Retak Akad Cinta

Keesokan harinya, ayah Amanda menemuiku. Ia mengucapkan maaf kepadaku karena dia sempat membentakku. Untuk rasa permintaan maaf dia mengajakku untuk makan malam.

"Maaf Bu Kaila sebelumnya, Ibu single parent kan. Tapi Bu, jangan salah paham dulu. Ini Amanda minta Ibu datang ke rumah untuk makan malam. Saya dapat info jika Ibu single parent, maaf nih Bu bukan saya mengejek atau menghina. Saya ingin membahagiakan Amanda Bu. Karena dia ini kalau di rumah merasa kesepian. Mungkin Ibu bisa membawa anak-anak Ibu ke rumah, agar bisa main sama Amanda," ucap Ayah Amanda.

"Kayanya saya gak enak deh Pak, jika saya datang ke rumah Bapak. Gak adab aja, lagi pula anak saya banyak Pak ada 4. Rusuh nanti di rumah Bapak, bikin berantakan rumah Bapak gara-gara anak-anak saya buat rusuh," ucapku menolak.

"Aduh Bu, bagaimana yah. Amanda pasti ngambek lagi dengan saya ini, Gini aja deh Bu, anggap aja sebagai kunjungan guru ke tempat muridnya," bujuk ayah Amanda.

"Kalau kunjungan saja, bisa siang Pak habis saya ngajar dari sekolah," ucapku.

"Iya Bu, tidak apa-apa. Saya sangat berterima kasih banyak dengan Ibu. Saya juga minta maaf atas sikap saya sebelumnya. Oh iya kata Amanda, ibu membelikan seragam baru ketika baju Amanda basah. Berapa Bu, semuanya biar saya ganti uang Ibu," ucap ayah Amanda.

"Tidak usah Pak, tidak usah di ganti," ucapku.

"Ini Bu, terimalah. Semoga cukup." Ucap ayah Amanda sambil memberikan amplop kepadaku. Dia terus memaksaku untuk mengambil amplop putih itu dan dengan terpaksa aku mengambil amplop putih itu.

"Terima kasih Pak, saya terima ini," ucapku sambil menerima amplop darinya.

"Oh iya saya belum perkenalkan diri saya, nama saya Andi. Terima kasih banyak Bu, kalau begitu saya permisi dulu," ucap Andi.

"Iya Pak, silahkan," ucapku.

"Assalamu'alaikum."

"Waalaikumsalam."

Seperti biasa kupulang dengan Adam anak ketigaku, karena memang Adam bersekolah di tempat aku mengajar. Sekitar 30 menit perjalananku menuju ke rumah. Cia dan Caca sudah di rumah 1 jam yang lalu.

Aku masuk kamar, dan langsung membersihkan tubuhku. Terasa sangat lengket tubuh ini dan lelah. Selesai mandi, kuminum obatku dan kurebahkan tubuhku yang lelah ini. Kasur memang tempat ternyaman untuk meluruskan tulang-tulangku.

Aku tidak mau ingat akan masa laluku, jika aku selalu mengingat masa lalu maka aku tidak akan berjuang untuk masa depan. Masa panjang perjalananku, untuk membesarkan keempat anakku.

Aku baru ingat tentang amplop dari ayah Amanda, kubuka amplopnya, ketika Aku membuka amplop, terkejut dengan isi jumlahnya.

"Masya Allah 2 juta, aku hanya membelikan seragam 200rb. Janji Allah memang nyata jika kita amal maka akan di ganti 10 kali lipat. Beli seragam 200 ribu, bantuannya 2 juta," gumamku.

Uangnya akan aku pakai untuk bayar spp anakku, aku bersyukur. Ini rezeki anak-anak. Cukup untuk bayaran Cia dan Caca untuk 1 bulan.

Aku tak mengharapkan uang dari mantanku. Dia tidak memberikan nafkah kepada keempat anaknya, darah dagingnya. Laki-laki tak bertanggung jawab. Biarlah dengan tanganku, akan kudidik anak-anakku. Walaupun kuperas keringatku untuk mencari uang.

"Kaila, kamu sudah minum obat?" tanya Bundaku.

"Sudah Bun, tadi habis mandi aku minum obatnya," jawabku.

Kita tidak tahu apa yang akan terjadi kedepannya. Sekarang aku kesusahan mencari uang untuk keempat anakku. Ini yang aku takutkan, kenapa aku dulu mempertahankan pernikahan neraka itu karena tanggunganku ada empat. Orang-orang hanya berkata, 'sudah cerai saja untuk apa dipertahankan,' memang enak banget mereka berbicara seperti itu. Saya yang merasakan kesusahan yaitu aku.

Kadang dalam pikiranku, jangan banyak bicara jika kamu tidak merasakan. Tapi sekarang aku sudah iklas. Mantanku juga sudah menikah dengan selingkuhannya. Bagiku biarlah, Allah tidak tidur dan Dia tetap melihat perbuatan hamba-hambanya.

Aku kadang tersenyum sendiri di depan cermin, bukan karena aku gila yah senyum sendiri. Karena aku mencoba menguatkan diri aku sendiri dan berkata dalam cermin, "Kaila kamu bisa! kamu pasti bisa!."

Setiap malam aku bercengkrama dengan anak-anakku. Kutanyakan Cia dan Caca jika mereka ada pr maka aku akan mengajari mereka, alhamdulilah aku lulusan S1 jurusan pendidikan Teknik Elektro di sebuah universitas yang ada di Jakarta, negeri pula. 1 kampus dengan mantan suamiku dulu dan juga satu kampus dengan author hehehe.

Sebenarnya author ini, orangnya pendiam tidak banyak bicara, tapi dia selalu baik denganku. Ajak aku ke masjid ketika kuliah dulu. Ah aku malu jika aku ingat masa-masa kuliah dulu. Karena kalau dibilang dekat dengan author tapi gak terlalu dekat juga sih. Yah seperti itulah hubungan pertemanan kami.

Aku bisa sadar juga karena dukungan teman-temanku, karena ketulusan cinta dan doa merekalah yang Allah dengar dan aku bisa diselamatkan. Bayangkan jika aku terus menerus meratapi keadaanku, aku gila lalu anak-anakku bagaimana jadinya. Siapa yang merawat keempat anakku. Dukungan dari keluargaku juga yang menguatkanku.

Ah aku lelah untuk menceritakan masa lalu, biarlah masa lalu sebagai pembelajaran yang luar biasa untuk diriku ini.

***

Pagi menyongsong, aku menyiapkan anak-anakku. Pertama aku memandikan si kecil lalu aku menyuruh Cia, Caca dan Adam untuk mandi. Aku menyiapkan sarapan untuk untuk keempat anakku. Masakan sederhana akan tetapi anak-anakku lahap untuk memakannya. Menunya hanya nasi goreng dan telur dadar.

Cia dan Caca diantar ke sekolah oleh Abahku. sebelum berangkat ke sekolah aku selalu bertanya, "Ada yang ketinggalan gak?" mereka akan mengecek lagi terlebih dahulu jika sudah yakin tidak ada yang tertinggal maka mereka baru berangkat dengan abahku.

Mereka memeluk dan menciumku lalu berpamitan denganku. Si kecil aku titip dengan bundaku dan Adam berangkat denganku. Kukendarai motor scooter warna merahku. Menjadi orang tua untuk murid-muridku sementara di sekolah. Mengajar materi-materi yang mereka harus pelajari.

"Assalamu'alaikum De," sapa Mba Tina.

"Waalaikumsalam Mba," sapa balik kepadanya.

"Bagaimana kelas pagi ini, ada siswa yang berulah lagi di kepadamu De," tanya Mba Tina.

"Alhamdulilah Mba, gak ada yang aneh-aneh. Lagi pula kepsek kemarin sudah memanggil ketiga anak yang membully Amanda. Jadi mereka gak berani berulah lagi," jawabku.

"Amanda bagaimana di dalam kelas, ketika kamu mengajar dia?" tanya Mba Tina.

"Anaknya pendiam banget Mba, gak banyak omong. Kalau di tanya yah dia jawab, kalau gak di tanya dia diam aja dan kurang bersosialisasi dengan teman-temannya. Mungkin masih ada trauma," jawabku.

"Perlu adanya pendekatan De, kamu ' kan wali kelasnya," ucap Mba Tina.

"Iya Mba, Insha Allah," ucapku.

'Astagfirullah...aku ada janji dengan ayahnya Amanda sepulang sekolah, lupa aku,' batinku.

Bersambung

✍ Ramaikan komen karena komen kalian membuat saya sangat bersemangat untuk menulis dan ide mendadak untuk saya.

Jadilah dermawan dengan cara like, subscribe dan follow aku. Vote nya juga yah

Baca juga yuk cerita serunya

5 tahun menikah tanpa cinta

Salah Lamar

Love dari author sekebon karet ❤