Langit yang sangat mencintai Monica merasa tidak bisa melupakannya begitu saja saat Monica dinyatakan meninggal dunia dikarenakan kecelakaan yang tiba-tiba. Diluar dugaan, arwah Monica yang masih penasaran dan tidak menerima takdirnya, ingin bertemu dengan Langit. Dilain tempat, terdapat Harra yang terbaring koma dikarenakan penyakit dalam yang dideritanya, hingga Monica yang terus meratapi nasibnya memohon kepada Tuhan untuk diberi satu kali kesempatan. Tuhan mengizinkannya dan memberinya waktu 100 hari untuk menyelesaikan tujuannya dan harus berada di badan seorang gadis yang benar-benar tidak dikenal oleh orang-orang dalam hidupnya. Hingga dia menemukan raga Harra. Apakah Monica berhasil menjalankan misinya? apakah Langit dapat mengenali Monica dalam tubuh Harra?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon S.Prayogie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 15 : PERTEMUAN
..."Menatap bola matamu saat menatapku adalah suatu hal yang sangat aku rindukan, yaa-- Aku rindu"...
...----------------...
Langit terduduk di meja kerjanya sambil memandang sebuah bingkai foto yang didalamnya terdapat foto dia dan Monica di area balap. Tersenyum gembira dengan latar belakang langit senja yang berwarna jingga.
Sudah 3 minggu sejak meninggalnya Monica dan Langit belum kembali mendatangi makamnya. Langit masih tidak tahu mau dibawa kemana lagi arahnya, dirinya terasa hampa dan kosong. Sehari-harinya hanya dihabiskan dikantor hingga larut malam lalu pulang ke apartemennya dan kembali meneguk sebotol wiski dan begadang hingga pagi hanya untuk melihat beberapa film yang sebenarnya tidak menarik perhatiannya. Dia tertidur di jam 5 pagi dan bangun di jam 7 pagi untuk kembali berangkat kekantor.
Orang-orang disekitar Langit sudah berusaha mengajaknya untuk melepaskan diri dengan bertamasya, party atau bahkan Viona mengajak Langit ke area balap dan meminta Langit untuk kembali ke dunia balap. Namun, Langit menolak itu semua dan memilih untuk membuat badannya tetap lelah dengan setumpuk pekerjaan.
Tiba-tiba pintu ruangannya terbuka dan terlihat Viona yang berdiri didepan mejanya.
"Kalau kayak gini, kamu sama aja mati" kata Viona sambil memandang tajam adiknya itu.
Langit mendongakkan kepalanya dan memandang wajah Viona dengan tatapan kosong.
"Aku lelah, tinggalin aku sendiri" kata Langit lalu kembali membuka laptopnya.
"Hidup Langit-- hiduplah. Monica pun pasti sedih lihat kamu kayak gini" kata Viona sambil berkacak pinggang.
"Kalau dia sedih, kenapa dia ninggalin aku?" kata Langit sedikit meninggikan suaranya.
"Itu takdir Tuhan, Monica pun pasti nggak mau kayak gini-- Dan kamu tahu, Pak Jaka amat sangat merasa bersalah melihat kamu seperti ini. Seperti zombi, raga kamu berjalan, tapi jiwamu hilang" kata Viona sambil menggenggam erat pinggiran meja kerja Langit.
Langit menatap mata Viona. Lalu dia menyandarkan punggungnya kekursi dna menghela nafas panjang.
"Kamu mau aku kayak gimana?" tanya Langit kepada kakaknya.
"Kumpul sama yang lain, party, jalan-jalan, nongkrong di cafe-- terserah, tapi bukan kamu mengunci diri dikantor dan kamar apartemenmu" kata Viona panjang lebar.
"Oke, traktir aku kopi dibawah" kata Langit lalu berdiri yang membuat Viona terkejut melihatnya.
"Ehh-- Oke-- Okee" kata Viona yang melihat Langit berjalan keluar dari kantornya dan diikuti Viona dibelakangnya.
Mereka berdua berjalan menuju cafe yang ada di lantai bawah. Viona mengamati Langit dari samping. Sejujurnya kepalanya terasa berat karena bingung menghadapi adiknya saat itu. Langit yang biasanya selalu memiliki banyak opini, tiba-tiba menjadi sosok pendiam yang membuatnya bingung untuk memulai pembicaraan diantara mereka.
Langit berjalan cepat menuju ke cafe tanpa memperdulikan Viona yang ada didepannya. Namun tiba-tiba langkah Langit berhenti yang membuat Viona yang ada dibelakangnya menabrak punggung Langit.
"Aduhh-- Kok tiba-tiba berhenti sih" kata Viona dengan terkejut. Lalu dia berjalan kesamping Langit dan melihat Langit yang terdiam tertegun.
Viona terdiam dan meluruskan pandangan Langit dan melihat didepan mereka berdiri seorang wanita yang tampak sangat modis. Dari ujung kaki hingga kepalanya memakai brand ternama. Wanita dengan rambut bergelombang berwarna hazelnut, mengenakan blouse putih berlengan panjang dengan aksen pundak terbuka dan bawahan rok denim berwarna pink, mengenakan sepatu hak tinggi dan kacamata hitam besar yang tampak berkelas dan anggun.
Wanita itu mendekat kearah Langit dengan melipat kedua tangannya yang disalah satu tangannya membawa tas branded seharga lebih dari 500 Juta Rupiah.
"Langit Mahesa Brata--" Wanita itu menyebutkan nama lengkap Langit yang masih berdiri memandangnya dengan tajam.
"Iya benar, ada yang bisa saya bantu?" tanya Langit dengan mengerutkan dahinya. Dia tidak mengenal wanita yang ada didepannya itu. Muncul pertanyaan dalam otak Langit, siapa dia? Bagaimana bisa dia mengenalku.
Wanita itu tersenyum simpul mendengar jawaban Langit lalu membuka kacamata besarnya. Tampak dua bola mata yang berwarna coklat muda, raut wajahnya terlihat secara jelas. Wajah yang cantik dengan mata besar, hidung mancung dan bibir yang kecil namun tampak sintal.
"Manoharra Della Agatha, Harra-- Salam kenal" katanya sambil mengulurkan tangan didepan Langit.
Langit merasa ragu namun tetap menyambut jabatan tangan Harra lalu segera melepasnya.
"Mohon maaf. Anda siapa? Bagaimana bisa mengenal saya?" tanya Langit tanpa basa-basi.
Harra tersenyum kecil lalu mengangguk memberikan salam kepada Viona yang ada disamping Langit. Viona ikut mengangguk menjawab sapaan Harra.
"Sebentar lagi kamu akan tahu, sekarang aku hanya ingin melihatmu secara langsung dalam jarak dekat. Perfect" kata Harra lalu kembali memakai kacamatanya dan menganggukkan kepalanya kepada Langit dan membalikkan badan untuk pergi dari area kantornya. Tampak 2 orang berbadan besar dengan jas hitam mengikuti Harra dari belakang.
Langit semakin mengerutkan dahinya melihat apa yang ada didepannya.
"Dia siapa?" Viona bertanya dengan penuh kebingungan.
"Entah-- Aku juga nggak kenal" kata Langit yang kemudian segera berjalan kembali menuju cafe dan diikuti oleh Viona yang masih melihat Harra masuk kedalam mobil mewahnya dan melaju pergi dari area gedung itu.
Langit dan Viona duduk diarea luar cafe untuk menghisap rokok sambil menikmati kopi favorit mereka.
"Wahhh-- Gila sih" kata Viona sambil mengusap tab miliknya. Matanya tampak liar membaca yang tertera disana.
"Ini bukannya cewek tadi?" kata Viona sambil menunjukkan berita yang dilihatnya di tab kepada Langit.
Langit menghisap rokoknya lalu melirik sekilas ke tab Viona dengan rasa tidak tertarik. Namun Langit tetap membaca judul artikel dengan foto wanita itu.
"Perusahaan Raksasa Otomotif Jepang Menunjuk Ahli Waris, Akan Menjadi CEO Termuda Yang Memiliki Darah Indonesia"
Langit semakin mengerutkan keningnya.
"Dia CEO-- Gila CEO" kata Viona kehabisan kata-kata.
Langit lau mengambil tab milik Viona dan membaca berita yang ada didalamnya. Dia membaca kata demi kata yang ada disana.
"Kenapa dia mendatangiku?" Gumam Langit didalam hatinya
"Berarti dia berdarah campuran Jepang-Indonesia. Pantesan cantik banget. Tapi-- Kenapa dia datangin kamu? CEO Perusahaan Otomotif?" Viona memandang Langit dengan tatapan bingung.
Lalu Langit meletakkan tab Viona lalu balik memandang Viona dengan tajam.
"Pasti kenalanmu kan Kak? Ini rencanamu?" Tanya Langit dengan nada tajam.
"Hah?? Nggak lah-- Aku aja baru lihat dia hari ini, dan aku cari tahu namanya di web. Rencana? Rencana apaan? Kalau aku punya kenalan ahli waris Perusahaan Otomotif terkenal, pasti udah dari dulu aku minta dia jadi sponsormu saat kamu masih aktif balapan" kata Viona menerangkan merasa tidak terima Langit mencurigainya.
Langit terdiam mendengar jawaban Kakaknya. Benar juga, pikirnya. Kakaknya adalah satu-satunya orang dalam keluarganya yang sangat mendukung Langit saat dia menjadi atlit balap motor. Viona akan melakukan banyak hal untuk mendukung minat adiknya itu.
Langit lalu segera menghabiskan kopinya dan pergi meninggalkan Viona yang kebingungan melihat tingkah adiknya.
"Lahh langsung pergi aja" kata Viona sambil berteriak.
"Thanks" kata Langit tanpa membalikkan badan dan melambaikan tangannya sambil berlalu pergi.
"Hmm---" Viona terdiam dan melipat kedua tangannya didada. Dia memandang kembali berita di tabnya dan memandang lekat wajah gadis yang ada diberita itu.
"Manoharra Della Agatha" Gumam Monica dengan mengerutkan dahinya.
...----------------...
Wanita itu mengamati jalanan yang tampak berbeda dengan tempatnya tinggal selama ini. Dibalik kacamata hitamnya, dia tanpa sadar meneteskan air matanya. Membuat dirinya sendiri kebingungan dengan apa yang terjadi pada dirinya.
"Tissu please" katanya meminta tissu kepada pengawal pribadi yang duduk dibangku depan.
"Anda baik-baik saja Nona?" tanya pengawalnya sambil memberikan tissu.
"Ya--" jawabnya sekilas lalu membasuh air matanya yang menetes di pipinya dengan wajah datar.
"Mungkin anda merindukan Nyonya, ini adalah tanah air Nyonya besar. Perlu kami antar kesana?" tanya salah satu pengawalnya.
"Nggak, kita pulang" kata wanita itu singkat sambil kembali menatap arah jalanan.
Hatinya tiba-tiba terasa sesak, seperti sebuah kerinduan yang mendalam. Hal yang sama saat dia melihat Langit untuk pertama kalinya. Dia berusaha untuk tidak berlari dan memeluk Langit. Perasaan yang aneh, dia sendiri pun tidak memahaminya.
Harra menghembuskan nafasnya lalu mengeluarkan obat dari dalam tasnya dan segera meminumnya. Dia berusaha menenangkan dirinya.
"Aku tidak mengenalnya, namun kenapa aku merasa kerinduan yang teramat sangat" gumam Harra dalam hatinya.