Aku wanita yang menjunjung tinggi kesetiaan dan pengabdian pada seorang suami.
3 tahun mengarungi bahtera rumah tangga, aku merasa menjadi wanita paling bahagia karena di karuniai suami yang sempurna. Mas Dirga, dengan segala kelembutan dan perhatian yang selalu tercurahkan untukku, aku bisa merasakan betapa suamiku begitu mencintaiku meski sampai detik ini aku belum di beri kepercayaan untuk mengandung anaknya.
Namun pada suatu ketika, keharmonisan dalam rumah tangga kami perlahan sirna.
Mas Dirga diam-diam mencari kebahagiaan di tempat lain, dan kekecewaan membuatku tak lagi memperdulikan soal kesetiaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Duduk di seberang rumah, ku menekuk kedua kaki dan memeluk dengan tanganku. Dengan pandangan kosong dan menerawang, kondisi ku saat ini benar-benar menyedihkan.
3 tahun mengarungi bahtera rumah tangga bersama pria yang begitu aku percaya dan kagumi. Aku pikir rumah tangga kami akan baik-baik saja sampai maut memisahkan meski belum ada buah hati di tengah-tengah kami. Tapi kenyataan tak sesuai harapan. Aku di sadarkan bahwa takdir tak akan selalu berjalan seperti yang kita inginkan.
Aku terlalu menikmati guyuran air hujan sampai menundukkan mata dengan mata terpejam. Tidak apa saat ini aku menangis untuk membuang rasa sesak dan sakit di dalam dada. Tapi setelah ini, aku pastikan tidak akan pernah ada lagi air mata untuk menangisi takdirku. Apalagi untuk orang seperti Mas Dirga.
Suara gemuruh hujan masih terdengar jelas, namun aku tak lagi merasakan guyuran air hujan yang jatuh tepat di atasku.
Mengangkat kepala seraya membuka mata, aku di buat mendongak untuk menatap Mas Agam yang berdiri di hadapanku dengan memegang payung di tangannya. Pantas saja aku tidak kehujanan lagi, rupanya Mas Agam menghampiriku dengan makai payung.
"Bia, kamu ngapain hujan-hujan duduk disini.? Ayo masuk, kamu bisa sakit kalo kelamaan disini." Tangan kekar Mas Agam terulur di depan wajahku. Terpaku, aku tak langsung merespon uluran tangannya. Justru aku malah menatap Mas Agam dengan tatapan menelisik.
Aku yakin Mas Agam sudah mengetahui kebusukan Mbak Karina, tapi aku tak bisa menemukan kekecewaan dan sakit hati dalam diri Mas Agam. Bagaimana bisa.? Bagaimana Mas Agam baik-baik saja saat di khianati.?
"Bianca,, kamu nggak denger aku bilang apa.?" Suara maskulin itu membuyarkan lamunan. Senyum di bibir terukir, tapi kemudian berubah menjadi tangis.
"Mas Dirga,, Mas Dirga benar-benar melakukannya di belakangku." Tangisku pecah. Tak ada tempat untuk mengadu, aku hanya bisa mengatakannya pada Mas Agam yang memang sudah mengetahui perbuatan Mas Dirga di belakangku.
"Jadi kamu hujan-hujanan disini sambil buang-buang air mata cuma buat hal yang nggak penting kayak gitu.?" Tegurnya. Ada tatapan iba, tapi Mas Agam juga mencibir ku. Mungkin aku terlihat bodoh di matanya karna menangisi orang yang sudah berkhianat.
"Tentu saja penting karna menyangkut pernikahan kami." Aku semakin terisak. Bayangan rumah tangga yang langgeng sampai akhir hayat, seketika pupus akibat perbuatan Mas Dirga.
"Penting bagi kamu, bukan bagi pasangan yang berkhianat." Tegasnya dengan nada tak suka.
"Jangan jadi bodoh karna cinta. Kamu juga berhak bahagia Bianca.!" Ucapan Mas Agam membuatku sadar betapa bodohnya aku saat ini dalam menyikapi pengkhianatan Mas Dirga.
"Ayo bangun." Mas Agam mengayunkan tangannya, memintaku untuk menerima uluran tangannya.
Ragu, tapi akhirnya aku menerima uluran tangan Mas Agam yang menuntunku masuk ke dalam rumahnya. Dalam keadaan suasana hati yang kacau dan kondisiku yang kedinginan, aku tak protes saat Mas Agam membawaku masuk ke rumahnya dan mendudukkan ku di sofa.
"Duduk di sini, aku ambil handuk dulu." Mas Agam meninggalkanku di ruang tamu. Pandanganku kembali menerawang selepas kepergian Mas Agam. Rasanya masih belum percaya melihat pengkhianatan itu secara langsung di depan mataku.
"Jangan ngelamun.! Minum dulu tehnya." Setelah menegurku, Mas Agam menyodorkan secangkir teh hangat padaku.
Dia kemudian duduk di sampingku dan membalut kan handuk besar di pundakku.
"Dia boleh menghancurkan kepercayaan kamu, tapi jangan sampai ikut menghancurkan hati kamu juga."
"Hidup terlalu singkat untuk meratapi kesedihan, pastikan kamu selalu bahagia."
Ku letakkan cangkir di atas meja setelah meneguk tehnya. Perhatianku kini tertuju pada Mas Agam yang baru saja memberikan ucapan penyemangat untukku.
"Gimana caranya.? Gimana Mas bisa bersikap setenang ini walaupun Mbak Karina selingkuh.?"
"Bia yakin Mas Agam sebenarnya tau kalau selama ini Mbak Karina selingkuh. Bia saja sampai 2 kali lihat Mbak Karina pergi sama pria lain." Tanpa sadar aku mencecar Mas Agam dan tak sengaja memberitahukan apa yang aku ketahui tentang Mbak Karina.
"Lalu aku harus gimana.? Hujan-hujanan sambil nangis kayak yang kamu lakuin tadi.?" Mas Agam tersenyum mengejek.
"Aku nggak sebodoh itu Bia." Tangan Mas Agam bergerak naik, dia membenarkan rambut basahku yang jatuh ke depan.
"Kalau begitu kenapa diam aja walaupun tau di selingkuhi.? Kenapa nggak cerai.?" Tanyaku penasaran.
Melihat rumah tangga mereka yang jauh dari kata harmonis dan jarang tinggal bersama, tentu saja aku sangat penasaran kenapa Mas Agam memilih bertahan selama ini.
"Aku punya alasan tersendiri, yang jelas bukan karna aku masih cinta sama Karina." Mas Agam menjawab tegas dengan ekspresi dingin. Sepertinya dia tak mau membicarakan lebih jauh tentang hal itu. Mungkin dia enggan membuatku tau alasannya.
Suara dering ponsel memutuskan pandanganku dan Mas Agam yang sempat beradu dalam keheningan. Aku bergegas mengambil ponsel dari dalam tasku.
Panggilan telfon dari Mas Dirga membuat perasan ku kembali bercampur aduk. Aku sampai berfikir untuk tak menjawab panggilan telfon darinya. Tapi Mas Agam menyuruhku untuk mengangkat panggilan telfon Mas Dirga.
"Jangan buat mencemaskanmu." Ujarnya. Aku lalu menuruti perkataan Mas Agam dengan menerima telfon Mas Dirga, namun tatapan mataku terus tertuju pada Mas Agam yang juga sendang menatapku.
"Ya Mas, ada apa.?" Suaraku sedikit serat setelah hampir 2 jam menangis.
"Dek, kamu kenapa.? Kamu habis nangis ya.?" Kecemasan jelas terdengar dari seberang sana. Lama hidup denganku, tidak heran kalau Mas Dirga tau kalau aku baru saja menangis.
"Iya Mas, biasa habis nonton drakor ."
"Ikut nangis liat peran utamanya di selingkuhin." Ucapku penuh penekanan. Mas Agam sampai menahan tawa mengejek, aku melotot kesal padanya
"Hallo Mas.?" Tegur ku lantaran Mas Dirga tak kunjung bersuara.
"Eh,, i,,iya Dek."
"Lain kali nggak usah nonton drakor yang sedih-sedih lagi Dek." Mas Dirga jelas gugup. Aku jadi penasaran seperti apa ekspresi wajahnya saat aku membicarakan soal perselingkuhan, sampai Mas Dirga terdiam cukup lama.
Aku hanya mengiyakan saja tanpa bicara lebih banyak.
"Sekarang Mas masih di rumah Rehan Dek, cuma mau bilang nanti pulang agak malam soalnya temen kantor pada ngajakin kumpul disini." Aku hanya bisa tersenyum kecut setelah mendengar penuturan Mas Dirga.
Selama dia masih menjalin hubungan dengan wanita itu di belakangku, maka kebohongan demi kebohongan akan terus di lakukan oleh Mas Dirga untuk menutupi kebohongan yang lainnya.
sesuai judul selimut tetangga...
kalo security yang datang kerumah Bianca... judulnya pasti rubah jadi selimut security /Smile/
klo bia membalas selingkuh dngn agam sama aja 11 12 dong