Perasaan Bisma yang begitu besar kepada Karenina seketika berubah menjadi benci saat Karenina tiba-tiba meninggalkannya tanpa alasan yang jelas.
Apa yang sebenarnya terjadi?
Akankan Bisma dan Karenina bisa bersatu kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon poppy susan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 11 Indra Masuk Rumah Sakit
Bisma masuk ke dalam ruangan rapat, padahal waktu untuk bertemu klien masih satu jam lagi. Bisma mengusap wajahnya dengan kasar, napasnya masih tersengal-sengal menahan emosi yang menggunung di dadanya.
"Sekuat aku membenci dirimu, nyatanya hati kecilku masih menyimpan rasa cinta untukmu," batin Bisma.
Bisma sangat cemburu melihat kedekatan Nina dan Rendra. Bisma sangat membenci Nina namun dia juga tidak suka jika Nina dekat dengan pria lain. Sepertinya rasa cinta Bisma yang sangat besar di masa lalu membuat Bisma mulai terobsesi kepada Nina, dia ingin Nina selalu berada di dekatnya.
"Aku harus mencari cara supaya Nina tidak ada waktu untuk bertemu dengan pria itu walaupun cuma sebatas saling sapa," gumam Bisma.
Tiba-tiba ponselnya bergetar, pertanda ada notif pesan yang masuk. Bisma membukanya dan ternyata itu dari Rani. Rani membujuk Bisma untuk mau dijodohkan dengan Nadira.
"Mommy apa-apaan sih, sudah tahu aku tidak menyukai Nadira masih saja di paksa," geram Bisma.
Bisma mulai terdiam, seketika dia ingat sesuatu akan ucapan Bapak-bapak di lapangan golf kemarin. "Om Indra mengalami stroke, kok bisa? sebenarnya apa yang sudah terjadi di keluarga Nina? kenapa aku sama sekali tidak tahu," batin Bisma.
Beberapa saat kemudian, rapat dengan klien pun dimulai. Nina dengan setia mendampingi Bisma, hingga tidak lama kemudian Nina merasakan ponselnya bergetar. Dia segera membukanya dan betapa terkejutnya Nina saat mendapat pesan dari Mamanya jika Papanya masuk rumah sakit.
"Ya, Allah, Papa kenapa?" batin Nina panik.
Nina ingin sekali berlari keluar ruangan rapat, tapi dia tidak bisa seenaknya karena dia harus izin dulu kepada Bisma. Sedangkan saat ini Bisma masih berdiskusi dengan klien. Bisma melirik ke arah Nina, dia tahu jika Nina sedang gelisah dan wajahnya terlihat pucat dan panik.
Dua jam berlalu, rapat pun selesai dan Nina bergegas menghampiri Bisma. "Maaf Pak, aku mau izin pulang," ucap Nina ragu-ragu.
"Ada apa?" tanya Bisma.
"Papa aku masuk rumah sakit jadi aku harus segera ke sana," sahut Nina.
Bisma sedikit kaget, dia tidak berhak menahan Nina. "Baiklah, tapi ingat aku hanya memberimu izin hari ini saja besok kamu harus masuk tidak boleh libur," sahut Bisma.
"Baik Pak, terima kasih."
Nina segera berlari keluar dari ruangan rapat. Sebenarnya Bisma ingin sekali mengantarkan Nina ke rumah sakit tapi ego dia tidak mengizinkannya untuk melakukan itu. Nina menggunakan taksi menuju rumah sakit, perasaan Nina tidak menentu sangat khawatir dengan keadaan Papanya.
Sesampainya di rumah sakit, Nina segera bertanya kepada resepsionis dan setelah mengetahui ruangan rawat Papanya, dia pun langsung berlari. Sesampainya di depan ruangan rawat Indra, Nina pun masuk dan ternyata Nino sudah ada di sana bersama Mamanya.
"Bagaimana keadaan Papa?" tanya Nina khawatir.
"Tadi Papa jatuh di kamar mandi, Mama salah karena sudah meninggalkan Papa sendirian di kamar mandi," sahut Mama Venna dengan deraian air mata.
"Jangan menyalahkan diri sendiri, mungkin ini sudah takdir. Kita do'akan saja semoga Papa baik-baik saja," ucap Nina sembari memeluk Mamanya.
Saat ini Indra masih belum sadarkan diri dan dokter masih meneliti kemungkinan yang terjadi kepada Indra. Tidak lama kemudian, pintu ruangan rawat Indra terbuka dan seorang suster datang.
"Maaf, dokter ingin bicara dengan pihak keluarga pasien," ucap Suster.
"Biar Nino saja, Ma," sela Nino.
"Aku ikut, Kak," seru Nina.
Akhirnya Nino dan Nina yang datang menemui dokter. Mereka duduk di hadapan dokter dan keduanya terlihat gelisah karena takut terjadi kenapa-napa kepada Indra.
"Bagaimana kondisi Papa kita, dok?" tanya Nino.
"Saat ini kondisi pasien sangat kritis. Pasien mengalami serangan jantung dan itu bisa mengakibatkan kematian, namun pasien beruntung masih bisa selamat namun kondisinya untuk saat ini sangat kritis," sahut Dr.Soni.
"Terus bagaimana, dok? apakah Papa akan kembali sehat?" tanya Nina dengan mata yang berkaca-kaca.
"Begini, akibat dari kejadian itu pasien mengalami cacat otak. Pasien akan mengalami kelumpuhan permanen dan sulit untuk berbicara jadi untuk saat ini pasien harus dirawat di rumah sakit untuk jaga-jaga," sahut Dr.Soni.
Nino dan Nina membelalakkan matanya, mereka sangat kaget dengan apa yang diucapkan oleh dokter. Bahkan Nina sudah meneteskan air matanya dan Nino dengan cepat memeluk adiknya itu.
"Kalian harus sabar, perbanyaklah berdo'a karena kita tidak tahu keajaiban Allah datang kapan saja," ucap Dr.Soni.
Setelah bicara panjang lebar, Nino dan Nina pun keluar dari ruangan dokter. Keduanya segera kembali ke ruangan rawat Indra dan memberi tahu kan keadaan Indra. Venna tidak kalah terkejut, bahkan ia menangis histeris sampai-sampai Nino dan Nina harus menenangkan Mama mereka.
Setelah lumayan tenang, Nina memutuskan untuk keluar dan duduk di taman rumah sakit sendirian. "Ya Allah, kenapa Engkau berikan ujian bertubi-tubi kepada keluarga Hamba? jika bisa memilih, tolong ambil saja nyawa aku jangan Papa karena Mama masih membutuhkan Papa," batin Nina dengan deraian air matanya.
Tiba-tiba pundak Nina ada yang menepuk dan itu membuat Nina kaget. "Dr.Ami," ucap Nina.
Wanita matang itu tersenyum, lalu duduk di samping Nina. "Kok dokter ada di sini?" tanya Nina.
"Saya sekarang bekerja di rumah sakit ini. Kamu sendiri sedang apa di sini? apa ada keluhan lagi?" seru Dr.Ami.
"Seperti yang dokter bilang dulu, aku akan mengalami fase di mana mudah lelah dan sekarang aku mengalami itu bahkan kemarin-kemarin aku sempat mimisan, dok," sahut Nina.
"Jangan dibiarkan, kamu harus sering cek up. Tenang saja, saya akan siap kapan pun kamu membutuhkan saya," ucap Dr.Ami sembari memegang tangan Nina.
"Terima kasih dok, selama ini dokter sudah sangat baik kepadaku."
"Sama-sama," sahut Dr.Ami.
Keduanya berbincang-bincang, hingga Dr.Ami pun melihat jam tangannya. "Maaf Nina, saya harus kembali bekerja. Pokoknya lusa saya tunggu kamu di sini, jangan sampai tidak datang ya," ucap Dr.Ami.
"Baik, dokter."
Dr.Ami pun akhirnya pergi, Nina tampak melamun dan memikirkan apa yang diucapkan oleh Dr.Ami. Hingga Nina tersentak, kaget kala Nino datang menghampiri.
"Kamu di panggil-panggil kok gak nyahut sih?" kesal Nino.
"Astagfirullah, maaf Kak barusan aku lagi melamun. Ada apa Kak? Papa baik-baik saja 'kan?" tanya Nina panik.
"Papa belum sadarkan diri," sahut Nino sedih.
"Terus, kenapa wajah kakak sedih begitu?" tanya Nina kembali.
"Kamu sadar gak, kalau ini rumah sakit mahal? barusan kakak sudah tanya kepada pihak pendaftaran jika untuk penyakit berat seperti Papa tidak bisa pakai BPJS jadi harus bayar pakai umum dan biaya rawat perhari di rumah sakit ini mahal banget, bagaimana kita bisa bayarnya? sedangkan gaji kakak tidak memungkinkan dan tidak besar juga," sahut Nino sedih.
Nina mengusap wajahnya kasar. "Kakak jangan khawatir gaji aku 'kan sekarang besar jadi untuk biaya rumah sakit ini biar aku yang tanggung," ucap Nina menenangkan Nino.
"Ingat dek, kamu jangan kelelahan," sahut Nino.
"Tenang saja, kerja Nina tidak berat dan tidak capek hanya nulis saja di meja kerja bahkan aku sering ketiduran di meja kerja untung aku punya bos baru yang baik jadi aku tidak dimarahi," dusta Nina.
"Syukurlah, tapi kakak juga tidak akan tinggal diam, kakak akan berusaha dan mencari kerja sampingan juga," sahut Nino.
Nina tersenyum dan menganggukkan kepalanya, pokoknya Nino dan Mamanya jangan sampai tahu jika sebenarnya Nina menderita bekerja di sana.