Selimut Tetangga

Selimut Tetangga

Bab 1

Belakangan ini aku sibuk mengemasi barang dan baju. Memasukkan baju-baju ke dalam koper dan memasukkan barang-barang pribadi kami ke dalam box.

3 hari lagi aku dan Mas Dirga akan pindah ke kota Bandung. Mas Dirga di pindah tugaskan ke kantor cabang dengan jabatan baru yang lebih tinggi.

Sebenarnya berat untuk meninggalkan rumah mungil yang sudah hampir 3 tahun ini kami tempati sejak menjadi pengantin baru.

Aku juga sudah berbaur dan akrab dengan ibu-ibu komplek disini. Lingkungan dan tetangga-tetangga di sini membuatku betah dan nyaman.

Aku sedikit cemas untuk menempati rumah yang sudah di beli oleh Mas Dirga 2 minggu lalu.

Entah bagaimana lingkungan dan penghuni komplek disana, aku harap para tetangga bisa menerima kami dengan baik.

Ku lirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 6 sore. 2 jam lagi biasanya Mas Dirga sampai di rumah. Semenejak di pindah tugaskan di Bandung, Mas Dirga selalu pulang malam.

Hal itu yang membuat ku akhirnya menyetujui usulan Mas Dirga untuk membeli rumah dan pindah ke Bandung. Aku tidak tega kalau setiap hari Mas Dirga harus bolak-balik Jakarta - Bandung. Karna sudah pasti tenaganya akan terkuras dijalan. Apalagi harus membelah kemacetan di kedua kota tersebut untuk berangkat dan pulang kerja.

Menyambut kepulangan Mas Dirga adalah hal yang menyenangkan. Aku selalu berbadan cantik dan seksi serta wangi untuk menyambut suami tercintaku.

Ibu-ibu disini bahkan sering memuji ku lantaran beberapa kali melihatku berdandan seksi saat akan menyambut kepulangan pak suami.

Karna semua tetanggaku sudah memiliki lebih dari 1 anak, jadi mereka bercerita kalau tidak sempat berdandan seperti itu untuk menyambut suami-suami mereka.

Suara deru mobil yang terparkir di garasi, membuatku setengah berlari untuk membukakan pintu. Sudah 3 tahun pernikahan kami, tapi rasanya masih seperti pengantin baru. Aku akan menghambur ke pelukan Mas Dirga setiap kali menyambutnya pulang.

Berdiri di ambang pintu. Senyum di bibirku merekah kala melihat sosok pria gagah turun dari mobil dengan memakai celana panjang dan kemeja lengan panjang yang lengannya sudah di gulung sampai siku.

Mas Dirga juga mengembangkan senyum manisnya. Dengan membawa paperbag berisi makanan yang dia tawarkan padaku beberapa jam sebelum Mas Dirga meninggalkan kantor.

Ku raih tangan Mas Dirga untuk mencium punggung tangannya, sebelum aku menghambur kepelukan pria berusia 32 tahun itu. Ku hirup dalam-dalam parfum maskulin yang bercampur dengan kringat itu. Rasanya sangat menangkan. Harum keringat seorang suami yang mencari nafkah untuk menghidupi dan menyenangkan hati sang istri.

"Lingerie baru ya Dek.?" Tanya Mas Dirga. Tatapan matanya fokus pada lingerie warna maroon yang ku padukan dengan cardigan hitam.

Takut ada tetangga yang melihat, jadi aku menutupinya dengan cardigan sebatas lutut.

Meski sudah di tutup dan hanya terlihat di bagian depan saja, tapi Mas Dirga bisa menebak kalau lingerie yang aku pakai masih baru.

"Iya Mas,," Aku menjawab dengan senyum simpul.

"3 hari lalu Mbak Sita nunjukkin lingerie yang dia beli di aplikasi soppo, eh malah aku jadi kepincut dan langsung beli 4. Tadi siang baru nyampe paketnya." Kali ini aku menyengir kuda. Menebar senyum manja seraya bergelayut di lengannya.

Mas Dirga hanya terkekeh geli.

"Ternyata Mbak Sita masih koleksi lingerie." Komentar Mas Dirga. Mungkin karna usia Mba Sita sudah lebih dari 40 tahun, jadi Mas Dirga merasa geli mendengar Mbak Sita masih memakai lingerie.

"Masih dong Mas. Malah tiap hari Mbak Sita update lingerie. Katanya biar Mas Indra nggak kepincut wanita lain. Soalnya lagi puber kedua." Jawabku yang tak sengaja membicarakan rumah tangga tetangga sebelah.

"Mas Indra kan orangnya kalem begitu, nggak mungkinlah kalau sampai kepincut wanita lain. Apalagi udah punya anak 3." Ucap Mas Dirga sembari menutup pintu dan merangkulku masuk ke dalam.

"Kepincut wanita lain tuh nggak mandang kalem atau nggakna Mas. Kalau ada yang menggoda dan lempar umpan, siapa yang mau nolak." Jawabku menggebu. Tiba-tiba saja aku jadi ingat cerita Mbak Gina yang beberapa bulan lalu memergoki suaminya jalan sama wanita muda. Padahal suami Mbak Gina terkenal agamis karna rajin ke mesjid di banding Bapak-Bapak di cluster ini.

"Mas yang nolak, soalnya di rumah sudah punya yang cantik dan pinter goyang,," Mas Dirga menanggapi dengan candaan. Dia kemudian terkekeh seraya mencubit hidungku.

Aku tersenyum menanggapi candaannya. Kesetiaan Mas Dirga memang tak perlu di ragukan lagi, jadi aku tidak harus mewanti-wanti Mas Dirga agar tidak macam-macam di luar sana. Aku percaya Mas Dirga bisa menjaga keutuhan rumah tangga kami.

...*****...

Pagi ini waktunya aku meninggalkan rumah mungil yang dulu di beli dari hasil jerih payah kami. Sangat berat meninggalkan rumah ini, terutama karna harus jauh dari para tetangga yang selama ini menganggapku dan Mas Dirga sebagai adik lantaran kami paling muda disini.

"Ya ampun Dek, Mbak jadi sedih begini." Mbak Sita tampak meneteskan air mata dan langsung memelukku. Tak terasa buliran bening ikut luruh membasahi pipi. Bagaimanapun kebersamaan kami membekas di hati.

"Jangan lama-lama peluk Dek Bianca nya, aku juga mau peluk,," Dengan suara sendu, Mbak Weny menarik bahu Mbak Sita hingga melepaskan pelukannya. Kini giliran Mbak Bianca yang memelukku. Suasana haru semakin menjadi kala Mbak Nilam dan Mbak Monik datang ke rumahku dengan tergesa-gesa dan langsung memeluk kami. Akhirnya kami berlima saling berpelukan dan menangis untuk melepas kepindahanku ke kota Bandung.

"Nanti sering-sering berkunjung ya Dek. Jangan lupa sama kita kalau udah dapet keluarga baru." Ucap Mbak Nilam. Aku semakin terisak saja mendengarnya.

Meski kami masih bisa berkomunikasi, tapi rasanya tak akan sama dengan bertatap muka dan berinteraksi langsung.

Sementara itu, Mas Dirga juga tampak pamit pada Bapak-Bapak di sini.

Nyatanya kepindahan kami juga membuat Mas Dirga merasakan kesedihan yang sama. Apalagi Mas Dirga ikut tim futsal di cluster ini. Jadi kebersamaan Mas Dirga dan para suami-suami di sini cukup dekat.

2 mobil box sudah berangkat 1 jam yang lalu. Aku memang membawa hampir semua perabotan dan segala perintilan rumah. Tidak heran kalau harus menggunakan 2 mobil box untuk mengangkut barang dari rumah minimalis berlantai 2 dengan luas 120 m² itu.

Setelah pamit, aku dan Mas Dirga masuk ke dalam mobil. Kami meninggalkan rumah yang telah memberikan banyak kenangan indah dan tetangga yang sudah seperti keluarga sendiri.

"Udah Dek,, jangan nangis lagi." Sembari menyetir, Mas Dirga mengusap pundakku.

"Aku takut tetangga di sana nggak sebaik ibu-ibu disini Mas. Apalagi di rumah baru itu penghuni clusternya kebanyakan seumuran sama kita. Pasti nggak mengayomi kayak mereka." Tuturku sendu.

2 kali datang untuk melihat rumah baru di Bandung, aku jadi melihat kalau kebanyakan rumah di sana di huni oleh pasangan muda seperti kami. Rata-rata baru memiliki 1 anak.

"Mereka baik dan sayang sama kamu karna kamu itu baik Dek. Di mana-mana orang baik pasti akan di pertemukan sama orang baik juga. Iya kan,?"

Aku mengangguk. Kata-kata Mas Dirga sedikit membuatku tentang.

Semoga kehidupan kami di rumah baru selalu dilimpahi kebahagiaan.

Terpopuler

Comments

Capricorn 🦄

Capricorn 🦄

ok

2024-06-16

0

Rahmawaty❣️

Rahmawaty❣️

Mampirrrrrrr

2024-06-16

0

Rinisa

Rinisa

Absen

2024-03-01

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!