NovelToon NovelToon
Pernikahan Di Atas Skandal

Pernikahan Di Atas Skandal

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Lari Saat Hamil / Selingkuh / Cinta Terlarang / Pelakor
Popularitas:5.1k
Nilai: 5
Nama Author: Edelweis Namira

Btari harus menjalani pernikahan kontrak setelah ia menyetujui kerja sama dengan Albarra Raditya Nugraha, musuhnya semasa SMA. Albarra membutuhkan perempuan untuk menjadi istru sewaan sementara Btari membutuhkan seseorang untuk menjadi donatur tetap di panti asuhan tempatnya mengajar.
Sebenarnya Btari ragu menerima, karena hal ini sangat bertolak belakang dengan prinsip hidupnya. Apalagi Btari menikah hanya untuk menutupi skandal Barra dengan model papan atas, Nadea Vanessa yang juga adalah perempuan bersuami.
Perdebatan selalu menghiasi Btari dan Barra, dari mulai persiapan pernikahan hingga kehidupan mereka menjadi suami-istri. Lantas, bagaimanakah kelanjutan hubungan kedua manusia ini?
Bagaimana jika keduanya merasa nyaman dengan kehadiran masing-masing?
Hingga peran Nadea yang sangat penting dalam hubungan mereka.
Ini kisah tentang dua anak manusia yang berusaha menyangkal perasaan masing

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Edelweis Namira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BARRA, SUAMINYA BTARI.

Di dalam tenda, Raka sedang dengan telaten mengganti perban di kaki Btari yang tampak membengkak. Meski Btari berusaha terlihat tegar, rasa sakit di wajahnya tak bisa sepenuhnya disembunyikan. Kakinya ternyata memang lumayan parah.

"Btari, kamu harus benar-benar istirahat setelah ini," ujar Raka lembut sambil menyelesaikan pekerjaannya. "Kondisimu bisa makin buruk kalau terus dipaksakan."

Btari hanya mengangguk pelan, bibirnya terkatup erat untuk menahan keluhan.

"Kalau ada apa-apa, kamu bisa hubungi aku." Ucap Raka.

Btari berusaha tersenyum tipis. Namun tiba-tiba, ia mendengar namanya dipanggil dengan suara yang terdengar familiar.

“Btari!”

Semua orang di tenda langsung menoleh ke arah suara itu. Barra muncul dengan langkah cepat, wajahnya penuh kekhawatiran. Sebelum Btari sempat bereaksi, Barra sudah berada di hadapannya. Tanpa ragu, lelaki itu memeluknya erat, seolah memastikan Btari benar-benar ada di sana.

Btari terkejut, matanya membelalak, tetapi ia tidak berkata apa-apa. Suasana di tenda seketika hening. Raka hanya bisa memandang pemandangan itu dengan wajah yang sulit diterjemahkan, sementara anggota tim Btari saling bertukar pandang bingung.

"Kenapa kamu nggak bilang kalau kondisimu separah ini? Hpmu juga kenapa nggak aktif? Kepalaku rasanya mau pecah karena khawatir." tanya Barra dengan nada panik, suaranya bergetar. Ia melepaskan pelukannya dan langsung memeriksa Btari dari kepala hingga kaki, tatapannya penuh kecemasan.

Btari masih terdiam, bingung bagaimana harus merespons. Sementara itu, Raka yang berdiri di sebelah mereka akhirnya membuka suara, mencoba menenangkan situasi.

"Kondisi kakinya memang butuh perawatan lebih lanjut," kata Raka dengan nada profesional, meski ada sedikit ketegangan di matanya. "Tapi sejauh ini lukanya sudah saya tangani dengan baik."

Barra mengangguk, meski sorot matanya tetap terpaku pada Btari. "Aku nggak akan biarkan kamu tinggal di tempat seperti ini lebih lama lagi," ujar Barra tegas. "Kita harus cari tempat yang lebih aman untuk kamu istirahat."

Btari hanya bisa menghela napas pelan, menyadari bahwa dirinya kini menjadi pusat perhatian. Namun, di balik rasa canggungnya, ada sesuatu di dada yang perlahan terasa hangat—meskipun ia tahu, hubungan mereka hanyalah sementara.

Masih dalam posisi duduk di kursi pengungsian, Btari lalu mencoba menenangkan Barra yang tampak terlalu panik.

"Barra, aku nggak apa-apa," ujarnya lembut, meski suaranya terdengar lelah. "Lukanya memang masih nyeri, tapi aku sudah dirawat dengan baik oleh Dokter Raka."

Barra mengerutkan kening, masih belum puas dengan penjelasan itu. "Tapi, Btari... kamu nggak bilang soal luka ini dari awal. Apa kamu tahu betapa khawatirnya aku?" Wajahnya yang serius membuat semua orang di tenda diam, kecuali Alexa dan Alvian yang tersenyum kecil sambil mengamati dari samping.

Sikap Barra yang begitu cemas membuat anggota tim Btari hanya saling bertukar pandang, lalu tersenyum melihat kedekatan keduanya. Alexa bahkan sempat berbisik ke Alvian.

"Lucu banget, Btari tidak pernah cerita kalau suaminya seposesif ini, ya."

"Makanya saya nggak ngizin dia pergi ke hutan kemarin. Walaupun tidak dekat, saya kenal Albarra memang akan secerewet ini jika menyangkut orang yang dia sayang." Alvian bersuara pelan.

Namun, situasi itu tidak berlaku bagi Raka. Ia berdiri di samping, memperhatikan interaksi antara Btari dan Barra dengan ekspresi yang sulit diterjemahkan. Ada kehangatan di antara mereka yang tidak bisa ia abaikan, tetapi sekaligus membuat dadanya terasa sesak.

"Siapa dia sebenarnya?" pikir Raka sambil mengepalkan tangan di balik punggungnya. Pertanyaan itu terus berputar-putar di pikirannya.

Lelaki bernama Barra ini tiba-tiba datang, memeluk Btari tanpa ragu, dan kini bersikap seolah bertanggung jawab penuh atas Btari, membuat hatinya terasa terusik. Sikapnya seperti pasangan Btari.

Btari yang menyadari atmosfer di sekitar mereka, berusaha mengalihkan perhatian. Matanya menatap Raka.

"Bar, ini Dokter Raka, mantri di sini. Dia yang membantu mengobati kakiku sejak awal. Kalau bukan karena dia, mungkin kondisiku akan lebih buruk." Kata Btari tersenyum tulus.

Raka tersenyum kecil ketika mendengar namanya disebut, tetapi sorot matanya tetap tidak bisa menyembunyikan rasa penasaran.

Barra menatap Raka dengan tegas, lalu mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan. Jeda sejenak, lalu dengan senyum ramah Barra memperkenalkan dirinya, "Saya Barra, suami Btari." katanya singkat namun tegas.

Raka terdiam sesaat, matanya membelalak kecil. Namun, sebagai seorang yang terbiasa menghadapi berbagai situasi, ia cepat menguasai ekspresi wajahnya. "Oh, begitu," gumamnya sambil membalas jabat tangan Barra. "Senang bertemu dengan Anda, Pak Barra."

Barra tersenyum. "Terima kasih sudah menjaga Btari." Katanya singkat

Raka membalas senyuman Barra, meski ada beban di dadanya. "Sama-sama. Saya hanya melakukan tugas saya," jawabnya, matanya menatap Barra penuh makna.

Sementara itu, Btari yang duduk di kursi hanya diam, tidak menunjukkan reaksi berlebihan. Seolah-olah pengakuan Barra bukanlah hal yang besar. Ia sibuk memperbaiki posisi duduknya, berusaha terlihat santai, meski suasana di sekitarnya terasa canggung.

Alexa yang berada di sisi lain mulai memperhatikan perubahan kecil di wajah Raka. Ekspresi ramah dan tenang yang biasa Raka tunjukkan kini sedikit pudar. Ada sesuatu yang berbeda, semacam kebingungan yang terselip di balik tatapan matanya.

"Raka kenapa?" gumam Alexa dalam hati, mencoba menerka sesuatu sambil melirik Btari yang terlihat datar-datar saja.

Barra, yang sepertinya tidak menyadari ketegangan kecil itu, melanjutkan pembicaraannya. "Saya benar-benar khawatir saat mendengar Btari terluka dan ada bencana di sini. Makanya, saya langsung datang." Suaranya tegas, tetapi tersirat kehangatan yang tidak bisa diabaikan.

Raka mengangguk, mencoba menjaga profesionalitasnya meski pikirannya penuh dengan pertanyaan. "Syukurlah Anda datang. Kondisi Btari memang memerlukan perhatian lebih. Tapi sejauh ini, lukanya sudah saya tangani dengan baik," ujarnya dengan nada datar, tetapi Alexa bisa menangkap nada terselubung di balik kalimatnya.

Btari menghela napas pelan, merasa sedikit lelah dengan atmosfer yang perlahan menjadi lebih rumit. "Terima kasih, Raka," ujarnya dengan tulus sambil menatap mantri muda itu. "Dan Barra, aku juga baik-baik saja sekarang, kok. Nggak perlu terlalu khawatir."

Namun, ucapan Btari itu justru membuat suasana semakin aneh. Barra tetap memandang Btari dengan tatapan protektif, sementara Raka hanya bisa tersenyum kecil, menyembunyikan apa yang ia rasakan di balik wajah ramahnya. Alexa, di sisi lain, mulai mencurigai ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar hubungan profesional antara Btari dan Raka.

Apalagi ia sempat mendengar obrolan ibu-ibu saat ia belanja ke warung sore tadi. Raka mengajak Btari ke sekolah dan makan siang bersama.

"Kamu nggak liat Mas Raka jadi berubah wajahnya, Tar?" Bisik Alexa pada Btari yang sedari tadi bersikap biasa saja.

Btari menatap Raka yang saat ini masih berbincang dengan Barra.

"Wajahnya masih sama, Lex. Nggak ada yang berubah." Jawabnya polos.

Ariana tertawa mendengar jawaban Btari yang kelewat datar dan polos itu. Sementara itu wajah Alexa sudah jengkel.

"Bukan itu maksudnya, Tar. Itu mimik wajah Pak Dokter mendadak berubah ketika Barra memperkenalkan dirinya sebagai suami kamu." Ujar Ariana.

Btari mengernyit heran. Ia masih belum apa maksudnya. "Kenapa harus begitu? Mas Alvian saja nggak biasa saja ketika dulu Barra memperkenalkan dirinya sebagai suamiku. Kenapa Dokter Raka nggak?"

Merasa geram dengan spontan Alexa memukul kening Btari dengan sendok yang sedari tadi ia pegang.

"Aww!!! Sakit!" Teriakan spontan Btari membuat Barra dan Raka yang masih mengobrol tadi segera menghampirinya.

Hampir saja Raka mendekat lebih dulu, namun masih ia tahan mengingat disana ada suami Btari.

"Kenapa? Apanya yang sakit?" Tanya Barra cemas.

"Nggak kok. Tenang, Bar. Tadi Alexa terlalu keras nampar nyamuk di keningku." Jawab Btari sambil melirik Alexa dengan kesal.

Sementara itu Alexa hanya terkikik kecil.

"Ya udah kalau gitu. Kamu disini dulu. Aku mau ambil barangku yang tertinggal di depan." Kata Barra mengelus kening Btari lalu segera berjalan cepat menuju luar tenda. Diikuti Raka yang langsung pergi tanpa mengatakan apapun.

Pandangan Btari mengarah ke Barra. Perhatian lelaki itu menimbulkan sedikit rasa aneh di hatinya. Sementara Alexa dan Ariana justru bertukar pandang lalu sama-sama menatap Raka yang juga pergi.

"Fiks, Tar. Pak Dokter memang suka sama kamu." Ucap Alexa diikuti anggukan Ariana.

Namun Btari seolah tidak peduli. Pikirannya justru tertuju pada Albarra.

"Dia benar-benar khawatir sama aku?" Tanyanya dalam hati.

1
jen
aku suka karakter Btari /Good/
jen
mengecewakan. ngapain mau SM cwo ga punya prinsip
jen
kayak nyata kak ... cm suka bingung sm namanya kak.
ceritanya kayak beneran, jd senyum" sendiri
Mundri Astuti
semangat kk author, jangan sampai luluh btari, bisa"nya barra ngomong gitu, kelakuannya semaunya sendiri ngga menghargai
Mundri Astuti
nah bagus btari kamu harus punya sikap dan mesti tegas ke barra
Mundri Astuti
si barra bener" ngga punya hati, dah lah btari jangan percaya bualan barra lagi, bodoh banget barra masih ngarep sama pacarnya aja, bener" ini yg namanya cinta itu buta, ... kucing berasa coklat .
Mundri Astuti
barra baru begitu dah cemburu, gimana perasaan betari saat di tlpnan ma kekasihnya, saat dia perhatian dan khawatir sama kekasihnya
Mundri Astuti
si barra kelaguan, biar aja betari dilirik org noh, dah ada yg mo nadangin, blingsatan" dah
Mundri Astuti
cuekin aja btari jangan diangkat, ngga usah diladenin si bara
Arsène Lupin III
Saya terhanyut dalam dunia yang diciptakan oleh penulis.
Oscar François de Jarjayes
Cinta banget sama karakter-karaktermu, thor. Mereka bikin ceritamu semakin hidup! ❤️
Aishi OwO
Bikin happy setiap kali baca. Gak bisa berhenti bacanya.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!