya. Tetapi ingat, kalian tidak akan pernah bisa kembali."
Dengan rasa takut yang menggetarkan seluruh tubuhnya, Elena melangkah ke dalam portal yang gelap, mengikuti Edward yang tidak gentar. Mereka tahu perjalanan ini akan mengubah segalanya. Pintu ini tidak hanya mengarah pada dunia yang lebih gelap—tapi juga pada rahasia yang tersembunyi lama dalam bayangan.